Rabu, 12 September 2018

Hal Yang Harus Diketahui Perihal Puasa

Hal Yang Harus Diketahui Perihal Puasa


Apa Puasa Itu ?

Puasa ialah menahan diri dari makan dan minum dari terbit fajar sehingga terbenamnya matahari.

Hukum Puasa

1. Hukum puasa terbahagi kepada tiga yaitu :
2. Puasa pada bulan Ramadhan. ( Wajib )
3. Puasa pada hari-hari tertentu. ( Sunnah )
4. Puasa pada hari-hari yang dihentikan berpuasa. ( Haram )

Syarat Wajib Puasa

1. Beragama Islam
2. Baligh (telah mencapai umur dewasa)
3. Berakal
4. Berupaya untuk mengerjakannya.
5. Sehat
6. Tidak musafir

Syarat Wajibnya Penunaian Puasa

Syarat wajib penunaian puasa, artinya ketika ia mendapati waktu tertentu, maka ia dikenakan kewajiban puasa. Syarat yang dimaksud yakni sebagai berikut.

1. Sehat, tidak dalam keadaan sakit.

2. Menetap, tidak dalam keadaan bersafar. Dalil kedua syarat ini yakni firman Allah Ta’ala,

 
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

 “Dan barangsiapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 185). Kedua syarat ini termasuk dalam syarat wajib penunaian puasa dan bukan syarat sahnya puasa dan bukan syarat wajibnya qodho’ puasa. Karena syarat wajib penunaian puasa di sini gugur pada orang yang sakit dan orang yang bersafar. Ketika mereka tidak berpuasa dikala itu, barulah mereka qodho’ berdasarkan komitmen para ulama. Namun jikalau mereka tetap berpuasa dalam keadaan demikian, puasa mereka tetap sah.

3. Suci dari haidh dan nifas. Dalilnya yakni hadits dari Mu’adzah, ia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Hadits tersebut adalah,

 
عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

Dari Mu’adzah dia berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, ‘Kenapa gerangan perempuan yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kau dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi saya hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’.” Berdasarkan komitmen para ulama pula, perempuan yang dalam keadaan haidh dan nifas tidak wajib puasa dan wajib mengqodho’ puasanya.

Rukun Puasa

Berdasarkan komitmen para ulama, rukun puasa yakni menahan diri dari aneka macam pembatal puasa mulai dari terbit fajar (yaitu fajar shodiq) hingga terbenamnya matahari. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

 “Dan makan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu hingga (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187). 

Yang dimaksud dari ayat adalah, terangnya siang dan gelapnya malam dan bukan yang dimaksud benang secara hakiki.

Dari ‘Adi bin Hatim ketika turun surat Al Baqarah ayat 187, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padanya,

إِنَّمَا ذَاكَ بَيَاضُ النَّهَارِ مِنْ سَوَادِ اللَّيْلِ

Yang dimaksud yakni terangnya siang dari gelapnya malam”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan menyerupai itu pada ‘Adi bin Hatim alasannya yakni sebelumnya ia mengambil dua benang hitam dan putih. Lalu ia menanti kapan muncul benang putih dari benang hitam, namun ternyata tidak kunjung nampak. Lantas ia menceritakan hal tersebut pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia pun menertawai kelakukan ‘Adi bin Hatim.

Wajib Berniat Sebelum Fajar

Dalilnya yakni hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Hafshoh –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

Barangsiapa siapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka puasanya tidak sah.”

Syarat ini yakni syarat puasa wajib berdasarkan ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambali. Yang dimaksud dengan berniat di setiap malam yakni mulai dari karam matahari hingga terbit fajar.

Adapun dalam puasa sunnah boleh berniat sehabis terbit fajar berdasarkan lebih banyak didominasi ulama. Hal ini sanggup dilihat dari perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalil problem ini yakni hadits ‘Aisyah berikut ini. ‘Aisyah berkata,

دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ.

 “Pada suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, “Apakah kau memiliki makanan?” Kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau berkata, “Kalau begitu, saya akan berpuasa.” Kemudian dia tiba lagi pada hari yang lain dan kami berkata, “Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari kurma, samin dan keju).” Maka dia pun berkata, “Bawalah kemari, gotong royong dari tadi pagi tadi saya berpuasa.”

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ini yakni dalil bagi lebih banyak didominasi ulama, bahwa boleh berniat di siang hari sebelum waktu zawal (matahari bergeser ke barat) pada puasa sunnah.” Di sini disyaratkan bolehnya niat di siang hari yaitu sebelum niat belum melaksanakan pembatal puasa. Jika ia sudah melaksanakan pembatal sebelum niat (di siang hari), maka puasanya tidak sah. Hal ini tidak ada perselisihan di dalamnya.

Niat ini harus diperbaharui setiap harinya. Karena puasa setiap hari di bulan Ramadhan masing-masing hari bangun sendiri, tidak berkaitan satu dan lainnya, dan tidak pula puasa di satu hari merusak puasa hari lainnya. Hal ini berbeda dengan raka’at dalam shalat.

Niat puasa Ramadhan harus ditegaskan (jazm) bahwa akan berniat puasa Ramadhan. Jadi, tidak boleh seseorang berniat dalam keadaan ragu-ragu, semisal ia katakan, “Jika besok tanggal 1 Ramadhan, berarti saya tunaikan puasa wajib. Jika bukan 1 Ramadhan, saya niatkan puasa sunnah”. Niat semacam ini tidak dibolehkan alasannya yakni ia tidak menegaskan niat puasanya. Niat itu pun harus dikhususkan (dita’yin) untuk puasa Ramadhan saja tidak boleh untuk puasa lainnya.

Sunat Berpuasa

1. Bersahur walaupun sedikit kuliner atau minuman
2. Melambatkan bersahur
3. Meninggalkan perkataan atau perbuatan keji
4. Segera berbuka sehabis masuknya waktu berbuka
5. Mendahulukan berbuka daripada sembahyang Maghrib
6. Berbuka dengan buah tamar, jikalau tidak ada dengan air
7. Membaca doa berbuka puasa

Hal yang membatalkan Puasa

1. Memasukkan sesuatu ke dalam rongga badan
2. Muntah dengan sengaja
3. Bersetubuh atau mengeluarkan mani dengan sengaja
4. kedatangan haid atau nifas
5. Melahirkan anak atau keguguran
6. Gila walaupun sekejap
7. Mabuk ataupun pengsan sepanjang hari
8. Murtad atau keluar daripada agama Islam

Hari yang Disunatkan Berpuasa

1. Hari Senin dan Kamis
2. Hari putih (setiap 13, 14, dan 15 hari dalam bulan Islam)
3. Hari Arafah (9 Zulhijjah) bagi orang yang tidak mengerjakan haji
4. Enam hari dalam bulan Syawal

Hari yang diharamkan Berpuasa

1. Hari raya Idul Fitri (1 Syawal)
2. Hari raya Idul Adha (10 Zulhijjah)
3. Hari Tasrik (11, 12, dan 13 Zulhijjah)
Faktor genetika sangat menentukan kualitas anakan Murai Batu

Faktor genetika sangat menentukan kualitas anakan Murai Batu

Sifat-sifat genetik yang diwarisi anakan Murai Batu (MB) dari kedua induknya dapat mencakup beberapa hal, antara lain: panjang ekor, postur tubuh, mental, karakter, performa dan kualitas suara kicauannya.

Untuk performa dan kualitas suara sebetulnya tidak mutlak dipengaruhi dari faktor genetik saja, karena berkaitan dengan faktor eksternal seperti pola perawatan, perlakuan, dan kondisi lingkungan dimana Murai Batu (MB) tersebut dipelihara.

Jadi, untuk performa dan kualitas suara kicauan anakan Murai Batu (MB) dapat dibentuk dari pola perawatan, pelatihan, dan perlakuan sehari-hari. Sedangkan untuk mental dan karakternya sangat dipengaruhi dari faktor genetik atau keturunan.

Berikut ini ciri-ciri umum anakan Murai Batu (MB) yang prospek:

• Sejak kecil anakan Murai Batu (MB) sudah memiliki suara yang keras dan nyaring.

• Terlihat paling aktif minta diloloh dan sifat egoisnya sangat tinggi dengan selalu berusaha merebut jatah pakan anakan yang lain.

• Memiliki jari kaki yang panjang dengan tulang kaki yang besar, sedangkan untuk warna kaki tidak selalu bisa dijadikan sebagai patokan  untuk meramal kualitasnya.

• Postur tubuh panjang dan ramping dengan sayap yang juga panjang.

• Bentuk kepala besar dan papak dengan leher kecil dan panjang.

• Mata tampak besar melotot dengan sorot tajam.

Ciri-ciri di atas merupakan ciri-ciri umum untuk melihat bakat dan kualitas dari anakan Murai Batu (MB). Karena faktor utama yang menentukan performa Murai Batu untuk bisa menjadi juara adalah "Mental".

Karena itu jika tujuan kita memelihara Murai Batu (MB) adalah untuk dilombakan, maka pemilihan bahan yang prospek lapangan menjadi hal yang wajib di utamakan sebelum masuk ketahap berikutnya yaitu pola perawatan, perlakuan, pelatihan, dan pengondisian.

Salah satu cara pemilihan bahan yang prospek dan berkualitas dapat dilakukan dengan mudah yaitu dengan membeli anakan Murai Batu (MB) dari trah juara.

Dengan melihat track record indukannya maka sudah dapat diramalkan kualitas anakan tersebut, karena kemungkinan besar anakan tersebut akan mewarisi kualitas dan talenta yang dimiliki indukannya.

Baca juga:

Burung-burung masteran yang cocok untuk Murai Batu

Ciri-ciri fisik dan karakter Murai Batu fighter

Perlakuan khusus untuk membuat Murai Batu muda lebih fighter

Tips agar anakan Murai Batu ternak memiliki ekor lebih panjang

Demikian sedikit informasi tentang "Faktor genetika sangat menentukan kualitas anakan Murai Batu". Untuk informasi lain seputar Murai Batu (MB), dapat dibaca pada artikel Blog ini yang lain.

Semoga bermanfaat
Terima kasih

Trotolan Murai Batu (MB)
Bukan Baju Lebaran Biasa

Bukan Baju Lebaran Biasa

Kita sudah hingga di penghujung Ramadhan. Setelah ini Insya Allah kita akan berhari raya. Kita salat Idul Fithri dan bersilaturahim dengan sesama muslim. Di antara tradisi tahunan bagi dominan ummat Islam di negeri kita ini yakni beraya atau berlebaran dengan pakaian baru.

Baju gres untuk lebaran tidak hanya diminati oleh anak-anak, tapi orang cukup umur pun ikut dengan tradisi menggunakan baju gres untuk hari lebaran. Tidak hanya baju, tapi juga celana, bantalan kaki. Bahkan pakaian pergi salat Id menyerupai sarung, baju gunting cina dan kopiah juga diperbarui.

Lihatlah ke pasar, atau sentra perbelanjaan. Ummat Islam tumpah ruah di sana. Tidak jarang diskon besar-besaran disengaja oleh pihak toko. Walaupun bahwasanya mereka sudah mempersiapkan stok untuk dihabiskan pada masa sebelum lebaran. Untuk inilah mungkin di antara alasan mengapa lebaran harus pakai pemberian yang disebut THR.

Tidak ada yang salah dengan tradisi berpakaian gres di hari raya. Jika dengan baju gres yang indah dan higienis itu kita bisa berhari raya, maka ada nilai pahala yang kita dapatkan. Karena Islam sangat menyayangi keindahan. Dengan semangat berbelanja lebaran ternyata bisa mendongkrak ekonomi masyarakat terutama para pedagang. Mereka rela tidak mudik demi berjualan menjelang lebaran. Karena bagi mereka berjualan sebelum lebaran yakni "hari raya"-nya para pedagang.

Namun sebagian kita ummat Islam masih terpaku memaknai pakaian hari raya dengan pakaian fisik dan jasmani tanpa memaknainya dengan pakaian rohani. Dalam bahasa Arab, pakaian biasa disebut dengan  (لباس) libas. Kata ini pernah disebutkan Allah dalam Surah Al-A'raf ayat 26

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu yakni sebahagian dari gejala kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.

Allah menyebutkan pakaian yang paling baik yakni takwa. Maka menjadi penting bagi setiap orang yang telah menyediakan pakaian gres untuk lebaran untuk juga menyiapkan pakaian takwa bagi dirinya. Pakaian takwa itulah yang senantiasa di pakai baik ketika lebaran maupun di luar lebaran. Bagi yang belum sempat membeli pakaian gres untum lebaran, tidak usah bersedih. Karena sebaik-baik pakaian yang Allah sebut dalam Quran yakni takwa.

Kita yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari kepercayaan dan penuh keihklasan tentunya yang paling pantas diwisuda di hari raya dengan sebutan/ yudisium takwa. Ujung ayat perintah puasa menyebutkan لعلكم تتقون (agar kau menjadi langsung yang bertakwa).

Kenakanlah pakaian terindahmu untuk jasmanimu di hari raya, tapi jangan lupakan pakaian rohanimu. Karena sesungguhnya kau bukanlah makhluk yang hanya dikenal dengan fisik dan jasmanimu, tapi lebih dari itu kau yakni makhluk yang dilebihkan atas makhluk yang lain berupa rohani. Maka beri juga pakaian takwa untuk rohanimu.

Selamat (menyambut) Idul Fitri. Semoga ibadah dan amal saleh kita diterima Allah. Semoga Allah ampuni dosa-dosa kita. Kami sekeluarga juga mohon maaf kepada semua jamaah dan pembaca semua atas segala salah dan khilaf. Semoga kita benar-benar menjadi langsung yang bertakwa. Aamiin. Takengon, 29 Ramadhan 1439 H. Wassalamu Alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.

Bismillah

Bismillah

 Dalam sebuah hadis Baginda Rasulullah bersabda
كل أمر ذي بال لا يبدأ فيه ببسم الله الرحمن الرحيم فهو أبتر 
Setiap masalah penting yang tidak dimulai dengan "bismillahirrahmanirrahim" maka masalah tersebut terputus (H.R. Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibn Majah dan Ibn Hibban dari Abu Hurairah) juga ditemukan dalam Musnad Ahmad bin Hanbal)

Sanad hadis di atas dinilai dhaif oleh dominan ulama. Namun, ada juga yang menilai derajat hadis ini hasan di antaranya An-Nawawi dan Ibn Hajar. Abdul Aziz bin Baz menyampaikan hasan lighairihi.
Terlepas dari hadis di atas, dalam hadis lain ada banyak tawaran memulai sesuatu dengan nama Allah. Ketika mau tidur, kita membaca  doa bismika Allahumma ahya wa amutu. Ketika kita keluar rumah, kita berserah diri kepada Allah dengan membaca  Bismillahi tawakkaltu ala Allahi la haula wala quwwata illah billahi. Ketika memulai makan, kita membaca Bismillah. Bahkan kalau kita lupa, tetap dianjurkan membaca Bismillahi awwaluhu wa akhiruhu. Hewan yang zatnya dihalalkan Allah menyerupai ayam, kambing dan sapi tetap tidak halal kalau disembelih tanpa menyebut nama Allah. Bahkan dikala hendak bekerjasama suami istri, diperintahkan berdoa Bismillahi Allahumma janibna al-syaithani. 

Begitu pentingnya memulai sesuatu dengan nama Allah, maka kita mulai bahan pengajian subuh kita dengan bismillah. Izinkan saya mengulang kaji ihwal makna bismillah. Lafal bismillah terdiri atas tiga kata yaitu bi, ismi, dan Allah. Kita temukan terjemahannya dalam Quran "dengan nama Allah".

Dalam makna "bi" tersirat ada makna "mulai". Ketika kita membaca bismillah setiap memulai kegiatan dan pekerjaan kita,  maka berarti "kita mulai pekerjaan kita dengan nama Allah". Makna lain yang juga tersirat dari kata "bi" yaitu "kekuasaan, izin dan dukungan Allah".

Ketika kita mulai pengajian ini dengan bismillah,  itu artinya pengajian ini sanggup terealisasi atas izin dan dukungan Allah. Allah-lah yang berkuasa mengakibatkan sesuatu perbuatan terwujud. Kita tidur tadi malam kemudian dikembalikan Allah ruh kita. Kita berangkat menuju masjid untuk menunaikan salat terjadi atas izin Allah. Apapun yang kita lakukan semuanya terjadi atas kekuasaan dan dukungan Allah.

Kata "ism" biasa diterjemahkan dengan "nama". Kata ini berasal dari akar kata السمو (assumuwwu) yang berarti "tinggi". Langit disebut dengan السماء (al-sama') alasannya ketinggiannya. Ada juga yang menyampaikan berasal dari kata السمة (assimatu) yang berarti tanda. 


Baca Juga:
Allah, Tuhan dan The God

Menurut Al-Thabathaba'i, nama ditujukan untuk dua tujuan. Pertama untuk mengekalkan sesuatu. Ketika nama seorang tokoh dijadikan sebagai nama jalan misalnya, diperlukan biar tokoh itu abadi dalam ingatan manusia. Hampir setiap kota memakai nama duo proklamator Soekarno-Hatta. Harapan dari penamaan itu yaitu biar keduanya tetap dikenang oleh setiap orang. Kedua, dengan nama sesuatu diperlukan memperoleh berkat/sifat terpuji. Ketika seseorang memberi nama anaknya dengan Muhammad misalnya, diperlukan biar anak meneladani sifat terpuji Nabi Muhammad Saw.

Al-Maraghi menyampaikan bahwa orang Arab pra-Islam biasa memulai pekerjaan mereka dengan nama berhala. Mereka biasa menyebut bismil lata, bismil uza. Bangsa-bangsa lain memulai pekerjaan mereka dengan nama raja mereka. Mereka menyebutkan nama berhala yang mereka agungkan dengan tujuan meninggikan berhalanya sekaligus berharap mendapat berkah yang akan diberikan oleh berhala yang mereka agungkan itu.

Selaku orang beriman, maka sepatutnya kita memulai segala perbuatan baik yang kita lakukan dengan ucapan bismillah. Orang yang mengucapkan bismillah berarti meninggikan Allah. Dalam konteks tauhid, memulai pekerjaan dengan menyebut nama Allah berarti kita yakin dan percaya bahwa perbuatan dan pekerjaan yang kita lakukan hanya sanggup terwujud atas izin dan dukungan Allah.

Semoga dengan ucapan bismillah kita berharap nilai pekerjaan itu abadi dan pekerjaan yang kita lakukan diberkahi oleh Allah. Jika pekerjaan tidak dimulai dengan menyebut bismillah, maka keberlanjutan dan berkah dari pekerjaan sulit diharapkan. Hadis di atas yang kita sampaikan di awal kajian ini paling tidak juga menyebutkan hal itu.
____
Disampaikan pertama kali dalam pengajian subuh di Masjid Taqwa Muhammadiyah Aceh Tengah pada hari Kamis, 24 Sya'ban 1439 H/ 10 Mei 2018