Minggu, 09 September 2018

Memilih Fujur Atau Taqwa

Minggu kemudian kita sudah membahas perihal insan yang diciptakan oleh Allah dengan fitrah dalam surah al-Rum ayat 30. Fitrah kita pahami sebagai pengetahuan keimanan atau potensi tauhid yang Allah ciptakan bagi setiap manusia. Dengan potensi fitrah itu kita menjadi beragama dengan agama yang benar, berakidah dengan iman yang benar. Fitrah itu tetap ada pada setiap manusia, beliau tidak berubah. Hanya saja insan bisa dipengaruhi oleh unsur di luar dirinya untuk menjauhi fitrah itu.
Kita sampaikan hadis bahwa setiap insan lahir ke dunia dengan fitrah yang sama, yaitu fitrah bertauhid. Namun, lingkungan dan faktor dari luarlah yang menimbulkan beliau tidak sejalan dengan fitrahnya. Dalam surah al-A’raf ayat 172 juga diinformasikan bahwa dikala kita belum terlahir ke dunia, kita telah bersaksi bahwa benar Allah Tuhan Kita. Kesaksian itu juga ialah bukti adanya fitrah bertauhid yang ada pada setiap manusia.
Pada pertemuan kali ini kita lanjutkan pembahasan perihal bagaimana insan melanjutkan kehidupannya setealah terlahir ke dunia. Sebelumnya insan telah bersyahadat mentauhidkan Allah sebagaimana dalam surah al-A'raf ayat 172. Kita lanjutkan kajian dengan membahas Firman Allah dalam surat al-Syams ayat 7-10
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا(7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا(8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا(9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا(10
Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sebetulnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sebetulnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. al-Syams/ 91: 7-10)
Pada ayat pertama hingga ayat keenam surah al-Syams ini Allah bersumpah dengan matahari, bulan, siang, malam, langit dan bumi serta atribut yang menempel padanya. Matahari dengan sinarnya di waktu duha, bulan yang berputar mengelilingi matahari, siang yang terang alasannya ada matahari, malam yang gelap alasannya sinar matahari tertutup di pecahan belahan bumi yang lain, langit yang tanpa tiang ini, bumi yang luas tak bertepi ini. Enam hal yang disebut Allah itu berpasangan satu sama lainnya. Matahari dan bulan, siang dan malam, langit dan bumi.
Maka pada ayat ketujuh ini Allah bersumpah dengan diri insan dan penyempurnaan penciptaannya. Jika dibandingkan antara insan dengan makhluk lain yang disebutkan pada ayat pertama hingga keenam di atas, maka sanggup dikatakan bahwa insan ialah makhluk yang kecil. Akan tetapi, ada hal lain yang diberikan oleh Allah kepada insan yang tidak diberikan kepada enam makhluk besar di atas. Pada ayat kedelapan disebutkan bahwa insan di-ilham-kan oleh Allah fujur dan taqwa. Sementara enam makhluk sebelumnya tidak diberi hal yang sama  oleh Allah.
Jika dicermati ayat ini akan ditemukan bahwa diri insan diberi sebuah potensi oleh Allah. Potensi itu tidak diberikan kepada makhluk lain selain manusia. Bahkan, potensi itu tidak diberikan kepada makhluk sebesar matahari, bulan, siang, malam, langit ataupun bumi.
Potensi yang dimaksud dalam bahasa ayat ini ialah ilham. Hamka memahami inspirasi dalam ayat ini dengan petunjuk yang diberikan kepada insan untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Ia berupa potensi yang diberikan kepada insan untuk menentukan pilihan. Pilihan itu hanya ada dua yaitu fujur yang akan menghantarkan kepada kesengsaraan dan hal-hal celaka lainnya. Pilihan lain ialah taqwa yang akan membawa insan kepada kebahagiaan dan keselamatan. Ini juga sebagai bukti kecintaan Allah kepada hambanya. Sebagaimana juga disebutkan oleh surat al-Balad ayat 10 وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ (dan Kami telah memperlihatkan kepada insan dua jalan mendaki).
Al-Zamakhsyari memahami ilham pada ayat ini berupa potensi yang diberikan Allah kepada diri insan untuk memahami dan memikirkan bahwa ada yang baik dan ada yang buruk. Dengan Ilham/ potensi itu sekaligus memungkinkan insan untuk menentukan pilihan di antara kedua hal baik dan jelek itu. Hal itu ditunjukkan oleh ungkapan ayat selanjutnya yang menyampaikan bahwa yang beruntung ialah orang yang membersihkan jiwanya dan merugilah orang yang mengotori jiwanya. Membersihkan jiwa dengan cara mengikuti taqwa, dan mengotori jiwa dengan cara mengikuti fujur.

Berdasarkan hal ini, maka masuk akal kalau orang yang berbuat kebaikan sanggup ganjaran dari kebaikannya dan orang yang berbuat hal-hal yang tidak baik juga menerima ganjaran dari perbuatannya. Karena perbuatan yang dilakukan ialah atas dasar pilihannya sendiri. Allah memperlihatkan daya dan kemampuan bagi setiap insan untuk mengetahui kebaikan dan keburukan.
Kekotoran yang paling berbahaya bagi jiwa ialah perbuatan syirik atau menyekutukan Tuhan dengan yang lain, mendustakan kebenaran yang disampaikan Rasul, atau bersifat hasad-dengki kepada sesama manusia, benci dendam, sombong, arogan dan lain-lain.  Kekotoran jiwa akan membuka pintu kepada banyak sekali kejahatan yang besar. Sebagai salah satu bukti dari kekotoran jiwa itu ialah menyerupai perbuatan kaum Tsamud sebagaimana dijelaskan oleh kelanjutan ayat ini.
Sebagai penutup, kita ulangi bahwa dengan inspirasi yang Allah berikan memungkinkan insan untuk mengetahui mana yang baik dan yang buruk. Selanjutnya kita tinggal menentukan mengikuti yang baik atau mengikuti yang buruk. Jika kita ikuti yang baik, berarti kita menjaga diri kita tetap berada dalam fitrah. Sebaliknya, mengikuti keburukan berarti mengotori jiwa kita. 

Ini saja yang kita sampaikan, selanjutnya mungkin kita bisa lanjutkan dengan pembahasan mengenai kebaikan dan keburukan pada kesempatan berikutnya. Insya Allah. Semoga bermanfaat.
_____
Disampaikan pertama kali untuk pengajian subuh di Masjid Taqwa Muhammadiyah Aceh Tengah pada hari Kamis 21 Syawal 1439 H/ 5 Juli 2018 M

0 komentar

Posting Komentar