عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول " إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه " متفق عليه
Terjemahan:
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu 'anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapat sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau alasannya ialah seorang perempuan yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.
Berikut ini Video Kajian Hadits Arbain ke 1 yang disampaikan oleh ustazd Abdul Somad LC MA
[Diriwayatkan oleh dua orang andal hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di antara semua kitab hadits. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907]
Hadits ini ialah Hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya, ketinggian derajatnya dan didalamnya banyak mengandung manfaat. Imam Bukhari telah meriwayatkannya pada beberapa penggalan pada kitab shahihnya, juga Imam Muslim telah meriwayatkan hadits ini pada simpulan penggalan Jihad.
Hadits ini salah satu pokok penting aliran islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’I berkata : “Hadits perihal niat ini meliputi sepertiga ilmu.” Begitu pula kata imam Baihaqi dll. Hal itu alasannya ialah perbuatan insan terdiri dari niat didalam hati, ucapan dan tindakan. Sedangkan niat merupakan salah satu dari tiga penggalan itu. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, “Hadits ini meliputi tujuh puluh penggalan fiqih”, sejumlah Ulama’ menyampaikan hadits ini meliputi sepertiga aliran islam.
Para ulama gemar memulai karangan-karangannya dengan mengutip hadits ini. Di antara mereka yang memulai dengan hadits ini pada kitabnya ialah Imam Bukhari. Abdurrahman bin Mahdi berkata : “bagi setiap penulis buku hendaknya memulai tulisannya dengan hadits ini, untuk mengingatkan para pembacanya supaya meluruskan niatnya”.
Hadits ini dibanding hadits-hadits yang lain ialah hadits yang sangat terkenal, tetapi dilihat dari sumber sanadnya, hadits ini ialah hadits ahad, alasannya ialah hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Dari Umar hanya diriwayatkan oleh ‘Alqamah bin Abi Waqash, lalu hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dan selanjutnya hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id Al Anshari, lalu barulah menjadi populer pada perawi selanjutnya. Lebih dari 200 orang rawi yang meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dan kebanyakan mereka ialah para Imam.
Pertama : Kata “Innamaa” bermakna “hanya/pengecualian” , yaitu menetapkan sesuatu yang disebut dan mengingkari selain yang disebut itu. Kata “hanya” tersebut terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian secara mutlak dan terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian yang terbatas. Untuk membedakan antara dua pengertian ini sanggup diketahui dari susunan kalimatnya. Misalnya, kalimat pada firman Allah : “Innamaa anta mundzirun” (Engkau (Muhammad) hanyalah seorang penyampai ancaman). (QS. Ar-Ra’d : 7) Kalimat ini secara sepintas menyatakan bahwa kiprah Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam hanyalah memberikan bahaya dari Allah, tidak memiliki tugas-tugas lain. Padahal bekerjsama dia memiliki aneka macam tugas, ibarat memberikan kabar bangga dan lain sebagainya. Begitu juga kalimat pada firman Allah : “Innamal hayatud dunyaa la’ibun walahwun” à “Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan dan permainan”. (QS. Muhammad : 36) Kalimat ini (wallahu a’lam) menunjukkan pembatasan berkenaan dengan jawaban atau dampaknya, apabila dikaitkan dengan hakikat kehidupan dunia, maka kehidupan sanggup menjadi wahana berbuat kebaikan. Dengan demikian apabila disebutkan kata “hanya” dalam suatu kalimat, hendaklah diperhatikan betul pengertian yang dimaksudkan.
Pada Hadits ini, kalimat “Segala amal hanya berdasarkan niatnya” yang dimaksud dengan amal disini ialah semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa berdasarkan agama islam. Tentang sabda Rasulullah, “semua amal itu tergantung niatnya” ada perbedaan pendapat para ulama perihal maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat sebagai syarat sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat sebagai penyempurna sehingga amal itu akan tepat apabila ada niat.
Kedua : Kalimat “Dan setiap orang hanya mendapat sesuai niatnya” oleh Khathabi dijelaskan bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari sebelumnya. Yaitu menegaskan sah tidaknya amal bergantung pada niatnya. Juga Syaikh Muhyidin An-Nawawi menandakan bahwa niat menjadi syarat sahnya amal. Sehingga seseorang yang meng-qadha sholat tanpa niat maka tidak sah Sholatnya, walahu a’lam
Ketiga : Kalimat “Dan Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya” berdasarkan penetapan andal bahasa Arab, bahwa kalimat syarat dan jawabnya, begitu pula mubtada’ (subyek) dan khabar (predikatnya) haruslah berbeda, sedangkan di kalimat ini sama. Karena itu kalimat syarat bermakna niat atau maksud baik secara bahasa atau syari’at, maksudnya barangsiapa berhijrah dengan niat alasannya ialah Allah dan Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya.
Hadits ini memang muncul alasannya ialah adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah ke Madinah untuk mengawini perempuan berjulukan Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk mendapat pahala hijrah alasannya ialah itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais. Wallahu a’lam
عن أبي عـبد الرحمن عبد الله بن عـمر بـن الخطاب رضي الله عـنهما ، قـال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسـلم يقـول : بـني الإسـلام على خـمـس : شـهـادة أن لا إلـه إلا الله وأن محمد رسول الله ، وإقامة الصلاة ، وإيـتـاء الـزكـاة ، وحـج البيت ، وصـوم رمضان
Dari Abu Abdirrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab radhiallahu 'anhuma berkata : saya mendengar Rasulullah bersabda: "Islam didirikan diatas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan Muhammad yaitu utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan ramadhan".
Abul ‘Abbas Al-Qurtubi berkata : “Lima hal tersebut menjadi asas agama Islam dan landasan tegaknya Islam. Lima hal tersebut diatas disebut secara khusus tanpa menyebutkan Jihad (Padahal Jihad yaitu membela agama dan mengalahkan penentang-penentang yang kafir) Karena kelima hal tersebut merupakan kewajiban yang abadi, sedangkan jihad merupakan salah satu fardhu kifayah, sehingga pada ketika tertentu dapat menjadi tidak wajib.
Pada beberapa riwayat disebutkan, Haji lebih dahulu dari Puasa Romadhon. Hal ini yaitu keraguan perawi. Wallahu A’lam (Imam Muhyidin An Nawawi dalam mensyarah hadits ini berkata, “Demikian dalam riwayat ini, Haji disebutkan lebih dahulu dari puasa. Hal ini sekedar tertib dalam menyebutkan, bukan dalam hal hukumnya, alasannya yaitu puasa ramadhon diwajibkan sebelum kewajiban haji. Dalam riwayat lain disebutkan puasa disebutkan lebih dahulu daripada haji”) Oleh alasannya yaitu itu, Ibnu Umar ketika mendengar seseorang mendahulukan menyebut haji daripada puasa, ia melarangnya kemudian ia mendahulukan menyebut puasa daripada haji. Ia berkata : “Begitulah yang saya dengar dari Rosululloh ”
Pada salah satu riwayat Ibnu ‘Umar disebutkan “Islam didirikan atas ratifikasi bahwa engkau menyembah Allah dan mengingkari sesembahan selain-Nya dan melakukan Sholat….” Pada riwayat lain disebutkan : seorang pria berkata kepada Ibnu ‘Umar, “Bolehkah kami berperang ?” Ia menjawab : “Aku mendengar Rosululloh bersabda, “Islam didirikan atas lima hal ….” Hadits ini merupakan dasar yang sangat utama guna mengetahui agama dan apa yang menjadi landasannya. Hadits ini telah meliputi apa yang menjadi rukun-rukun agama.
عن أبي عبدالرحمن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه قال حدثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق " إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم علقه مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك , ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح , ويؤمر بأربع كلمات : بكتب رزقه , وأجله , وعمله , وشقي أم سعيد . فوالله الذي لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار , وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة
Terjemahan:
Dari Abu 'Abdirrahman Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anh, ia berkata : bahwa Rasulullah telah bersabda, "Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi 'Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga kemudian menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya kemudian diperintahkan untuk menuliskan 4 kata : Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan jago nirwana sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan nirwana kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh kemudian ia melaksanakan perbuatan jago neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan jago neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh kemudian ia melaksanakan perbuatan jago nirwana dan ia masuk surga.
[Bukhari no. 3208, Muslim no. 2643]
Kajian Hadits Arbain ke 4 Bersama Ustadz Abdul Somad LC, MA
Penjelasan:
Kalimat, “Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya ” maksudnya yaitu Air mani yang memancar kedalam rahim, kemudian Allah pertemukan dalam rahim tersebut selama 40 hari. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa ia menafsirkan kalimat diatas dengan menyatakan, “Nutfah yang memancar kedalam rahim jikalau Allah menghendaki untuk dijadikan seorang manusia, maka nutfah tersebut mengalir pada seluruh pembuluh darah wanita hingga kepada kuku dan rambut kepalanya, kemudian tinggal selama 40 hari, kemudian menjelma darah yang tinggal didalam rahim. Itulah yang dimaksud dengan Allah mengumpulkannya” Setelah 40 hari Nutfah menjadi ‘Alaqah (segumpal darah)
Kalimat, “kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya” yaitu Malaikat yang mengurus rahim
Kalimat "Sesungguhnya ada seseorang diantara kau melaksanakan amalan jago surga........" secara tersurat menyampaikan bahwa orang tersebut melaksanakan amalan yang benar dan amal itu mendekatkan pelakunya ke nirwana sehingga ia hampir sanggup masuk ke nirwana kurang satu hasta. Ia ternyata terhalang untuk memasukinya alasannya ialah taqdir yang telah ditetapkan bagi dirinya di simpulan masa hayatnya dengan melaksanakan perbuatan jago neraka. Dengan demikian, perhitungan semua amal baik itu tergantung pada apa yang telah dilakukannya. Akan tetapi, jikalau ternyata pada alhasil tertutup dengan amal buruk, maka ibarat yang dikatakan pada sebuah hadits: "Segala amal perbuatan itu perhitungannya tergantung pada amal terakhirnya." Maksudnya, berdasarkan kami hanya menyangkut orang-orang tertentu dan keadaan tertentu. Adapun hadits yang disebut oleh Imam Muslim dalam Kitabul Iman dari kitab shahihnya bahwa Rasulullah berkata: " Seseorang melaksanakan amalan jago nirwana dalam pandangan manusia, tetapi sebetulnya ia ialah jago neraka." Menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya semata-mata untuk mendapat pujian/popularitas. Yang perlu diperhatikan ialah niat pelakunya bukan perbuatan lahiriyahnya, orang yang selamat dari riya' semata-mata alasannya ialah karunia dan rahmat Allah Ta'ala.
Kalimat " maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya ada seseorang diantara kau melaksanakan amalan jago nirwana sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan nirwana kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh kemudian ia melaksanakan perbuatan jago neraka dan ia masuk neraka. " Maksudnya bahwa, hal semacam ini bisa saja terjadi namun sangat jarang dan bukan merupakan hal yang umum. Karena kemurahan, keluasan dan rahmat Allah kepada manusia. Yang banyak terjadi insan yang tidak baik menjelma baik dan jarang orang baik menjadi tidak baik.
Firman Allah, “Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku” menyampaikan adanya kepastian taqdir sebagaimana pendirian ahlussunnah bahwa segala insiden berlangsung dengan ketetapan Allah dan taqdir-Nya, dalam hal keburukan dan kebaikan juga dalam hal bermanfaat dan berbahaya. Firman Allah, QS. Al-Anbiya’ : 23, “Dan Dia tidak dimintai tanggung jawab atas segala tindakan-Nya tetapi mereka akan dimintai tanggung jawab” menyatakan bahwa kekuasaan Allah tidak tertandingi dan Dia melaksanakan apa saja yang dikehendaki dengan kekuasaa-Nya itu.
Imam Sam’ani berkata : “Cara untuk sanggup memahami pengertian semacam ini ialah dengan menggabungkan apa yang tersebut dalam Al Qur’an dan Sunnah, bukan semata-mata dengan qiyas dan akal. Barang siapa yang menyimpang dari cara ini dalam memahami pengertian di atas, maka ia akan sesat dan berada dalam kebingungan, ia tidak akan memperoleh kepuasan hati dan ketentraman. Hal ini alasannya ialah taqdir merupakan salah satu belakang layar Allah yang tertutup untuk diketahui oleh insan dengan nalar ataupun pengetahuannya. Kita wajib mengikuti saja apa yang telah dijelaskan kepada kita tanpa boleh mempersoalkannya. Allah telah menutup makhluk dari kemampuan mengetahui taqdir, alasannya ialah itu para malaikat dan para nabi sekalipun tidak ada yang mengetahuinya”.
Ada pendapat yang menyampaikan : “Rahasia taqdir akan diketahui oleh makhluk saat mereka menjadi penghuni surga, tetapi sebelumnya tidak sanggup diketahui”.
Beberapa Hadits telah memutuskan larangan kepada seseorang yang tdak mau melaksanakan sesuatu amal dengan alasan telah ditetapkan taqdirnya. Bahkan, semua amal dan perintah yang tersebut dalam syari’at harus dikerjakan. Setiap orang akan diberi jalan yang gampang menuju kepada taqdir yang telah ditetapkan untuk dirinya. Orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang beruntung maka ia akan gampang melaksanakan perbuatan-perbuatan golongan yang beruntung sebaliknya orang-orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang celaka maka ia akan gampang melaksanakan perbuatan-perbuatan golongan celaka sebagaimana tersebut dalam Firman Allah : “Maka Kami akan mudahkan ia untuk memperoleh keberuntungan”. (QS. Al Lail :7)
“Kemudian Kami akan mudahkan ia untuk memperoleh kesusahan”. (QS.Al Lail :10)
Para ulama berkata : “Al Qur’an, lembaran, dan penanya, semuanya wajib diimani begitu saja, tanpa mempersoalkan corak dan sifat dari benda-benda tersebut, alasannya ialah hanya Allah yang mengetahui”.
Allah berfirman : “Manusia tidak sedikit pun mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah kehendaki”.(QS. Al Baqarah : 255).
Terjemah dan Syarah Hadits Arbain Nawawi Ke 5 Tentang Amalan Bid'ah Ditolak
الحديث الخامس
عن أم المؤمنين أم عبدالله عائشة رضي الله عنها قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد " رواه البخاري ومسلم , وفي رواية لمسلم " من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
Terjemahan:
Dari Ummul mukminin, Ummu 'Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka ia tertolak". (Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melaksanakan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka ia tertolak”)
[Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718]
Kajian Hadits Arbain ke 5 Bersama Ustadz Abdul Somad, LC. MA
Penjelasan:
Kata “Raddun” berdasarkan jago bahasa maksudnya tertolak atau tidak sah. Kalimat “bukan dari urusan kami” maksudnya bukan dari aturan kami. Hadits ini merupakan salah satu anutan penting dalam agama Islam yang merupakan kalimat pendek yang penuh arti yang dikaruniakan kepada Rasulullah. Hadits ini dengan tegas menolak setiap kasus bid’ah dan setiap kasus (dalam urusan agama) yang direkayasa. Sebagian jago ushul fiqih menimbulkan hadits ini sebagai dasar kaidah bahwa setiap yang terlarang dinyatakan sebagai hal yang merusak.
Pada riwayat imam muslim diatas disebutkan, “Barangsiapa melaksanakan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka ia tertolak” dengan terang menyatakan keharusan meninggalkan setiap kasus bid’ah, baik ia ciptakan sendiri atau hanya mengikuti orang sebelumnya. Sebagian orang yang ingkar (ahli bid’ah) menimbulkan hadits ini sebagai bantalan an kalau ia melaksanakan suatu perbuatan bid’ah, ia menyampaikan : “Bukan saya yang menciptakannya” maka pendapat tersebut terbantah oleh hadits diatas.
Hadits ini patut dihafal, disebarluaskan, dan dipakai sebagai bantahan terhadap kaum yang ingkar alasannya isinya meliputi semua hal. Adapun hal-hal yang tidak merupakan pokok agama sehingga tidak diatur dalam sunnah, maka tidak tercakup dalam larangan ini, menyerupai menulis Al-Qur’an dalam Mushaf dan pembukuan pendapat para jago fiqih yang bertaraf mujtahid yang menandakan permasalahan-permasalahan furu’ dari pokoknya, adalah sabda Rosululloh . Demikian juga mengarang kitab-kitab nahwu, ilmu hitung, faraid dan sebagainya yang semuanya bersandar kepada sabda Rasulullah dan perintahnya. Kesemua perjuangan ini tidak termasuk dalam ancamanhadits diatas.Wallahu a’lam
Terjemah dan Syarah Hadits Arbain Nawawi Ke 6 Tentang Halal Haram Yang Sudah Jelas
الحديث السادس
عن أبي عبدالله النعمان بن بشير رضي الله عنهما قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول " إن الحلال بين و الحرام بين , وبينهما مشتبهات قد لا يعلمهن كثير من الناس , فمن اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه , ومن وقع في الشبهات فقد وقع في الحرام , كالراعي يرعى حول الحمى يوشك أن يرتع فيه , ألا وأن لكل ملك حمى , ألا وإن حمى الله محارمه , إلا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله , وإذا فسدت فسد الجسد كله , ألا وهي القلب
Terjemahan:
Dari Abu 'Abdillah An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma berkata,"Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya yang Halal itu terang dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada kasus yang samar-samar, kebanyakan insan tidak mengetahuinya, maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang kurang jelas itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya, dan barangsiapa terjerumus dalam wilayah kurang jelas maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram, menyerupai penggembala yang menggembala di sekitar tempat terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya. Ingatlah setiap raja mempunyai larangan dan ingatlah bahwa larangan Alloh apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging bila ia baik maka oke seluruh jasadnya dan bila ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu ialah hati”.
[Bukhari no. 52, Muslim no. 1599]
Kajian Hadits Arbain ke 6 Bersama Ustadz Abdul Somad, LC. MA
Penjelasan:
Hadits ini merupakan salah satu pokok syari’at Islam. Abu Dawud As Sijistani berkata, “Islam bersumber pada empat (4) hadits.” Dia sebutkan diantaranya ialah hadits ini. Para ulama telah setuju atas keagungan dan banyaknya manfaat hadits ini.
Kalimat, “Sesungguhnya yang Halal itu terang dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada kasus yang samar-samar” maksudnya segala sesuatu terbagi kepada tiga macam hokum. Sesuatu yang ditegaskan halalnya oleh Allah, maka dia ialah halal, menyerupai firman Allah (QS. Al-Maa’idah 5 : 5),”Aku Halalkan bagi kau hal-hal yang baik dan masakan (sembelihan) jago kitab halal bagi kamu” dan firman-Nya dalam (QS. An-Nisaa 4:24), “Dan dihalalkan bagi kau selain dari yang tersebut itu” dan lain-lainnya. Adapun yang Allah nyatakan dengan tegas haramnya, maka dia menjadi haram, menyerupai firman Allah dalam (QS. An-Nisaa’ 4:23), “Diharamkan bagi kau (menikahi) ibu-ibu kamu, bawah umur wanita kau …..” dan firman Allah (QS. Al-Maa’idah 5:96), “Diharamkan bagi kau memburu binatang didarat selama kau ihram”. Juga diharamkan perbuatan keji yang terang-terangan maupun yang tersembunyi. Setiap perbuatan yang Allah mengancamnya dengan eksekusi tertentuatau siksaan atau bahaya keras, maka perbuatan itu haram.
Adapun yang syubhat (samar) yaitu setiap hal yang dalilnya masih dalam pembicaraan atau pertentangan, maka menjauhi perbuatan semacam itu termasuk wara’. Para Ulama berbeda pendapat mengenai pengertian syubhat yang diisyaratkan oleh Rasulullah . Pada hadits tersebut, sebagian Ulama beropini bahwa hal semacam itu haram hukumnya menurut sabda Rasulullah, “barangsiapa menjaga dirinya dari yang kurang jelas itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya”. Barangsiapa tidak menyelamatkan agama dan kehormatannya, berarti dia telah terjerumus kedalam perbuatan haram. Sebagian yang lain beropini bahwa hal yang syubhat itu hukumnya halal dengan bantalan an sabda Rasulullah, “seperti penggembala yang menggembala di sekitar tempat terlarang” kalimat ini mengatakan bahwa syubhat itu halal, tetapi meninggalkan yang syubhat ialah sifat yang wara’. Sebagian lain lagi berkata bahwa syubhat yang tersebut pada hadits ini tidak sanggup dikatakan halal atau haram, lantaran Rasulullah menempatkannya diantara halal dan haram, oleh lantaran itu kita menentukan membisu saja, dan hal itu termasuk sifat wara’ juga.
Dalam shahih Bukhari dan Muslim disebutkan sebuah hadits dari ‘Aisyah, ia berkata : “Sa’ad bin Abu Waqash dan ‘Abd bin Zam’ah mengadu kepada Rasulullah wacana seorang anak laki-laki. Sa’ad berkata : Wahai Rasulullah anak pria ini ialah anak saudara laki-lakiku.’Utbah bin Abu Waqash. Ia (‘Utbah) mengaku bahwa anak pria itu ialah anaknya. Lihatlah kemiripannya” sedangkan ‘Abd bin Zam’ah berkata; “ Wahai Rasulullah, Ia ialah saudara laki-lakiku, Ia dilahirkan ditempat tidur ayahku oleh budak wanita milik ayahku”, kemudian Rasulullah memperhatikan wajah anak itu (dan melihat kemiripannya dengan ‘Utbah) maka dia Rasulullah bersabda : “Anak pria ini untukmu wahai ‘Abd bin Zam’ah, anak itu milik pria yang menjadi suami wanita yang melahirkannya dan bagi orang yang berzina hukumannya rajam. Dan wahai Saudah, berhijablah kau dari anak pria ini” semenjak ketika itu Saudah tidak pernah melihat anak pria itu untuk seterusnya.
Rasulullah telah menetapkan bahwa anak itu menjadi hak suami dari wanita yang melahirkannya, secara formal anak pria itu menjadi anak Zam’ah. ‘Abd bin Zam’ah ialah saudara pria Saudah, istri Rasulullah , lantaran Saudah putrid Zam’ah. Ketetapan semacam ini menurut suatu dugaan yang besar lengan berkuasa bukan suatu kepastian. Kemudian Rasulullah menyuruh Saudah untuk berhijab dari anak pria itu lantaran adanya syubhat dalam persoalan itu. Kaprikornus tindakan ini bersifat kehati-hatian. Hal itu termasuk perbuatan takut kepada Allah SWT, alasannya ialah bila memang niscaya dalam pandangan Rasulullah anak pria itu ialah anak Zam’ah, tentulah Rasulullah tidak menyuruh Saudah berhijab dari saudara laki-lakinya yang lain, yaitu ‘Abd bin Zam’ah dan saudaranya yang lain.
Pada Hadits ‘Adi bin Hatim, ia berkata : “Wahai Rasulullah, saya melepas anjing saya dengan ucapan Bismillah untuk berburu, kemudian saya dapati ada anjing lain yang melaksanakan perburuan” Rasulullah bersabda, “Janganlah kau makan (hewan buruan yang kau dapat) lantaran yang kau sebutkan Bismillah hanyalah anjingmu saja, sedang anjing yang lain tidak”. Rasulullah memberi pedoman semacam ini dalam persoalan syubhat lantaran dia khawatir bila anjing yang menerkam binatang buruan tersebut ialah anjing yang dilepas tanpa menyebut Bismillah. Kaprikornus seakan-akan binatang itu disembelih dengan cara diluar aturan Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya hal itu ialah perbuatan fasiq” (QS. Al-An’am 6:121) Dalam pedoman ini Rasulullah mengatakan sifat kehati-hatian terhadap hal-hal yang masih samar wacana halal atau haramnya, lantaran sebab-sebab yang masih belum jelas. Inilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah , “Tinggalkanlah sesuatu yang mencurigai kau untuk berpegang pada sesuatu yang tidak mencurigai kamu” Sebagian Ulama berpendapat, syubhat itu ada tiga macam : 1. Sesuatu yang sudah diketahui haramnya oleh insan tetapi orang itu ragu apakah masih haram hukumnya atau tidak. à contohnya makan daging binatang yang tidak niscaya cara penyembelihannya, maka daging semacam ini haram hukumnya kecuali terbukti dengan yakin telah disembelih (sesuai aturan Allah). Dasar dari perilaku ini ialah hadits ‘Adi bin Hatim menyerupai tersebut diatas. 2. Sesuatu yang halal tetapi masih diragukan kehalalannya, à menyerupai seorang pria yang punya istri namun ia ragu-ragu, apakah dia telah menjatuhkan thalaq kepada istrinya atau belum, ataukah istrinya seorang wanita budak atau sudah dimerdekakan. Hal menyerupai ini hukumnya mubah sampai diketahui kepastian haramnya, dasarnya ialah hadits ‘Abdullah bin Zaid yang ragu-ragu wacana hadats, padahal sebelumnya ia yakin telah bersuci. 3. Seseorang ragu-ragu wacana sesuatu dan tidak tahu apakah hal itu haram atau halal, dan kedua kemungkinan ini bisa terjadi sedangkan tidak ada petunjuk yang menguatkan salah satunya. Hal semacam ini sebaiknya dihindari, sebagaimana Rasulullah pernah melakukannya pada masalah sebuah kurma yang jatuh yang dia temukan dirumahnya, kemudian Rasulullah bersabda : “Kalau saya tidak takut kurma ini dari barang zakat, tentulah saya telah memakannya” Adapun orang yang mengambil perilaku hati-hati yang berlebihan, menyerupai tidak memakai air bekas yang masih suci lantaran khawatir terkena najis, atau tidak mau sholat disuatu tempat yang higienis lantaran khawatir ada bekas air kencing yang sudah kering, mencuci pakaian lantaran khawatir pakaiannya terkena najis yang tidak diketahuinya dan sebagainya, perilaku semacam ini tidak perlu diikuti, alasannya ialah kehati-hatian yang hiperbola tanda adanya halusinasi dan bisikan setan, lantaran dalam persoalan tersebut tidak ada persoalan syubhat sedikitpun. Wallahu a’lam.
Kalimat, “kebanyakan insan tidak mengetahuinya” maksudnya tidak mengetahui wacana halal dan haramnya, atau orang yang mengetahui hal syubhat tersebut didalam dirinya masih tetap menghadapi keraguan antara dua hal tersebut, bila ia mengetahui bahu-membahu atau kepastiannya, maka keraguannya menjadi hilang sehingga hukumnya niscaya halal atau haram. Hal ini mengatakan bahwa persoalan syubhat mempunyai hokum tersendiri yang diterangkan oleh syari’at sehingga sebagian orang ada yang berhasil mengetahui hukumnya dengan benar.
Kailmat, “maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang kurang jelas itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya” maksudnya menjaga dari kasus yang syubhat. Kalimat, “barangsiapa terjerumus dalam wilayah kurang jelas maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram” hal ini sanggup terjadi dalam dua hal : 1. Orang yang tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak memperdulikan kasus syubhat maka hal semacam itu akan menjerumuskannya kedalam kasus haram, atau lantaran perilaku sembrononya menciptakan dia berani melaksanakan hal yang haram, menyerupai kata sebagian orang : “Dosa-dosa kecil sanggup mendorong perbuatan dosa besar dan dosa besar mendorong pada kekafiran” 2. Orang yang sering melaksanakan kasus syubhat berarti telah menzhalimi hatinya, lantaran hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’ kedalam hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah terjerumus kedalam kasus haram. Terkadang hal menyerupai itu menimbulkan perbuatan dosa bila mengakibatkan pelanggaran syari’at.
Rasulullah bersabda : “seperti penggembala yang menggembala di sekitar tempat terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya” ini ialah kalimat perumpamaan bagi orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah. Dahulu orang arab biasa menciptakan pagar biar binatang peliharaannya tidak masuk ke tempat terlarang dan menciptakan bahaya kepada siapapun yang mendekati tempat terlarang tersebut. Orang yang takut mendapat eksekusi dari penguasa akan menjauhkan gembalaannya dari tempat tersebut, lantaran kalau mendekati wilayah itu biasanya terjerumus. Dan terkadang penggembala hanya seorang diri sampai tidak bisa mengawasi seluruh binatang gembalaannya. Untuk kehati-hatian maka ia menciptakan pagar biar gembalaannya tidak mendekati wilayah terlarang sehingga terhindar dari hukuman. Begitu juga dengan larangan Allah menyerupai membunuh, mencuri, riba, minum khamr, qadzaf, menggunjing, mengadu domba dan sebagainya ialah hal-hal yang tidak patut didekati lantaran khawatir terjerumus dalam perbuatan itu.
Kalimat, “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging bila ia baik maka oke seluruh jasadnya” yang dimaksud ialah hati, betapa pentingnya daging ini walaupun bentuknya kecil, daging ini disebut Al-Qalb (hati) yang merupakan anggota badan yang paling terhormat, lantaran ditempat inilah terjadi perubahan gagasan, sebagian penyair bersenandung, “Tidak dinamakan hati kecuali lantaran menjadi tempat terjadinya perubahan gagasan, lantaran itu waspadalah terhadap hati dari perubahannya” Allah menyebutkan bahwa insan dan binatang mempunyai hati yang menjadi pengatur kebaikan-kebaikan yang diinginkan. Hewan dan insan dalam segala jenisnya bisa melihat yang baik dan buruk, kemudian Allah mengistimewakan insan dengan karunia logika disamping dikaruniai hati sehingga berbeda dari hewan. Allah berfirman, “Tidakkah mereka mau berkelana dimuka bumi lantaran mereka mempunyai hati untuk berpikir, atau pendengaran untuk mendengar…” (QS. Al-Hajj 22:46). Allah telah melengkapi dengan anggota badan lainnya yang dijadikan tunduk dan patuh kepada akal. Apa yang sudah dipertimbangkan akal, anggota badan tinggal melaksanakan keputusan logika itu, bila akalnya baik maka perbuatannya baik, bila akalnya jelek, perbuatannya juga jelek. Bila kita telah memahami hal diatas, maka kita bisa menangkap dengan terang sabda Rasulullah , “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging bila ia baik maka oke seluruh jasadnya dan bila ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu ialah hati”. Kita memohon kepada Allah semoga Dia menimbulkan hati kita yang buruk menjadi baik, wahai Tuhan pemutar balik hati, teguhkanlah hati kami pada agama-Mu, wahai Tuhan pengendali hati, arahkanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.
Terjemah dan Syarah Hadits Arbain Nawawi Ke 8 Tentang Memerangi Manusia Ingkar
الحديث الثامن
عن ابن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال " أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة , فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام وحسابهم على الله تعالى
Terjemahan:
Dari Ibnu 'Umar radhiallahu 'anhuma, bahwasanya Rasulullah telah bersabda : "Aku diperintah untuk memerangi insan hingga ia mengucapkan laa ilaaha illallaah, menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat. Barangsiapa telah mengucapkannya, maka ia telah memelihara harta dan jiwanya dari saya kecuali lantaran alasan yang hak dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah Ta'ala".
[Bukhari no. 25, Muslim no. 22]
Penjelasan Hadits Arba'in ke 8 Tentang Memerangi Manusia Ingkar - Oleh Ustadz Abdul Somad, LC. MA
Penjelasan:
Hadits ini amat berharga dan termasuk salah satu prinsip Islam. Hadits yang semakna juga diriwayatkan oleh Anas, Rasulullah bersabda : “Sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad yaitu hamba dan rasul-Nya, menghadap kepada kiblat kita, memakan sembelihan kita dan melaksanakan shalat kita. Jika mereka melaksanakan hal itu, maka darah mereka dan harta mereka haram kita sentuh kecuali lantaran hak. Bagi mereka hak sebagaimana yang diperoleh kaum muslim dam mereka memikul kewajiban sebagaimana yang menjadi kewajiban kaum muslimin”.
Dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah disebutkan sabda dia : “Sampai mereka bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah dan beriman kepadaku dan apa yang saya bawa“.
Hal ini sesuai dengan kandungan Hadits riwayat dari ‘Umar diatas.
Tentang maksud hadits ini para ulama mengartikannya menurut sejarah, yaitu tatkala Rasulullah wafat dan Abu Bakar Ash Shiddiq diangkat sebagai khalifah untuk menggantikannya, sebagian dari orang Arab menjadi kafir. Abu Bakar bertekad untuk memerangi mereka sekalipun di antara mereka ada yang tidak kafir tetapi menolak membayar zakat. Abu Bakar kemudian mengemukakan alasan perbuatannya itu, tetapi ‘Umar berkata kepadanya : “Bagaimana engkau akan memerangi insan sedangkan mereka mengucapakan laa ilaaha illallaah dan Rasulullah bersabda : “Aku diperintah untuk memerangi insan hingga ia mengucapkan laa ilaaha illallaah ... dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah Ta’ala”. Abu Bakar kemudian menjawab : “Sesungguhnya zakat itu yaitu kewajiban yang bersifat kebendaan”. Lalu katanya : “Demi Allah, jika mereka merintangiku untuk mengambil seutas tali unta yang mereka dahulu serahkan sebagai zakat kepada Rasulullah pasti saya perangi mereka lantaran penolakannya itu”.Maka kemudian Umar mengikuti jejak Abu Bakar untuk memerangi kaum tersebut.
Kalimat "Aku diperintah untuk memerangi insan hingga ia mengucapkan laa ilaaha illallaah, dan barangsiapa telah mengucapkannya, maka ia telah memelihara harta dan jiwanya dari saya kecuali lantaran alasan yang hak dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah”. Khatabi dan lain-lain bekata : “Yang dimaksud oleh Hadits ini ialah kaum penyembah berhala dan kaum Musyrik Arab serta orang yang tidak beriman, bukan golongan Ahli kitab dan mereka yang mengakui keesaan Allah”. Untuk terpeliharanya orang-orang semacam itu tidak cukup dengan mengucapkan laa ilaaha illallaah saja, lantaran sebelumnya mereka sudah menyampaikan kalimat tersebut semasa masih sebagai orang kafir dan hal itu sudah menjadi keimanannya. Tersebut juga didalam hadits lain kalimat “dan bahwasanya saya yaitu rasul Allah, mereka melaksanakan shalat, dan mengeluarkan zakat”.
Syaikh Muhyidin An Nawawi berkata : “Di samping mengucapkan hal semacam ini ia juga harus mengimani semua aliran yang dibawa Rasulullah menyerupai tersebut pada riwayat lain dari Abu Hurairah, yaitu kalimat, “sampai mereka bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah, beriman kepadaku dan apasaja yang saya bawa” Kalimat, “Dan perhitungannya terserah kepada Allah” maksudnya ialah wacana hal-hal yang mereka rahasiakan atau mereka sembunyikan, bukan meninggalkan perbuatan-perbuatan lahiriah yang wajib. Demikian disebutkan oleh khathabi. Khathabi berkata : Orang yang secara lahiriah menyatakan keislamannya, sedang hatinya menyimpan kekafiran, secara formal keislamannya diterima” ini yaitu pendapat sebagian besar ulama. Imam Malik berkata : “Tobat orang yang secara lahiriah menyatakan keislaman tetapi menyimpan kekafiran dalam hatinya (zindiq) tidak diterima” ini juga merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad.
Kalimat, “aku diperintah memerangi insan hingga mereka bersaksi tidak ada ilahi kecuali Allah dan mereka beriman kepadaku dan apa yang saya bawa” menjadi alasan yang tegas dari mazhab salaf bahwa insan apabila meyakini islam dengan sungguh-sungguh tanpa sedikitpun keraguan, maka hal itu sudah cukup bagi dirinya. Dia tidak perlu mempelajari aneka macam dalil hebat ilmu kalam dan mengenal Allah dengan dalil-dalil semacam itu. Hal ini berbeda dengan mereka yang beropini bahwa orang tersebut wajib mempelajari dalil-dalil semacam itu dan dijadikannya sebagai syarat masuk Islam. Pendapat ini terang sekali kesalahannya, alasannya yaitu yang dimaksud oleh hadits diatas, adanya keyakinan yang sungguh-sungguh dalam diri seseorang. Hal ini sudah sanggup terpenuhi tanpa harus mempelajari dalil-dalil semacam itu, alasannya yaitu Rasulullah mencukupkan dengan mempercayai aliran apa saja yang dia bawa tanpa mensyaratkan mengetahui dalil-dalilnya. Didalam hal ini terdapat beberapa hadits shahih yang jumlah sanadnya mencapai derajat mutawatir dan bernilai pengetahuan yang pasti. Wallahu a’lam
Terjemah dan Syarah Hadits Arbain Nawawi Ke 19 Wasiat Rosul Kepada Ibnu Abbas, Minta Tolong dan Berlindung Kepada Allah
الحديث التاسع عشر
عن أبي العباس عبدالله بن عباس رضي الله عنه قال كنت خلف النبي صلى الله عليه وسلم يوماً فقال " يا غلام , إني أعلمك كلمات : احفظ الله يحفظك , احفظ الله تجده تجاهك , إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله , واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك , وإن اجتمعوا على أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك , رفعت الأقلام وجفت الصحف " رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح وفي رواية غير الترمذي : احفظ الله تجده أمامك , تعرف إلى الله في الرخاء يعرفك في الشدة , واعلم أن ما أخطأك لم يكن ليصيبك وما أصابك لك يكن ليخطئك , واعلم أن النصر مع الصبر , وأن الفرج مع الكرب , وأن مع العسر يسراً
Terjemahan:
Dari Abu Al ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata : Pada suatu hari saya pernah berada di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dia bersabda : "Wahai anak muda, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat : Jagalah Allah, pasti Dia akan menjaga kamu. Jagalah Allah, pasti kau akan mendapati Dia di hadapanmu. Jika kau minta, mintalah kepada Allah. Jika kau minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah. Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memperlihatkan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kau peroleh selain dari apa yang sudah Allah menetapkan untuk dirimu. Sekiranya mereka pun berkumpul untuk melaksanakan sesuatu yang membahayakan kamu, pasti tidak akan membahayakan kau kecuali apa yang telah Allah menetapkan untuk dirimu. Segenap pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering." (HR. Tirmidzi, ia telah berkata : Hadits ini hasan, pada lafazh lain hasan shahih. Dalam riwayat selain Tirmidzi : “Hendaklah kau selalu mengingat Allah, pasti kau mendapati-Nya di hadapanmu. Hendaklah kau mengingat Allah di waktu lapang (senang), pasti Allah akan mengingat kau di waktu sempit (susah). Ketahuilah bahwa apa yang semestinya tidak menimpa kamu, tidak akan menimpamu, dan apa yang semestinya menimpamu tidak akan terhindar darimu. Ketahuilah bahwasanya kemenangan menyertai kesabaran dan bahwasanya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan”)
[Tirmidzi no. 2516]
Penjelasan:
Riwayat hidup ‘Abdullah bin ‘Abbas sudah banyak dikenal. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mendo’akannya dengan sabdanya : “Ya Allah, jadikanlah dia paham perihal agamanya dan ajarkanlah kepadanya penafsiran Al Qur’an”.
Nabi juga mendo’akannya semoga diberi pesan tersirat dua kali. Ada riwayat yang sah dari dirinya bahwa dia pernah melihat Jibril dua kali. Ia ialah ulama yang kaya ilmu di kalangan umat Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melihatnya sebagai seorang anak yang patut mendapatkan pesan beliau.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepadanya : “Jagalah Allah, pasti Dia akan menjaga kamu”, maksudnya hendaklah kau menjadi orang yang taat kepada Tuhanmu, melaksanakan semua perintah-Nya, dan menjauhi semua larangan-Nya.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Jagalah Allah, pasti kau akan mendapati Dia di hadapanmu”, maksudnya hendaklah berinfak karena-Nya dengan penuh ketaatan sehingga Allah tidak memandangmu sebagai orang yang menyalahi perintah-Nya, pasti kau akan mendapati Allah menjadi penolongmu di ketika situasi sulit, menyerupai yang pernah terjadi pada dongeng tiga orang yang tertimpa hujan lebat kemudian mereka berlindung di dalam gua, kemudian pintu gua tertutup batu. Pada ketika itu mereka berkata kepada sesamanya : “Ingatlah kebaikan yang pernah kau lakukan, kemudian mohonlah kepada Allah dengan kebaikan itu supaya kau diselamatkan”. Kemudian masing-masing menyebut kebaikan yang pernah dilakukan, maka watu epilog gua itu kemudian terbuka kemudian mereka sanggup keluar. Kisah mereka ini popular dan terdapat pada Hadits shahih.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Jika kau minta, mintalah kepada Allah. Jika kau minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah”, memperlihatkan petunjuk supaya bertawakkal kepada Allah, tidak bertuhan kepada selain-Nya, tidak menggantungkan nasibnya kepada siapa pun baik sedikit ataupun banyak.
Allah berfirman : “Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah maka Allah pasti akan memberinya kecukupan”. (QS. Ath Thalaq : 3)
Berapa besar ketergantungan seseorang kepada selain Allah baik dalam hatinya maupun dalam angan-angannya, maka sebesar itu pula ia telah menjauhkan diri dari Allah untuk bergantung kepada sesuatu yang tidak kuasa memberinya manfaat atau kerugian. Begitu juga takut kepada selain Allah. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menegaskan dengan sabdanya : “Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memperlihatkan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kau peroleh selain dari apa yang sudah Allah menetapkan untuk dirimu”. Begitu pula dalam hal kerugian, “niscaya tidak akan membahayakan kau kecuali apa yang telah Allah menetapkan untuk dirimu”. Inilah yang disebut iman kepada taqdir. Iman kepada taqdir ialah wajib, baik taqdir yang baik maupun yang buruk. Apabila seorang mukmin telah yakin dengan hal ini, maka apa perlunya dia meminta kepada selain Allah atau memohon pemberian kepada yang lain. Begitu pula balasan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada malaikat Jibril ketika ia bertanya kepada dia ketika berada di langit (ketika mi’raj) : “Apakah engkau membutuhkan pertolongan?” Beliau menjawab : “Kalau kepadamu tidak”.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Segenap pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering”, menguatkan keterangan tersebut diatas, maksudnya tidak berlawanan dengan apa yang telah dijelaskan sebelumnya.
Kemudian sabda dia : “Ketahuilah bahwasanya kemenangan menyertai kesabaran dan bahwasanya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan”, maksudnya dia mengingatkan kepada insan di dunia ini, terutama orang-orang shalih bahwa mereka itu selalu dihadapkan kepada ujian dan cobaan sebagaimana firman Allah : “Sungguh Kami pasti memberi cobaan kepada kau sekalian dengan sesuatu berupa rasa takut, kelaparan, berkurangnya harta, jiwa dan buah-buahan. Dan gembirakanlah orang-orang yang bersabar, yaitu mereka yang jikalau ditimpa musibah, mereka berkata : ‘Sungguh kami semua ialah milik Allah dan sungguh hanya kepada-Nyalah kami kembali’. Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan limpahan karunia dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang terpimpin”. (QS. 2 : 155-157)
Allah berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar itu pastilah dipenuhi pahala mereka tanpa batas”. (QS. Az Zumar : 10)
Terjemah dan Syarah Hadits Arbain Nawawi Ke 19 Wasiat Rosul Kepada Ibnu Abbas, Minta Tolong dan Berlindung Kepada Allah
الحديث التاسع عشر
عن أبي العباس عبدالله بن عباس رضي الله عنه قال كنت خلف النبي صلى الله عليه وسلم يوماً فقال " يا غلام , إني أعلمك كلمات : احفظ الله يحفظك , احفظ الله تجده تجاهك , إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله , واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك , وإن اجتمعوا على أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك , رفعت الأقلام وجفت الصحف " رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح وفي رواية غير الترمذي : احفظ الله تجده أمامك , تعرف إلى الله في الرخاء يعرفك في الشدة , واعلم أن ما أخطأك لم يكن ليصيبك وما أصابك لك يكن ليخطئك , واعلم أن النصر مع الصبر , وأن الفرج مع الكرب , وأن مع العسر يسراً
Terjemahan:
Dari Abu Al ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata : Pada suatu hari saya pernah berada di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dia bersabda : "Wahai anak muda, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat : Jagalah Allah, pasti Dia akan menjaga kamu. Jagalah Allah, pasti kau akan mendapati Dia di hadapanmu. Jika kau minta, mintalah kepada Allah. Jika kau minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah. Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memperlihatkan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kau peroleh selain dari apa yang sudah Allah menetapkan untuk dirimu. Sekiranya mereka pun berkumpul untuk melaksanakan sesuatu yang membahayakan kamu, pasti tidak akan membahayakan kau kecuali apa yang telah Allah menetapkan untuk dirimu. Segenap pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering." (HR. Tirmidzi, ia telah berkata : Hadits ini hasan, pada lafazh lain hasan shahih. Dalam riwayat selain Tirmidzi : “Hendaklah kau selalu mengingat Allah, pasti kau mendapati-Nya di hadapanmu. Hendaklah kau mengingat Allah di waktu lapang (senang), pasti Allah akan mengingat kau di waktu sempit (susah). Ketahuilah bahwa apa yang semestinya tidak menimpa kamu, tidak akan menimpamu, dan apa yang semestinya menimpamu tidak akan terhindar darimu. Ketahuilah bahwasanya kemenangan menyertai kesabaran dan bahwasanya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan”)
[Tirmidzi no. 2516]
Penjelasan:
Riwayat hidup ‘Abdullah bin ‘Abbas sudah banyak dikenal. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mendo’akannya dengan sabdanya : “Ya Allah, jadikanlah dia paham perihal agamanya dan ajarkanlah kepadanya penafsiran Al Qur’an”.
Nabi juga mendo’akannya semoga diberi pesan tersirat dua kali. Ada riwayat yang sah dari dirinya bahwa dia pernah melihat Jibril dua kali. Ia ialah ulama yang kaya ilmu di kalangan umat Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melihatnya sebagai seorang anak yang patut mendapatkan pesan beliau.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepadanya : “Jagalah Allah, pasti Dia akan menjaga kamu”, maksudnya hendaklah kau menjadi orang yang taat kepada Tuhanmu, melaksanakan semua perintah-Nya, dan menjauhi semua larangan-Nya.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Jagalah Allah, pasti kau akan mendapati Dia di hadapanmu”, maksudnya hendaklah berinfak karena-Nya dengan penuh ketaatan sehingga Allah tidak memandangmu sebagai orang yang menyalahi perintah-Nya, pasti kau akan mendapati Allah menjadi penolongmu di ketika situasi sulit, menyerupai yang pernah terjadi pada dongeng tiga orang yang tertimpa hujan lebat kemudian mereka berlindung di dalam gua, kemudian pintu gua tertutup batu. Pada ketika itu mereka berkata kepada sesamanya : “Ingatlah kebaikan yang pernah kau lakukan, kemudian mohonlah kepada Allah dengan kebaikan itu supaya kau diselamatkan”. Kemudian masing-masing menyebut kebaikan yang pernah dilakukan, maka watu epilog gua itu kemudian terbuka kemudian mereka sanggup keluar. Kisah mereka ini popular dan terdapat pada Hadits shahih.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Jika kau minta, mintalah kepada Allah. Jika kau minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah”, memperlihatkan petunjuk supaya bertawakkal kepada Allah, tidak bertuhan kepada selain-Nya, tidak menggantungkan nasibnya kepada siapa pun baik sedikit ataupun banyak.
Allah berfirman : “Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah maka Allah pasti akan memberinya kecukupan”. (QS. Ath Thalaq : 3)
Berapa besar ketergantungan seseorang kepada selain Allah baik dalam hatinya maupun dalam angan-angannya, maka sebesar itu pula ia telah menjauhkan diri dari Allah untuk bergantung kepada sesuatu yang tidak kuasa memberinya manfaat atau kerugian. Begitu juga takut kepada selain Allah. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menegaskan dengan sabdanya : “Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memperlihatkan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kau peroleh selain dari apa yang sudah Allah menetapkan untuk dirimu”. Begitu pula dalam hal kerugian, “niscaya tidak akan membahayakan kau kecuali apa yang telah Allah menetapkan untuk dirimu”. Inilah yang disebut iman kepada taqdir. Iman kepada taqdir ialah wajib, baik taqdir yang baik maupun yang buruk. Apabila seorang mukmin telah yakin dengan hal ini, maka apa perlunya dia meminta kepada selain Allah atau memohon pemberian kepada yang lain. Begitu pula balasan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada malaikat Jibril ketika ia bertanya kepada dia ketika berada di langit (ketika mi’raj) : “Apakah engkau membutuhkan pertolongan?” Beliau menjawab : “Kalau kepadamu tidak”.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Segenap pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering”, menguatkan keterangan tersebut diatas, maksudnya tidak berlawanan dengan apa yang telah dijelaskan sebelumnya.
Kemudian sabda dia : “Ketahuilah bahwasanya kemenangan menyertai kesabaran dan bahwasanya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan”, maksudnya dia mengingatkan kepada insan di dunia ini, terutama orang-orang shalih bahwa mereka itu selalu dihadapkan kepada ujian dan cobaan sebagaimana firman Allah : “Sungguh Kami pasti memberi cobaan kepada kau sekalian dengan sesuatu berupa rasa takut, kelaparan, berkurangnya harta, jiwa dan buah-buahan. Dan gembirakanlah orang-orang yang bersabar, yaitu mereka yang jikalau ditimpa musibah, mereka berkata : ‘Sungguh kami semua ialah milik Allah dan sungguh hanya kepada-Nyalah kami kembali’. Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan limpahan karunia dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang terpimpin”. (QS. 2 : 155-157)
Allah berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar itu pastilah dipenuhi pahala mereka tanpa batas”. (QS. Az Zumar : 10)