Hadits Arbain Ke 1 Wacana Niat Dan Nrimo Innamal A'malu Binniyat
Hadits Arbain Ke 1 Tentang Niat dan Ikhlas
Terjemahan:
Berikut ini Video Kajian Hadits Arbain ke 1 yang disampaikan oleh ustazd Abdul Somad LC MA
[Diriwayatkan oleh dua orang andal hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di antara semua kitab hadits. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907]
Penjelasan:
Hadits ini ialah Hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya, ketinggian derajatnya dan didalamnya banyak mengandung manfaat. Imam Bukhari telah meriwayatkannya pada beberapa penggalan pada kitab shahihnya, juga Imam Muslim telah meriwayatkan hadits ini pada simpulan penggalan Jihad.
Hadits ini salah satu pokok penting aliran islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’I berkata : “Hadits perihal niat ini meliputi sepertiga ilmu.” Begitu pula kata imam Baihaqi dll. Hal itu alasannya ialah perbuatan insan terdiri dari niat didalam hati, ucapan dan tindakan. Sedangkan niat merupakan salah satu dari tiga penggalan itu. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, “Hadits ini meliputi tujuh puluh penggalan fiqih”, sejumlah Ulama’ menyampaikan hadits ini meliputi sepertiga aliran islam.
Para ulama gemar memulai karangan-karangannya dengan mengutip hadits ini. Di antara mereka yang memulai dengan hadits ini pada kitabnya ialah Imam Bukhari. Abdurrahman bin Mahdi berkata : “bagi setiap penulis buku hendaknya memulai tulisannya dengan hadits ini, untuk mengingatkan para pembacanya supaya meluruskan niatnya”.
Hadits ini dibanding hadits-hadits yang lain ialah hadits yang sangat terkenal, tetapi dilihat dari sumber sanadnya, hadits ini ialah hadits ahad, alasannya ialah hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Dari Umar hanya diriwayatkan oleh ‘Alqamah bin Abi Waqash, lalu hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dan selanjutnya hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id Al Anshari, lalu barulah menjadi populer pada perawi selanjutnya. Lebih dari 200 orang rawi yang meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dan kebanyakan mereka ialah para Imam.
Pertama : Kata “Innamaa” bermakna “hanya/pengecualian” , yaitu menetapkan sesuatu yang disebut dan mengingkari selain yang disebut itu. Kata “hanya” tersebut terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian secara mutlak dan terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian yang terbatas. Untuk membedakan antara dua pengertian ini sanggup diketahui dari susunan kalimatnya.
Misalnya, kalimat pada firman Allah : “Innamaa anta mundzirun” (Engkau (Muhammad) hanyalah seorang penyampai ancaman). (QS. Ar-Ra’d : 7)
Kalimat ini secara sepintas menyatakan bahwa kiprah Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam hanyalah memberikan bahaya dari Allah, tidak memiliki tugas-tugas lain. Padahal bekerjsama dia memiliki aneka macam tugas, ibarat memberikan kabar bangga dan lain sebagainya. Begitu juga kalimat pada firman Allah : “Innamal hayatud dunyaa la’ibun walahwun” à “Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan dan permainan”. (QS. Muhammad : 36)
Kalimat ini (wallahu a’lam) menunjukkan pembatasan berkenaan dengan jawaban atau dampaknya, apabila dikaitkan dengan hakikat kehidupan dunia, maka kehidupan sanggup menjadi wahana berbuat kebaikan. Dengan demikian apabila disebutkan kata “hanya” dalam suatu kalimat, hendaklah diperhatikan betul pengertian yang dimaksudkan.
Pada Hadits ini, kalimat “Segala amal hanya berdasarkan niatnya” yang dimaksud dengan amal disini ialah semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa berdasarkan agama islam. Tentang sabda Rasulullah, “semua amal itu tergantung niatnya” ada perbedaan pendapat para ulama perihal maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat sebagai syarat sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat sebagai penyempurna sehingga amal itu akan tepat apabila ada niat.
Kedua : Kalimat “Dan setiap orang hanya mendapat sesuai niatnya” oleh Khathabi dijelaskan bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari sebelumnya. Yaitu menegaskan sah tidaknya amal bergantung pada niatnya. Juga Syaikh Muhyidin An-Nawawi menandakan bahwa niat menjadi syarat sahnya amal. Sehingga seseorang yang meng-qadha sholat tanpa niat maka tidak sah Sholatnya, walahu a’lam
Ketiga : Kalimat “Dan Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya” berdasarkan penetapan andal bahasa Arab, bahwa kalimat syarat dan jawabnya, begitu pula mubtada’ (subyek) dan khabar (predikatnya) haruslah berbeda, sedangkan di kalimat ini sama. Karena itu kalimat syarat bermakna niat atau maksud baik secara bahasa atau syari’at, maksudnya barangsiapa berhijrah dengan niat alasannya ialah Allah dan Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya.
Hadits ini memang muncul alasannya ialah adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah ke Madinah untuk mengawini perempuan berjulukan Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk mendapat pahala hijrah alasannya ialah itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais. Wallahu a’lam