Perbedaan Pendapat Wacana Mengucapkan Selamat Natal
Meskipun pengucapan selamat hari natal ini sebagiannya masuk didalam wilayah aqidah namun ia mempunyai aturan fiqih yang bersandar kepada pemahaman yang mendalam, penelaahan yang rinci terhadap aneka macam nash-nash syar’i.
Ada dua pendapat didalam permasalahan ini :
1. Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya mirip Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka—serta yang lainnya mirip Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil beropini bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya yakni haram lantaran perayaan ini yakni kepingan dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka yakni tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.
Diantara bentuk-bentuk tasyabbuh :
1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.
Mereka juga beropini wajib menjauhi aneka macam perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari perilaku ibarat perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi aneka macam sarana yang dipakai untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam ibarat perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan aneka macam nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.
2. Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal.
Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang beropini bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Kristen atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Kristen atau non muslim lainnya) yakni orang-orang yang cinta tenang terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada korelasi khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, mirip : kerabat, tetangga rumah, sahabat kuliah, sahabat kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dihentikan Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt menyayangi berbuat adil. Firman Allah swt :Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Terlebih lagi jikalau mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin. Firman Allah swt :
Artinya : “Apabila kau diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا ﴿٨٦
Lembaga Riset dan Fatwa Eropa juga membolehkan pengucapan selamat ini jikalau mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin khususnya dalam keadaan dimana kaum muslimin minoritas mirip di Barat. Setelah memaparkan aneka macam dalil, Lembaga ini menawarkan kesimpulan sebagai berikut : Tidak dihentikan bagi seorang muslim atau Markaz Islam menawarkan selamat atas perayaan ini, baik dengan mulut maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau aneka macam ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam mirip salib. Sesungguhnya Islam menafikan fikroh salib, firman-Nya :
Artinya : “Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” (QS. An Nisaa : 157)وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِن شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُواْ فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِّنْهُ مَا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلاَّ اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا (١٥٧
Kalimat-kalimat yang dipakai dalam proteksi selamat ini pun harus yang tidak mengandung pengukuhan atas agama mereka atau ridho dengannya. Adapun kalimat yang dipakai yakni kalimat pertemanan yang sudah dikenal dimasyarakat.
Tidak dihentikan untuk mendapatkan aneka macam hadiah dari mereka lantaran sesungguhnya Nabi saw telah mendapatkan aneka macam hadiah dari non muslim mirip al Muqouqis Pemimpin al Qibthi di Mesir dan juga yang lainnya dengan persyaratan bahwa hadiah itu bukanlah yang diharamkan oleh kaum muslimin mirip khomer, daging babi dan lainnya.
Diantara para ulama yang membolehkan yakni DR. Abdus Sattar Fathullah Sa’id, ustadz bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al Qur’an di Universitas Al Azhar, DR. Muhammad Sayyid Dasuki, ustadz Syari’ah di Univrsitas Qatar, Ustadz Musthafa az Zarqo serta Syeikh Muhammad Rasyd Ridho. (www.islamonline.net)
Adapun MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar pedoman Islam dengan disertai aneka macam dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadits Nabi saw sebagai berikut :
A) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berafiliasi dengan duduk masalah keduniaan.
B) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.
C) Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana akreditasi mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.
D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.
E) Bahwa Allah pada hari selesai zaman nanti akan menanyakan Isa, apakah ia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya semoga mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak.
F) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.
G) Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.
Juga berdasarkan Kaidah Ushul Fikih
”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.
Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :
- Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak sanggup dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
- Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
- Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Diantara dalil yang dipakai para ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Hari Natal yakni firman Allah swt :
Artinya : “Allah tidak melarang kau untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu lantaran agama dan tidak (pula) mengusir kau dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah : 8)لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿٨
Ayat ini merupakan rukhshoh (keringanan) dari Allah swt untuk membina korelasi dengan orang-orang yang tidak memusuhi kaum mukminin dan tidak memerangi mereka. Ibnu Zaid menyampaikan bahwa hal itu yakni pada awal-awal islam yaitu untuk menghindar dan meninggalkan perintah berperang kemudian di-mansukh (dihapus).
Qatadhah menyampaikan bahwa ayat ini dihapus dengan firman Allah swt :
Artinya : “Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kau jumpai mereka.” (QS. At Taubah : 5)….فَاقْتُلُواْ الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ ﴿٥
Adapula yang menyebutkan bahwa aturan ini dikarenakan satu alasannya yakni yaitu perdamaian. Ketika perdamaian hilang dengan futuh Mekah maka aturan didalam ayat ini di-mansukh (dihapus) dan yang tinggal hanya tulisannya untuk dibaca. Ada juga yang menyampaikan bahwa ayat ini khusus untuk para sekutu Nabi saw dan orang-orang yang terikat perjanjian dengan Nabi saw dan tidak memutuskannya, demikian dikatakan al Hasan.
Al Kalibi menyampaikan bahwa mereka yakni Khuza’ah, Banil Harits bin Abdi Manaf, demikian pula dikatakan oleh Abu Sholeh. Ada yang menyampaikan bahwa mereka yakni Khuza’ah.
Mujahid menyampaikan bahwa ayat ini dikhususkan terhadap orang-orang beriman yang tidak berhijrah. Ada pula yang menyampaikan bahwa yang dimaksud didalam ayat ini yakni kaum perempuan dan bawah umur dikarenakan mereka tidak ikut memerangi, maka Allah swt mengizinkan untuk berbuat baik kepada mereka, demikianlah disebutkan oleh sebagian hebat tafsir… (al Jami’ li Ahkamil Qur’an juz IX hal 311)
Dari pemaparan yang dsebutkan Imam Qurthubi diatas maka ayat ini tidak sanggup diperlakukan secara umum tetapi dikhususkan untuk orang-orang yang terikat perjanjian dengan Rasulullah saw selama mereka tidak memutuskannya (ahli dzimmah).
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban kafir dzimmi yakni sama persis dengan kaum muslimin di suatu negara islam. Mereka semua berada dibawah kontrol penuh dari pemerintahan islam sehingga setiap kali mereka melaksanakan tindakan kriminal, kejahatan atau melanggar perjanjian maka eksklusif mendapatkan sangsi dari pemerintah.
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra bergotong-royong Rasulullah saw bersabda,”Janganlah kau memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian bertemu salah seorang diantara mereka di jalan maka sempitkanlah jalannya.” (HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan sempitkan jalan mereka yakni jangan biarkan seorang dzimmi berada ditengah jalan akan tetapi jadikan ia semoga berada ditempat yang paling sempit apabila kaum muslimin ikut berjalan bersamanya. Namun apabila jalan itu tidak ramai maka tidak ada halangan baginya. Mereka menyampaikan : “Akan tetapi penyempitan di sini jangan hingga mengakibatkan orang itu terdorong ke jurang, terbentur dinding atau yang sejenisnya.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XIV hal 211)
Hadits “menyempitkan jalan” itu memperlihatkan bahwa seorang muslim harus sanggup menjaga izzahnya dihadapan orang-orang non muslim tanpa pernah mau merendahkannya apalagi direndahkan. Namun demikian dalam menampilkan izzah tersebut janganlah hingga menzhalimi mereka sehingga mereka jatuh ke jurang atau terbentur dinding lantaran jikalau ini terjadi maka ia akan mendapatkan sangsi.
Disebutkan didalam sejarah bahwa Umar bin Khottob pernah mengadili Gubernur Mesir Amr bin Ash lantaran perlakuan anaknya yang memukul seorang Kristen Qibti dalam suatu permainan. Hakim Syuraih pernah memenangkan seorang Yahudi terhadap Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib dalam masalah beju besinya.
Sedangkan pada zaman ini, orang-orang non muslim tidaklah berada dibawah suatu pemerintahan islam yang terus mengawasinya dan sanggup menawarkan sangsi tegas ketika mereka melaksanakan pelanggaran kemanusiaan, pelecehan maupun tindakan kriminal terhadap seseorang muslim ataupun umat islam.
Keadaan justru sebaliknya, orang-orang non muslim tampak mendominanasi di aneka macam aspek kehidupan insan baik pilitik, ekonomi, budaya maupun militer. Tidak jarang dikarenakan dominasi ini, mereka melaksanakan aneka macam penghinaan atau pelecehan terhadap simbol-simbol islam sementara si pelakunya tidak pernah mendapatkan sangsi yang tegas dari pemerintahan setempat, terutama di daerah-daerah atau negara-negara yang minoritas kaum muslimin.
Bukan berarti dalam kondisi dimana orang-orang non muslim begitu secara umum dikuasai kemudian kaum muslimin harus kehilangan izzahnya dan larut bersama mereka, mengikuti atau mengakui ajaran-ajaran agama mereka. Seorang muslim harus tetap sanggup mempertahankan ciri khas keislamannya dihadapan aneka macam ciri khas yang bukan islam didalam kondisi bagaimanapun.
Tentunya diantara mereka—orang-orang non muslim—ada yang berbuat baik kepada kaum muslimin dan tidak menyakitinya maka terhadap mereka setiap muslim diharuskan membalasnya dengan perbuatan baik pula.
Al Qur’an maupun Sunah banyak menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa berbuat baik kepada semua orang baik terhadap sesama muslim maupun non muslim, diantaranya : surat al Mumtahanah ayat 8 diatas. Sabda Rasulullah saw,”Sayangilah orang yang ada di bumi maka yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Thabrani) Juga sabdanya saw,”Barangsiapa yang menyakiti seorang dzimmi maka saya akan menjadi lawannya di hari kiamat.” (HR. Muslim)
Perbuatan baik kepada mereka bukan berarti harus masuk kedalam prinsip-prinsip agama mereka (aqidah) lantaran batasan didalam hal ini sudah sangat terang dan tegas digariskan oleh Allah swt :
Hari Natal yakni kepingan dari prinsip-prinsip agama Nasrani, mereka meyakini bahwa di hari inilah Yesus Kristus dilahirkan. Didalam bahasa Inggris disebut dengan Christmas, Christ berarti Kristus sedangkan Mass berarti masa atau kumpulan jadi bahwa pada hari itu banyak orang berkumpul mengingat / merayakan hari kelahiran Kristus. Dan Kristus berdasarkan keyakinan mereka yakni Allah yang mejelma.
Berbuat kebaikan kepada mereka dalam hal ini yakni bukan dengan ikut menawarkan selamat Hari Natal dikarenakan alasan diatas akan tetapi dengan tidak mengganggu mereka didalam merayakannya (aspek sosial).
Pemberian ucapan selamat Natal baik dengan lisan, telepon, sms, email ataupun pengiriman kartu berarti sudah menawarkan akreditasi terhadap agama mereka dan rela dengan prinsip-prinsip agama mereka. Hal ini dihentikan oleh Allah swt dalam firman-Nya,
Artinya : “Jika kau kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jikalau kau bersyukur, pasti Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar : 7)إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ ﴿٧
Makara proteksi ucapan Selamat Hari Natal kepada orang-orang Kristen baik ia yakni kerabat, sahabat dekat, tetangga, sahabat kantor, sahabat sekolah dan lainnya yakni haram hukumnya, sebagaimana pendapat kelompok pertama (Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibn Baaz dan lainnya) dan juga fatwa MUI.
Namun demikian setiap muslim yang berada diantara lingkungan mayoritas orang-orang Nasrani, mirip muslim yang tempat tinggalnya diantara rumah-rumah orang Nasrani, pegawai yang bekerja dengan orang Nasrani, seorang siswa di sekolah Nasrani, seorang pebisnis muslim yang sangat tergantung dengan pebisinis Kristen atau kaum muslimin yang berada di daerah-daerah atau negeri-negeri non muslim maka boleh menawarkan ucapan selamat Hari Natal kepada orang-orang Kristen yang ada di sekitarnya tersebut disebabkan keterpaksaan. Ucapan selamat yang keluar darinya pun harus tidak dibarengi dengan keredhoan didalam hatinya serta diharuskan baginya untuk beristighfar dan bertaubat.
Diantara kondisi terpaksa misalnya; jikalau seorang pegawai muslim tidak mengucapkan Selamat Hari Natal kepada boss atau atasannya maka ia akan dipecat, karirnya dihambat, dikurangi hak-haknya. Atau seorang siswa muslim apabila tidak menawarkan ucapan Selamat Natal kepada Gurunya maka kemungkinan ia akan ditekan nilainya, diperlakukan tidak adil, dikurangi hak-haknya. Atau seorang muslim yang tinggal di suatu tempat atau negara non muslim apabila tidak menawarkan Selamat Hari Natal kepada para tetangga Kristen di sekitarnya akan mendapatkan tekanan sosial dan lain sebagainya.
Artinya : “Barangsiapa yang kafir kepada Allah setelah Dia beriman (dia menerima kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An Nahl : 106)مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٠٦
Adapun apabila keadaan atau kondisi sekitarnya tidaklah memaksa atau mendesaknya dan tidak ada efek sama sekali terhadap karir, jabatan, hak-hak atau perlakuan orang-orang Kristen sekelilingnya terhadap diri dan keluarganya maka tidak diperbolehkan baginya mengucapkan Selamat Hari Natal kepada mereka.
Hukum Mengenakan Topi Sinterklas
Sebagai seorang muslim sudah seharusnya gembira terhadap agamanya yang diimplementasikan dengan berpenampilan yang mencirikan keislamannya. Allah swt telah tetapkan aneka macam ciri khas seorang muslim yang membedakannya dari orang-orang non muslim.
Dari sisi bisnis dan muamalah, islam menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba yang merupakan warisan orang-orang jahiliyah. Dari sisi busana, islam memerintahkan umatnya untuk memakai busana yang menutup auratnya kecuali terhadap orang-orang yang diperbolehkan melihatnya dari kalangan anggota keluarganya. Dari sisi penampilan, islam meminta kepada seorang muslim untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis.
Islam meminta setiap umatnya untuk sanggup membedakan penampilannya dari orang-orang non muslim, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Bedakanlah dirimu dari orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis.” (Muttafaq Alaih)
Islam melarang umatnya untuk meniru-niru aneka macam prilaku yang menjadi kepingan ritual keagamaan tertentu diluar islam atau mengenakan simbol-simbol yang menjadi ciri khas mereka mirip mengenakan salib atau pakaian khas mereka.
Terkadang seorang muslim juga mengenakan topi dan pakaian Sinterklas didalam suatu pesta perayaan Natal dengan teman-teman atau bossnya, untuk menyambut para tamu perusahaan yang tiba atau yang lainnya.
Sinterklas sendiri berasal dari Holland yang dibawa ke negeri kita. Dan diantara keyakinan orang-orang Kristen yakni bahwa ia sebenarnya yakni seorang uskup gereja katolik yang pada usia 18 tahun sudah diangkat sebagai pastor. Ia mempunyai perilaku belas kasihan, membela umat dan fakir miskin. Bahkah didalam legenda mereka disebutkan bahwa ia yakni wakil Tuhan dikarenakan sanggup menghidupkan orang yang sudah mati.
Sinterklas yang ada kini dalam hal pakaian maupun postur tubuhnya, dengan mengenakan topi tidur, baju berwarna merah tanpa jubah dan bertubuh gendut serta selalu tertawa yakni berasal dari Amerika yang berbeda dengan aslinya yang berasal dari Turki yang selalu mengenakan jubah, tidak mesti berbaju merah, tidak gendut dan jarang tertawa. (disarikan dari sumber : http://h-k-b-p.blogspot.com)
Namun demikian topi tidur dengan pakaian merah yang biasa dikenakan sinterklas ini sudah menjadi ciri khas orang-orang Kristen yang hanya ada pada ketika perayaan Hari Natal sehingga dihentikan bagi setiap muslim mengenakannya dikarenakan termasuk didalam meniru-niru suatu kaum diluar islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Siapa yang memalsukan suatu kaum maka ia yakni kepingan dari mereka.” (Muttafaq Alaih)
Tidak jarang diawali dari sekedar memalsukan berkembang menjadi penerinaan dan kesudahannya menjadi akreditasi sehingga bukan mustahil bagi kaum muslimin yang tidak mempunyai dasar keimanan yang besar lengan berkuasa kepada Allah ia akan terseret lebih jauh lagi dari sekedar akreditasi namun sanggup menjadikannya berpindah agama (murtad)
Akan tetapi jikalau memang seseorang muslim berada dalam kondisi terdesak dan aneka macam upaya untuk menghindar darinya tidak berhasil maka ia diperbolehkan mengenakannya dikarenakan darurat atau terpaksa dengan hati yang tidak redho, beristighfar dan bertaubat kepada Allah swt, mirip : seorang karyawan supermarket miliki seorang Nasrani, seorang resepsionis suatu perusahaan asing, para penjaga counter di perusahaan non muslim untuk yang diharuskan mengenakan topi sinterklas dalam menyambut para tamunya dengan bahaya apabila ia menolaknya maka akan dipecat.
Wallahu A’lam
(saya sebagai pemilik blog ini ,Saya berpendapt bahwa haram hukumnya mengucapkan SELAMAT NATAL , kenapa begitu : Apabila anda mengucapkan SELAMAT NATAL , berarti anda mengakui bahwa Tuhan YESUS dilahirkan , Sedangkan TUHAN tidak BERANAK . dan tidak DIPERANAKKAN. " surat al-ikhlas ". TUHAN hanya satu yaitu ALLAH SWT )
Sumber : eramuslim