Rabu, 07 Maret 2012

Luna Park Favorit: Sydney atau Melbourne?

Luna Park Favorit: Sydney atau Melbourne?


Scenic Railway: wahana paling populer di Luna Park Melbourne
Di Australia, ada dua taman ria bernama Luna Park: satu di Sydney dan satu lagi di Melbourne. Dua-duanya termasuk taman ria yang cukup tua. Luna Park Melbourne dibangun tahun 1912, sementara Luna Park Sydney tahun 1935. Yang khas dari taman ria ini adalah gerbangnya berupa wajah ondel-ondel raksasa. Menurut Big A, wajah ondel-ondel di Melbourne lebih seram daripada yang di Sydney. Itu sebabnya Little A agak takut ketika foto di depan gerbang.

Taman ria ini tidak besar, tidak seperti theme park di Gold Coast atau Dufan di Jakarta. Lebih mirip dengan pasar malam di Sekaten Jogja atau wahana di Batu Night Spectacular, Malang. Bedanya, Luna Park ini buka siang dan malam.

Tarif naik wahana atau tiket terusan di Luna Park ini cukup mahal, tapi untungnya kita bisa masuk gratis, jadi bisa lihat-lihat dulu dan menentukan wahana apa yang akan dicoba. Keuntungan lain, letak dua Luna Park ini lumayan strategis di tengah kota. Di Sydney, Luna Park ada di Milson Point, persis di bawah Sydney Harbour Bridge. Kalau kita jalan-jalan di sekeliling Opera House, Luna Park akan kelihatan dari seberang harbour. Gerbang ondel-ondel akan tampak lebih cantik di malam hari begitu lampu-lampu dinyalakan. Cara terbaik menuju Luna Park Sydney adalah dengan naik feri umum jurusan Inner Harbour (warna hijau kuning) dari dermaga Circular Quay dan turun di dermaga Milson Point. Luna Park Melbourne terletak di daerah St Kilda, dekat dengan pantai dan Botanic Garden. Dari kota, kita bisa naik tram nomor 16 atau nomor 96 yang menuju St Kilda dan berhenti di halte persis di depan taman ria.

Kami pernah mencoba dua-duanya. Big A lebih senang dengan Luna Park Sydney karena sistem tiketnya tidak membingungkan dan karena banyak wahana yang dia suka. Saya sendiri lebih suka dengan yang tarifnya lebih murah (sudah bisa ditebak :D) dan menggratiskan tiket untuk orang tua yang menemani anaknya naik, yaitu Luna Park Melbourne.

Luna Park Sydney
Luna Park Melbourne
Lokasi Luna Park Sydney sangat strategis di tepi Sydney Harbour. Saya berani taruhan, precil-precil pasti akan mengajak main ke sini begitu melihat bianglala warni-warni ketika naik feri menyeberangi inner harbour.

Di pelataran depan, kita akan disambut gerbang ondel-ondel raksasa yang untungnya tersenyum. Jangan takut, masuk ke Luna Park ini gratis. Baru bayar kalau ingin naik wahana atau mencoba salah satu permainan di sana. Luna Park Sydney mudah dinavigasi karena hanya punya satu strip jalan dengan pilihan wahana di kanan kiri. Sebelum membeli tiket, saya sarankan jalan-jalan dulu dan melihat-lihat wahana yang ada. Di tengah-tengah jalan juga ada cermin-cermin ajaib yang bisa membuat badan kita memanjang atau melebar. Awas, Emak-Emak jangan kelamaan di depan cermin yang bikin langsing :) Little A senang sekali bercermin di sini. Dia juga senang melompat-lompat di pola yang dilukis di jalan.

Tiket di Luna Park Sydney dijual berdasarkan tinggi badan. Di depan loket, ada alat pengukur tinggi badan untuk menentukan jenis tiket yang bisa dibeli. Ketika kami berkunjung ke sini, Little A tingginya baru 83 cm, kurang 2 cm dari batas tiket Red Person. Alhasil, dia nggak boleh beli tiket sama sekali. Anak yang tingginya belum mencapai 85 cm hanya boleh naik 2 wahana, yaitu Carousel (komidi putar) dan Ferris Wheel (bianglala) dan harus ditemani oleh orang tuanya (yang wajib membeli tiket). Karena waktu itu bianglalanya sedang dalam perbaikan (sigh), Little A hanya bisa mencoba komidi putar saja, ditemani The Emak yang bersungut-sungut karena harga tiketnya mahal. Tiap wahana bayarnya AU$10.

Yang ingin naik macam-macam wahana, sebaiknya membeli tiket terusan. Berdasarkan tinggi badan, tiket terusan harganya sebagai berikut:
- Red 85-105cm AU$19,95
- Green 106-129cm AU$29,95
- Yellow 130 ke atas AU$39,95
Tiket terusan ini sudah termasuk tiket ke Coney Island, yang juga bisa dibeli terpisah sebesar AU$10. Lebih lengkap tentang tiket dan diskon di Luna Park, bisa dilihat di sini.

Wahana yang ada di Luna Park lumayan untuk menghibur anak-anak. Yang paling seram adalah Moon Ranger, seperti Kora-Kora. Big A tidak berani mencoba ini :p Tapi dia berani mencoba 'Kursi Terbang' yang cukup mengasyikkan. Kalau tidak sedang dalam perbaikan, wajib mencoba bianglala yang akan membawa kita melihat Sydney Harbour dari atas. Di Luna Park ini tidak ada roller coaster yang besar. Satu-satunya roller coaster yang ada adalah Wild Mouse, yang mengeluarkan suara berderak-derak ketika dinaiki. Ketika Big A dan Si Ayah naik ini, malah saya yang takut karena wahana ini sudah sangat tua, dibangun sejak tahun 1962. Untuk anak-anak kecil yang tingginya antara 85-105cm (red person) ada empat wahana khusus, termasuk bianglala mini.

Yang hanya punya AU$10 tapi ingin mencoba banyak permainan, sebaiknya membeli tiket Coney Island. Gedung besar yang terletak di tengah-tengah taman ria ini punya 7 permainan termasuk luncuran raksasa dan mirror maze. Pastikan memakai sepatu tertutup (bukan sandal atau sepatu sandal) kalau ingin masuk Coney Island.

Luna Park Sydney buka dari Jumat sampai Senin dan setiap hari di musim liburan sekolah. Cek di sini untuk mengintip jadwal buka mereka.

 


Luncuran raksasa di Coney Island

Berbeda dengan Luna Park Sydney, di Melbourne tiket masuk berdasarkan usia. Harga tiket satuan lebih murah daripada di Sydney dan orang tua yang hanya menemani anaknya naik wahana tidak perlu membeli tiket. Tiket satuan di Luna Park Melbourne sebagai berikut:
0-3 tahun: AU$4,50
4-12 tahun:AU$7,50
13+ tahun: AU$9,50

Luna Park Melbourne lebih murah untuk yang hanya naik satu atau dua wahana, karena tiket terusannya lebih mahal daripada di Sydney. Berikut adalah tiket terusan di Luna Park Melbourne, berdasarkan usia:
13+ tahun: AU$42,95
4-12 tahun: AU$32,95
0-3 tahun: AU$14,95
Lebih lengkap tentang tiket dan diskon, bisa dicek di sini.

Selain tiket, yang perlu diperhatikan oleh pengunjung adalah jam buka Luna Park Melbourne ini. Ketika pertama kali mengunjungi Melbourne, kami dibuat kecewa karena Luna Park tutup di hari kerja. Memang kalau bukan musim liburan sekolah dan hari besar, Luna Park Melbourne hanya buka dari Kamis sampai Minggu. Cek di sini untuk mengintip jam buka mereka.

Satu wahana yang wajib dicoba di Melbourne adalah Scenic Railway. Wahana ini seperti kereta yang membawa kita mengelilingi satu taman ria, dengan jalur yang meliuk-liuk seperti roller coaster, tapi tidak sampai jungkir balik. Karena populer, tentu saja antriannya paling panjang. Big A berani antri dan naik wahana ini sendiri. Di Melbourne, Little A mencoba tiga wahana: komidi putar, Arabian Merry (gajah terbang) dan Red Baron (pesawat terbang). Di komidi putar, Little A memilih kuda yang pelananya berwarna pink :p Begitu juga ketika memilih gajah dan pesawat terbang yang akan dia naiki, harus ada warna pink-nya. Di pesawat terbang kecil ini, Little A berani naik sendiri.

Setelah mencoba dua Luna Park, saya bertanya pada Big A, lebih suka taman ria yang mana. Big A menjawab mantap: Luna Park Sydney dan meminta kami kembali ke sana kalau Little A tingginya sudah lebih dari 85 cm :)

Big A naik Silly Serpent



 ~ The Emak





















Senin, 05 Maret 2012

Mengunjungi Cadbury Chocolate Factory Tasmania

Mengunjungi Cadbury Chocolate Factory Tasmania

Harta karun, pengen dibawa pulang semua :p
Siapa yang tidak kenal dengan Cadbury? Sebut nama satu ini dan bayangan kita akan langsung melayang pada batangan coklat lezat yang meleleh di mulut. Atau secangkir coklat hangat di pagi yang gerimis. Uhm...

Kami beruntung bisa mengunjungi Pabrik Coklat Cadbury di Claremont, Tasmania, musim panas yang lalu. Pabrik Coklat ini merupakan salah satu atraksi wisata utama di Hobart, Tasmania. Di Visitor Centre Cadbury yang buka setiap Senin-Jumat ini kita bisa mendengarkan penjelasan sejarah Cadbury dan menonton film tentang bagaimana coklat dibuat. Setelah itu kita bisa mencicipi macam-macam produk coklat mentah di Discovery Station mereka, dilanjutkan berbelanja produk mereka dengan harga pabrik. Sayangnya, sejak pertengahan 2008, Cadbury menutup akses tur ke dalam pabrik karena alasan kesehatan dan keselamatan kerja, sehingga kita tidak bisa lagi melihat langsung proses pembuatan coklat.

Dari pusat kota Hobart, pabrik Cadbury di Claremont bisa dicapai 25 menit dengan mobil atau 55 menit dengan bis kota. Tiket bis di Hobart ini sangat murah, hanya $3 per orang untuk naik bis seharian. Yang tidak membawa mobil sendiri, tapi alergi naik bis kota, bisa ikut tur pesiar 30 menit menyusuri sungai Derwent menuju pabrik Cadbury. Tur pesiar ini tarifnya AU$ 74 per orang, termasuk tiket masuk Pabrik Cadbury dan snack (morning tea). Coba tanyakan pada The Emak, pilih mana antara ikut tur dengan kapal seharga AU$ 74 atau naik bis kota seharga AU$ 3? Jawabannya sudah jelas :)

Kami menunggu bis kota di depan kantor pos besar di pusat kota Hobart. Pagi itu gerimis dan kami ketinggalan bis kota yang menuju Claremont. Kami bertiga berteduh di halte sambil menunggu bis selanjutnya, no 39. Ketika bis datang, saya pastikan dulu ke sopir bahwa bis ini menuju pabrik coklat Cadbury. Bisa berabe kalau salah jurusan. Perjalanan menuju Claremont, di utara kota Hobart lumayan panjang, hampir satu jam. Big A terus-menerus bertanya, "Are we there yet?" Saya tidak menghitung berapa kali dia bertanya seperti itu, tapi kira-kira 1000 kali :p Kami melewati suburb-suburb di pinggiran Hobart dengan rumah-rumah mungil yang ditata rapi. Rata-rata rumah ini punya kebun cantik dengan bunga-bunga yang bermekaran di halaman depan mereka. Pemandangan yang lumayan mengusir kebosanan di dalam bis. Kami penumpang terkakhir yang turun di halte terakhir, tepat di depan pabrik coklat Cadbury.

Sesi tur untuk pengunjung ada setiap 30 menit dan kita tidak perlu booking terlebih dahulu. Begitu masuk ke visitor centre, saya membeli tiket tur, untuk dewasa $7,50 dan untuk anak-anak $4. Little A gratis. Tiket ini diganti dengan sebatang dairy milk chocolate dan empat coklat kemasan kecil. Kalau dihitung-hitung sih balik modal, apalagi Little A enggak bayar dan tetap dapat coklatnya. 

Kami masih punya waktu 15 menit sebelum tur dimulai. Sambil menunggu, kami melihat-lihat display di Visitor Centre. Yang pertama menarik perhatian Little A adalah peti harta karun yang berisi tumpukan coklat batangan Dairy Milk. Whoa, rasanya pengen bawa pulang semuanya. Di sebelahnya ada patung sapi yang tidak boleh dinaiki, mengingatkan kita kalau coklat Cadbury yang biasa kita makan ini ada campuran susu dari sapi. Selanjutnya ada display cetakan dan alat-alat pembuatan coklat kuno, sampel coklat bubuk, kemasan Cadbury zaman dulu, poster-poster dan media promosi lainnya. Ruangan ini juga menjadi satu dengan toko suvenir. Ada banyak barang lucu-lucu dengan tema coklat dan Cadbury. Saya seperti biasa cukup puas dengan membeli kartupos.

Big A di Cadbury Visitor Centre
Gratisan dari Cadbury. Nom nom!
Tepat pukul 11 siang, kami diajak masuk ke ruang presentasi yang berisi model mesin pembuat coklat dan juga cetakan coklat asli yang digunakan di pabrik. Meski bukan Willy Wonka yang menemani kami di sini, presentasi tentang sejarah coklat dan Cadbury cukup menarik. Peserta tur waktu itu adalah grup orang-orang tua, kemungkinan pensiunan orang-orang Aussie, dan kami bertiga. Sudah bisa dipastikan semuanya chocoholic. Selain menerangkan tentang coklat dengan bahasa Inggris yang cepat plus aksesn Aussie, petugas ini juga melontarkan guyonan khas Aussie yang untungnya saya paham, jadi bisa tertawa bersama mereka :D

Cadbury berawal dari toko milik (coba tebak) John Cadbury yang dibuka tahun 1824 di Birmingham, Inggris. Pada awalnya toko ini menjual teh, kopi, mustard, esen coklat dan minuman coklat. Minuman coklat waktu itu hanya bisa dinikmati oleh kalangan elit di Birmingham. Popularitas coklat di toko Cadbury berkembang pesat, membuat John membuka pabrik coklat sendiri tahun 1831.

Pabrik Cadbury di Claremont, Tasmania adalah pabrik pertama yang dibuka di Australia tahun 1922. Lokasi ini dipilih karena dekat dengan sumber susu segar berkualitas dan kemudahan mendapatkan sumber listrik tenaga air. Satu hal yang menarik bagi saya, bahan utama coklat yang diproduksi di sini adalah coklat impor dari (ya, betul) Indonesia! Mereka membanggakan diri sebagai produsen coklat terbaik di dunia, bahkan lebih baik daripada pabrik asalnya di Inggris. Rahasia enaknya Cadbury Australia adalah coklat terbaik dari Indonesia, susu segar lokal dari Tasmania dan gula tebu dari Queensland. Coklat buatan Australia lebih enak daripada buatan Inggris karena Australia memakai gula tebu (sugarcane), sementara di Inggris dipakai pemanis dari bit. 

Begitu mendengar petugas menerangkan bahwa mereka mendapatkan bahan baku coklat dari Indonesia (dan sebagian dari Ghana dan Papua Nugini), Big A menoleh ke saya dengan bola mata membesar dan tersenyum. Perasaan saya campur aduk, bangga karena coklat dari Indonesia diakui sebagai bahan baku coklat terbaik, tapi agak sedih karena kita hanya ekspor bahan mentahnya saja. Pengolahan awal biji coklat sampai siap pakai menjadi cocoa mass ada di Singapura. Setelah diolah di pabrik Singapura, cocoa mass yang mengandung 53% cocoa dan cocoa butter itu dikirim ke Tasmania untuk diolah lebih lanjut.

Setelah presentasi, kami melihat film tentang sejarah Cadbury dan bagaimana coklat dibuat di dalam pabrik. Film ini sangat menarik bagi saya dan Big A. Saya melongo menyaksikan bagaimana enam silo raksasa di pabrik ini bekerja, dalam seharinya bisa menghasilkan 60 ton cocoa crumb. Silo bekerja seperti blender di dapur kita, mencampur bahan menjadi satu. Cocoa mass dari Singapura (dengan bahan baku coklat dari Indonesia), susu segar dari Tasmania dan gula tebu dari Queensland dicampur menjadi satu di dalam silo, kemudian dievaporasikan menghasilkan milk chocolate crumb, yang merupakan bahan dasar dari bermacam-macam coklat. Setelah menonton film, kami berkesempatan mencicipi produk coklat siap cetak ini, mulai dari dark chocolate, milk chocolate dan white chocolate.

Acara selanjutnya sudah ditunggu-tunggu oleh Big A, yaitu berbelanja di outlet mereka. Harga produk Cadbury di factory outlet ini kira-kira sama dengan coklat yg sedang SALE di supermarketm coklat blok Dairy Milk 200gr harganya $2.50. Kami membeli beberapa coklat untuk oleh-oleh teman. Meskipun semua produk di sini bisa didapat di supermarket, kesannya tetap lain kalau membeli langsung dari pabrik. Selesai berbelanja, kami menenteng dua tas ungu besar menuju halte bis. Sambil menunggu bis yang akan mengantar kami kembali ke Hobart, kami membunuh waktu dengan ... makan coklat tentunya :)

Little A bergaya di depan pabrik coklat
Menunggu bis di depan halte Cadbury
~ The Emak

Ps: 
Baca juga catatan perjalanan Big A (dalam bahasa Inggris):

Senin, 27 Februari 2012

[Penginapan] Hotel Parkview St Kilda, Melbourne

[Penginapan] Hotel Parkview St Kilda, Melbourne

Pemandangan dari jendela kamar hotel
Hotel di daerah St Kilda ini cukup nyaman untuk melepas penat setelah semalaman tergoncang ombak di kapal dan seharian menerobos macetnya Melbourne.

Setelah menyeberang dari Tasmania, kami punya waktu 24 jam di Melbourne sebelum melanjutkan perjalanan liburan musim panas ke Queenstown, Selandia Baru. Untuk penginapan kali ini saya sengaja memilih hotel yang resepsionisnya buka 24 jam karena kami harus cek out pagi-pagi mengejar pesawat ke New Zealand. Saya memilih menginap di daerah St Kilda karena ingin membawa The Precils mengunjungi Luna Park. Lagipula, kami sudah pernah menginap di apartemen tengah kota dan jalan-jalan di pusat kota Melbourne. Daerah St Kilda ini bisa menjadi alternatif menginap untuk yang ingin lebih dekat dengan kawasan pantai di Melbourne.

Pilihan jatuh pada Parkview Hotel di St Kilda Rd. Tarif per malamnya AU$ 179 untuk 2 dewasa dan 2 anak-anak, tidak termasuk makan pagi. Untuk parkir mobil seharian, kami dikenakan tambahan AU$ 10. Saya memesan hotel ini dari website Quickbeds yang tidak mengenakan biaya booking seperti di Wotif :) Kami mendapat kamar dengan 2 double bed, dengan pemandangan lapangan kriket. Desain hotel yang baru saja direnovasi ini cukup elegan. Di dalam kamar ada TV layar datar yang menempel di dinding dan meja serbaguna yang nyaman untuk menulis maupun untuk makan. Di belakang partisi ada kulkas mini, lemari baju, kaca rias dan tempat untuk membuat teh dan kopi, lengkap dengan ketel listriknya. Yang saya nggak suka, kulkas mininya dikunci oleh pihak hotel. Kalau kita ingin memakai mini bar tersebut, harus lapor dan minta kunci ke resepsionis. Hal ini tidak kami lakukan karena sudah telanjur capek begitu sampai di hotel.

Kami cek in sore hari, setelah main-main ke rumah teman lama di daerah Brunswick. Ternyata, menyetir mobil di Melbourne, sama nggak enaknya dengan di Sydney, ada beberapa titik macet yang membuat perjalanan terhambat. Mungkin karena ini akhir pekan. Lebih nggak enaknya menyetir di Melbourne, di luar batas kota, kami harus berbagi jalur dengan trem. Rasanya kok serem berada di belakang trem dua muka. Kalau trem berhenti untuk menurunkan penumpang, mobil juga harus berhenti karena tidak ada jalur untuk mendahului. Jadi harus cukup sabar kalau mengendarai mobil sendiri di Melbourne. Kalau cuma jalan-jalan di pusat kota, mungkin lebih enak naik trem (terutama yang gratis), seperti yang kami lakukan saat liburan ke Melbourne tahun lalu.

Begitu cek in, Si Ayah yang capek menyetir (dan kemungkinan masih kesal dengan pengalaman naik feri), langsung tertidur di ranjang hotel yang empuk. The Precils, seperti biasa, langsung mencoba-coba chanel TV (maklum, di rumah kami tidak ada TV). Kami keluar menjelang maghrib untuk jalan-jalan di pantai Brighton, sekitar 20 menit berkendara dari hotel, kalau tidak nyasar :p Di pantai Brighton, saya ingin menyaksikan dengan mata kepala sendiri bathing box warna-warni yang fotonya biasa saya lihat di kartu pos. Setelah bertanya ke orang di pinggir jalan karena kami nyasar, akhirnya sampai juga di pantai yang menjadi favorit orang lokal ini. Angin bertiup cukup kencang ketika kami datang, sehingga kami hanya sebentar main-main di sana. Yang penting Si Ayah sudah memotret dan bisa dipamerkan kalau pernah melihat salah satu bangunan ikon Australia ini.

Kami bisa tidur nyenyak di hotel ini, jauh lebih nyaman daripada tidur di kabin kapal :p Esoknya kami harus cek out pagi-pagi dan bergegas menuju Bandara Internasional Melbourne untuk mengejar pesawat ke Selandia Baru.

Little A penasaran dengan Bible :)
Bathing Boxes warna-warni di pantai Brighton
~ The Emak


Minggu, 26 Februari 2012

Menyeberangi Selat Bass dengan Spirit of Tasmania

Menyeberangi Selat Bass dengan Spirit of Tasmania

Feri Spirit of Tasmania berlabuh di dermaga Melbourne
Mungkin karena nenek moyang kami bukan orang pelaut, pengalaman naik feri dari Tasmania ke Melbourne ini tidak seindah yang saya bayangkan.

Kisah ini berawal dari ide The Emak yang selalu ingin mencoba sesuatu yang baru. Korbannya tentu saja The Precils, dan terutama Si Ayah. Kali ini The Emak ingin mencoba naik kapal yang kalau dilihat dari luar mirip kapal pesiar itu.

Ketika merencanakan perjalanan ke Tasmania, kami belum tahu mau naik apa untuk sampai ke Melbourne. Waktu itu kami sudah membeli tiket (murah) dari Melbourne ke Queenstown, Selandia Baru. Ada dua pilihan moda transport dari Tasmania ke Melbourne: naik pesawat dari bandara Launceston atau naik feri dari pelabuhan Devonport. Ketika menghitung biaya yang harus kami keluarkan, kira-kira sama antara membeli 4 tiket pesawat plus hotel semalam dengan tarif 4 penumpang feri plus 1 mobil. Saya sih lebih senang mencoba hal yang baru, kapan lagi bisa merasakan naik Spirit of Tasmania? Si Ayah yang ragu-ragu pun akhirnya setuju dengan ide bermalam di tengah selat Bass.

Kami memesan satu kabin dengan empat berth (ranjang susun), dengan jendela (porthole) untuk mengintip pemandangan di luar. Total biaya untuk dua dewasa, 2 anak-anak plus satu mobil adalah AU$ 679. Tarif ini berubah tergantung high season/low season. Pemesanan tiket bisa langsung melalui website Spirit of Tasmania.

Melihat foto-foto kapal ini di websitenya, The Precils, terutama Big A sangat excited untuk segera mencoba berlayar. Saya juga membayangkan perjalanan ini seperti naik kapal pesiar :) Ketika melihat-lihat review tentang Spirit of Tasmania di Trip Advisor, hati saya sedikit menciut karena ada yang bilang perjalanan ini hanya seperti naik feri yang besar, sama sekali bukan seperti berpesiar dengan kapal mewah. Tambahan lagi, selat Bass yang menghubungkan Tasmania dengan mainland Australia terkenal sebagai perairan yang cukup ganas. Uh-oh...

Setelah makan siang di Cradle Mountain, kami menuju pelabuhan Devonport yang terletak di bagian utara Tasmania. Feri akan berangkat pukul 7.30 malam, sehingga kami masih punya banyak waktu untuk mencapai pelabuhan. Cradle Mountain - Devonport bisa ditempuh dalam satu setengah jam, dengan rute yang mudah dinavigasi. Begitu memasuki kota Devonport, kami banyak menemukan rambu petunjuk jalan bergambar Spirit of Tasmania. Dengan mudah, kami bisa menemukan jalan masuk menuju kapal.

Waktu baru menunjukkan pukul tiga sore ketika mobil kami sampai di titik antrian kendaraan yang mau masuk ke feri. Masih ada empat setengah jam lagi sebelum kapal berangkat, tapi antrian kendaraan menuju kapal sudah mengular. Dan masalah berawal dari sini.

Kami yang belum pernah punya pengalaman naik feri ini mengikuti saja antrian mobil di depan kami. Pelan-pelan, mobil masuk melewati loket untuk mendapatkan tiket dan kunci kabin. Big A sangat bersemangat menerima kartu plastik sebagai pintu kabin, dan mulai mengamat-amati peta kapal yang diberikan bersama kunci. Dari loket, kami mengikuti antrian mobil menuju pemeriksaan keamanan, sebelum bisa masuk ke kapal.

Pemeriksaan keamanan dilakukan di pelataran parkir pelabuhan. Antriannya lumayan panjang karena petugas harus memeriksa dengan detil barang bawaan di mobil penumpang. Mobil di depan kami membawa beberapa jerigen minyak, sehingga harus 'dititipkan' ke bagasi kapal. Oleh petugas, mobil kami diperiksa bagasi dan mesinnya. Penumpang tidak perlu turun saat pemeriksaan. Selesai pemeriksaan, kami yang mengira bisa langsung masuk kapal, harus gigit jari karena ternyata masih harus menunggu di pelataran parkir yang panas ini sampai berjam-jam kemudian.

Menunggu, adalah pekerjaan yang membosankan. Tapi menunggu di lapangan parkir yang panas membara tanpa kepastian kapan bisa keluar dari tempat tersebut adalah siksaan tanpa ampun. The Precils mulai gelisah dan wajah masam Si Ayah tidak bisa disembunyikan lagi. Ternyata gerbang baru dibuka setengah jam sebelum jadwal keberangkatan kapal. Kalau tahu akan seperti ini, tentu kami tidak perlu repot-repot antri dari awal. 

Little A asyik main iPod, Big A lihat pemandangan, Si Ayah menonton film dengan muka masam :p
Little A senang main di bunk bed
Beres memarkir mobil di garasi kapal yang sempit, kami menuju kabin. The Precils kembali gembira mendapati dua set bunk bed di kabin kecil kami. Ada dua tangga yang bisa dipindah-pindah untuk naik ke bed yang atas. Little A berkali-kali naik turun tangga ini. Kabin yang kami tempati memang kecil, terdiri dari 4 single bed, satu meja mini dan kaca yang menempel di dinding, kamar mandi dengan pancuran dan toilet. Seperti di hotel, handuk dan sabun mandi disediakan untuk tiap penumpang. Dari jendela kabin yang tidak bisa dibuka, kami bisa mengintip kesibukan pelabuhan Devonport sebelum kapal berangkat.

Muka masam Si Ayah tidak berubah sepanjang perjalanan. Dia yang telanjur marah dan capek karena menunggu berjam-jam di pelataran parkir yang panas, menyibukkan dan menghibur dirinya dengan menonton film di laptop. Si Ayah bahkan tidak berminat sama sekali memotret suasana pelabuhan Devonport ketika feri ini mengangkat sauh.

Big A yang tetap semangat, mengajak saya melihat-lihat kapal. Kami berkeliling melihat restoran, toko suvenir, tempat bermain anak-anak dan juga ruangan game dengan koin. Big A kecewa karena sebenarnya ingin main game koin ini tapi larang karena terlalu mahal. Di sebelah ruang game di lantai paling atas ada ruang makan yang dipenuhi keluarga yang menikmati bekal mereka. Kami yang tidak mempersiapkan bekal makan, terpaksa membeli di restoran prasmanan. Untuk sekeluarga, saya hanya membeli satu piring kecil seharga AU$16,50 dan satu piring untuk anak-anak seharga AU$10. Kita boleh mengisi sendiri piring-piring ini dengan makanan sampai penuh. Kami cuma makan fish&chips, pasta vegetarian dan sayur kukus. Si Ayah yang masih belum bisa tersenyum berkata bahwa ini makanan paling tidak enak yang pernah dia rasakan.

Selesai makan, Little A masih ingin main-main di tempat bermain, tapi saya sudah merasa pusing dan ingin istirahat. Rasanya kapal bergoyang-goyang dihantam ombak besar. Untungnya kami tetap bisa tidur nyenyak di kabin dan lulus dari ujian semalam di tengah lautan.

Saya bangun pukul lima pagi, dan melihat tanda-tanda kapal akan segera berlabuh. Saya menyempatkan mandi dengan air hangat di pancuran. Lumayan juga, rasanya segar setelah mandi. Si Ayah juga mandi untuk melarutkan kekesalan kemarin :p Setengah jam sebelum berlabuh, pengumuman dari kapten kapal bergema di dalam kabin. Penumpang dipersilahkan cek out dengan memberikan kunci kabin ke resepsionis, dan menuju mobil masing-masing sesuai dengan panggilan.

Sambil menunggu giliran kami, Si Ayah dan Big A memotret suasana kapal dan pelabuhan Melbourne dari dalam kapal. Rasanya senang sekali melihat daratan dan keluar dari kapal ini. Sekitar jam enam pagi, kami sudah berada kembali di daratan Australia, dan siap-siap untuk menjelajah Melbourne dalam 24 jam ke depan.

Melbourne pagi hari, difoto dari dalam kapal
Antri keluar dari kapal
Alhamdulillah sampai daratan lagi :D
Dari pengalaman kami, harus saya akui kalau Si Ayah benar: tarif naik feri Spirit of Tasmania ini terlalu mahal untuk pengalaman yang kami dapatkan. Dalam situasi yang sama, kalau disuruh memilih, kami akan naik pesawat saja dan menghabiskan semalam lagi di kamar hotel yang nyaman di Cradle Mountain :)

Berikut adalah tips yang bisa saya berikan untuk perjalanan dengan Spirit of Tasmania:
1. Hanya naik Spirit of Tasmania kalau nenek moyang kamu memang pelaut :p
2. Hanya naik Spirit of Tasmania kalau kamu membawa barang-barang yang tidak mungkin cukup atau tidak diperbolehkan di bagasi pesawat.
3. Kalau tetap nekat mau naik Spirit of Tasmania, jangan datang terlalu awal, pastikan ke pelabuhan satu jam saja sebelum berangkat. 

~ The Emak
Baca juga catatan perjalanan Big A (dalam bahasa Inggris):

Kamis, 23 Februari 2012

Berpetualang di Cradle Mountain Tasmania

Berpetualang di Cradle Mountain Tasmania

Seekor Kanguru melintas di gerbang Taman Nasional Cradle Mountain
Taman Nasional merupakan salah satu tujuan wisata yang populer di Australia. Salah satu taman nasional terbaik mereka adalah Cradle Mountain - Lake St Clair yang terletak di Tasmania. Di Taman Nasional, selain menikmati keindahan alamnya yang masih perawan, kita juga bisa bermain-main dengan margasatwa khas Australia, langsung di habitat aslinya.

Saya dibuat kagum oleh Dinas Pariwisata dan Konservasi Australia yang pandai merawat dan mempromosikan Taman Nasional mereka. Sebelum ke Tasmania, saya sempat was-was membayangkan akan berpetualang ke Taman Nasional, apalagi membawa dua precils. Jangan-jangan nanti jalan menuju ke sana tidak bagus dan sulit dijangkau. Jangan-jangan nanti fasilitas di sana, terutama toilet, minim. Namun kekhawatiran itu langsung lenyap begitu memasuki kawasan Cradle Mountain. Jalan aspal untuk dua jalur terbentang mulus sampai di gerbang Taman Nasional. Rambu lalu lintas yang jelas dijamin tidak membuat orang tersesat. Pilihan penginapan dari yang mahal, sedang sampai yang hemat ada semua. Di dekat gerbang masuk juga ada satu kompleks bangunan yang terdiri dari Visitor Centre, kafe, toilet umum, pom bensin dan tempat parkir bis wisata atau  kendaraan pengunjung. Tempat parkir helikopter juga tidak jauh dari kompleks ini :)

Kami menginap semalam di Cradle Mountain Chateau, hotel yang fasilitasnya lumayan bagus dengan harga yang terjangkau di kantong kami. Tiba di sana sekitar jam 6 sore, kami masih punya kesempatan untuk menempuh satu trek. Memang atraksi utama di Cradle Mountain ini adalah trekking atau di Australia populer disebut bushwalking. Ada banyak jalur trekking yang bisa dicoba. Kami mendapatkan peta dari hotel yang mendaftar semua trek yang tersedia, berikut nama jalur, tingkat kesulitan dan perkiraan waktu tempuh. Daftar ini juga bisa diperoleh online di website Taman Nasional Tasmania di sini. Resepsionis hotel menyarankan kami mencoba Enchanted Walk, trek sepanjang 1 km yang juga bisa ditempuh oleh Little A. Mereka juga membekali kami dengan dua lampu senter besar sebagai penerang ketika hari sudah gelap.

Trek Enchanted Walk dimulai di depan Cradle Mountain Lodge, salah satu akomodasi mewah di sini. Karena trek ini belum masuk ke wilayah Taman Nasional, kami belum membutuhkan karcis masuk (pass). Papan-papan kayu digunakan sebagai trek. Belum sampai sepuluh langkah, kami dikejutkan oleh seekor wallaby yang duduk manis di tengah jalan. Big A tampak terkejut, sementara Little A (yang lebih pemberani) cuek saja. Si wallaby melihat kami dengan tampang heran, kemudian pergi dengan lompatannya yang khas. Kami melanjutkan berjalan sambil mengamati vegetasi yang ada di sekitar. Little A lebih sabar dan tertarik untuk melihat bunga dan tanaman yang tumbuh, juga serangga-serangga kecil yang muncul. Sementara Big A cemas, takut keburu gelap sebelum kami menyelesaikan trek ini.

Setelah lima belas menit di padang terbuka yang dihiasi semak-semak khas, kami mulai memasuki hutan dengan pohon-pohon tinggi dan rapat. Kami juga menyeberangi sungai melewati jembatan kayu. Maghrib datang ketika kami menyeberangi jembatan. Karena sudah gelap, agak sulit juga menikmati suasana sekitar. Big A tambah takut dan kami memutuskan mempercepat langkah. Saya menggendong Ayesha sambil melangkah cepat menyusuri papan-papan kayu. Ketika ada suara gemerisik di samping kami, Si Ayah menyorotkan lampu senternya ke sumber suara. Kejutan! Ternyata ada wombat, marsupial khas Australia yang mengikuti langkah kami. Kami mempercepat langkah, setengah berlari. Saya lega ketika menemukan ujung trek Enchanted Walk ini, kembali ke lokasi Cradle Mountain Lodge. Ada beberapa orang yang baru saja memulai trekking mereka dan tersenyum pada kami. Mungkin mereka malah sengaja mulai malam hari untuk berburu hewan-hewan nocturnal yang baru muncul di malam hari, seperti Wombat atau Possum.Setelah berhenti dan mengatur napas, saya tak sengaja menyorotkan lampu senter ke sebelah kiri kaki saya. Dan... ternyata si Wombat masih berdiri manis di situ, mengikuti langkah saya selama ini. Gila, pengalaman dikejar Wombat ini benar-benar tak bisa kami lupakan.

Kami memerlukan waktu 1 jam untuk menyelesaikan trekking Enchanted Walk ini. Padahal di brosur dan peta ditulis 20 menit saja :D Maklumlah, jalannya bareng The Precils. Dalam perjalanan pulang kembali ke hotel, kami menjumpai bis turis yang berjalan pelan-pelan sambil menyorot semak-semak di sekitarnya dengan lampu senter besar. Mungkin ini safari malam untuk melihat hewan-hewan nocturnal. Dari cahaya senter, tampak beberapa wombat, possum dan hewan lain berlari menyelamatkan diri.

Big A dan Little A berpose sebelum memulai Enchanted Walk
Senja di Enchanted Walk
Pencil Pine River
Pagi harinya, setelah beres-beres dan cek out dari hotel, kami langsung menuju Visitor Centre untuk membeli tiket masuk Taman Nasional. Tarif hariannya adalah AU$ 16,50 untuk dewasa dan AU$ 8,25 untuk anak-anak. Tiket ini sudah termasuk tiket shuttle bus yang bisa mengantar kita dari Visitor Centre ke tempat parkir di tepi Dove Lake. Petugas menyarankan kami naik bis ini karena jalan di Taman Nasional menuju Dove Lake sangat sempit dan berkelok-kelok. Jalan hanya cukup untuk satu kendaraan, sehingga ada yang perlu berhenti kalau dua kendaraan berpapasan. Tadinya kami akan naik bis yang berangkat setiap 20 menit ini. Tapi ternyata ada rombongan turis dari Jepang dalam jumlah banyak yang memenuhi bis. Sehingga kami harus menunggu bis selanjutnya. Si Ayah yang tidak sabar akhirnya memutuskan kami naik mobil saja. 

Jalan menuju Dove Lake masih aman dilalui mobil pribadi asal hati-hati. Beberapa kali kami berhenti dan menepi untuk memberi jalan kendaraan lain yang lewat. Kendaraan yang boleh masuk ke Taman Nasional ini dibatasi tiap harinya. Di gerbang, ada boom-gate yang otomatis menghitung jumlah kendaraan yang masuk, begitu kuota terpenuhi, boom-gate tidak bisa membuka lagi. Dalam perjalanan, kami disuguhi pemandangan indah di kanan-kiri. Ada juga beberapa perhentian yang disarankan, lengkap dengan pilihan trek yang menawan, seperti di Ronny Creek atau Waldheim. Kami lurus saja menuju Dove Lake yang memakan waktu sekitar setengah jam dari visitor centre.

Begitu sampai di tempat parkir, kami langsung disambut pemandangan spektakuler: danau Dove yang jernih dengan latar belakang puncak gunung Cradle. Bentuk Cradle Mountain ini, seperti namanya, tampak seperti ayunan. Di puncaknya, masih terlihat sisa-sisa salju. Dari cerita salah satu fotografer yang sempat ngobrol dengan Si Ayah, sempat ada hujan salju sehari sebelumnya. Dia beruntung sekali bisa mendapatkan shot yang bagus. Ketika kami ke sana, cuaca sangat cerah, langit biru jernih dan matahari bersinar hangat.

Kami main-main cukup lama di mulut danau, sambil mengamati turis-turis Jepang yang lalu lalang dengan suara berisik :p Big A mencari-cari bebatuan kecil yang pipih untuk dia lemparkan ke danau dan menghitung berapa pantulan yang bisa ia lakukan. Little A juga sibuk mencari-cari kerikil yang warnanya pink, untuk dia koleksi :D Saya menjaga The Precils sementara Si Ayah sibuk memotret dan mencuri ilmu dari fotografer beneran yang sudah ada di sana sebelum kami datang.

Puas bermain, kami melanjutkan perjalanan menuju Boat Shed, garasi perahu yang fotonya muncul di kartupos, artikel dan brosur tentang Tasmania. Ketika melihat foto boat shed ini pertama kali, saya penasaran ingin melihat langsung. Sebenarnya banyak sekali pilihan jalur trekking yang bisa dilakukan dari sini. Semua jalur trekking, berikut jarak, waktu tempuh dan tingkat kesulitan dipasang di papan di tepi danau. Kita tinggal memilih berdasarkan tingkat kemampuan fisik dan waktu yang kita punya. Turis biasanya akan memilih menyusuri danau melalui Dove Lake Circuit Track, yang bisa ditempuh dalam waktu 2 jam. Kalau berjalan dengan The Precils, waktu tempuh harus dikalikan dua :)

Ada satu trek yang sangat terkenal di kalangan bushwalkers di sini, yaitu The Overland Track. Ibaratnya, trek sepanjang 65 km dan bisa ditempuh dalam 6 hari ini adalah perjalanan suci mereka, Seseorang belum pantas dinobatkan sebagai petualang sejati kalau belum pernah mencoba trek yang dimulai di Dove Lake ini dan berakhir di Lake St Clair. Untuk menempuh trek ini, kita harus mendaftar ke Parks & Wildlife Service dan membayar biaya sebesar AU$ 180 untuk dewasa dan AU$144 untuk anak usia di bawah 17 tahun. Info lengkap mengenai The Overland Track bisa dibaca di sini.

Yang ingin melihat pemandangan Cradle Mountain dari atas, bisa menempuh trek menuju Marions Lookout sepanjang 2km, dengan waktu tempuh satu sampai satu setengah jam. Kami sendiri tentu memilih trek yang paling mudah dan paling pendek. Selain karena tidak punya waktu banyak, juga karena ada The Precils yang tidak mungkin jalan terlalu jauh, apalagi kalau jalurnya menanjak. Trek menuju Boat Shed hanya sekitar 600 m, dengan waktu tempuh 10 menit. Dengan The Precils, kami bisa mencapainya dalam 20 menit, hurray :p

Kami duduk-duduk dan main air di dekat Boat Shed, sambil menonton turis-turis Jepang menyantap bekal makan siang mereka. Ketika turis-turis sudah pergi, danau ini menjadi milik kami berempat. Suasana di sana sungguh damai dan tenang. Saya pun berhasil mewujudkan cita-cita saya berfoto dengan latar belakang boat shed seperti di postcard :)

Mengabadikan keindahan Dove Lake

Big A menyusuri trek menuju Boat Shed
Keluarga The Precils di depan Boat Shed yang terkenal itu :)

~ The Emak

Baca juga catatan perjalanan Big A (dalam bahasa Inggris):

Selasa, 21 Februari 2012

[Penginapan] Cradle Mountain Chateau, Tasmania

[Penginapan] Cradle Mountain Chateau, Tasmania


Ingin menyatu dengan alam tapi tidak ingin repot mendirikan tenda? Cobalah menginap di salah satu akomodasi di Taman Nasional Cradle Mountain.

Saya ingat suatu malam ketika memesan akomodasi ini via Wotif. Waktu itu kami belum memutuskan mau jalan-jalan ke mana aja di Tasmania. Yang pasti, setelah tiga malam di Hobart, kami punya waktu semalam di tempat lain di Tasmania. Pilihan pertama adalah Launceston, kota terbesar kedua di Tasmania, yang juga terkenal dengan keindahan Cataract Gorge Reserve-nya. Tapi Si Ayah, yang biasanya nggak punya ide apa-apa untuk liburan, kali ini pengen mencoba sesuatu yang berbeda. Menurutnya, lebih mending menjelajah Taman Nasional daripada jalan-jalan ke kota lagi. Saya langsung menyarankan Cradle Mountain, salah satu tujuan utama petualang di Tasmania. Cepat-cepat saya buka wotif untuk mencari akomodasi di Cradle Mountain, sebelum Si Ayah berubah pikiran :p 

Ada beberapa pilihan akomodasi di Cradle Mountain, dari vila mewah sampai akomodasi untuk backpacker di Discovery Holiday Park. Yang paling terkenal dan letaknya paling strategis adalah Cradle Mountain Lodge, tepat di depan Visitor Centre dan dekat dengan gerbang Taman Nasional. Lodge ini juga merupakan tempat mulai trek Enchanted Walk. Sayangnya waktu itu lodge sudah penuh. Untung masih ada pilihan akomodasi lain yang lebih murah, yaitu Cradle Mountain Chateau. Dengan tarif AU$ 163 per malam, kami mendapat kamar Deluxe Spa Room, dengan dua double bed untuk 2 dewasa dan 2 anak-anak. Kami langsung memesan kamar ini tanpa berpikir panjang lagi. Ini salah satu pembelian impulsif yang tidak kami sesali :)

Jalan menuju penginapan ini cukup mulus dengan navigasi yang mudah. Banyak rambu-rambu penunjuk arah di jalan. Dibanding penginapan lainnya, Chateau kami letaknya paling luar atau paling jauh dari gerbang Taman Nasional, sekitar lima menit naik mobil atau 20 menit jalan kaki. Setelah melalui perjalanan berkelok menaiki pegunungan dari Launceston ke Cradle Mountain, kami bersyukur melihat gerbang Chateau ini. Pertama kali yang saya lakukan setelah cek in adalah mencari laundry koin untuk mencuci baju dan car seat Little A yang terkena muntahan di jalan. Saya belum pernah sesenang ini ketika menemukan Laundry umum (murah) yang bisa langsung kami pakai. Begitu cucian beres, baru saya bisa menikmati suasana di sekitar Chateau.

Pose standar The Precils begitu melihat TV :p
Pemandangan dari dalam kamar
Trek Rainforest di belakang hotel kami
Begitu membuka jendela, yang terlihat adalah semak belukar dan pohon-pohon khas hutan di Australia. "Ini benar-benar di tengah hutan," pikir saya. Asyiknya menginap di Cradle Mountain Chateau ini, kita bisa menikmati pemandangan alam liar dan kicauan burung dari kursi empuk di ruangan hangat. Suhu di luar memang cukup dingin, sekitar 16 derajat celcius.

Kami memesan makan malam dari room service. Memangnya mau makan di mana lagi di tengah hutan seperti ini? Pilihannya adalah membawa makanan sendiri, makan di restoran hotel atau memesan dari room sevice dan menikmatinya di dalam kamar. Seperti hotel pada umumnya, kamar kami tidak menyediakan fasilitas memasak, hanya ada kulkas mini, ketel listrik beserta teh,kopi dan coklat. Untungnya harga makanan di hotel ini cukup wajar, AU$ 8-12 satu porsi. Hanya saja ada tambahan AU$ 6 setiap kali pesan.

Ketika menunggu makan malam diantar, kami kedatangan tamu istimewa. Ada satu wallaby yang lompat-lompat dan akhirnya nongkrong manis di depan balkon kamar. Little A (dan saya) langsung heboh dan keluar untuk menyapa si wallaby imut, nggak peduli udara dingin yang langsung menusuk. Selanjutnya ada dua wallaby lagi yang ikut mampir dan bermain-main di depan kamar kami. Cukup lama kawanan wallaby singgah dan diajak ngobrol sama Little A. Pengalaman seru banget bisa melihat binatang khas Australia ini di habitat aslinya, bukan di kebun binatang kota :)

Setelah menyelesaikan makan malam, kami masih punya waktu sebelum maghrib untuk main-main di luar, menjajal trek yang banyak tersedia di Cradle Mountain. The Precils yang biasa menjadi anak pantai, kali ini mencoba berpetualang di hutan dan gunung. Di belakang hotel kami ada Rainforest Track, jalan setapak dari kayu yang mengitari hutan dan bisa diselesaikan dalam 20 menit. Si Ayah mencoba trek ini untuk memotret suasana sekitar hotel, The Precils tidak ada yang mau ikut :p Resepsionis hotel ini menyarankan kami mencoba Enchanted Walk, trek sepanjang satu kilometer yang bisa diselesaikan dalam 20 menit (atau satu jam kalau bersama Precils). Berbekal dua lampu senter besar yang dipinjam dari resepsionis, kami memulai petualangan menyusuri Enchanted Walk dari tempat parkir Cradle Mountain Lodge. Pulang dengan kaki lelah karena sempat lari dikejar wombat, kami mandi berendam di bak mandi besar yang juga bisa untuk spa. Sayangnya suara spa-nya berisik sekali ketika kami nyalakan, sehingga kami memilih berendam di air hangat biasa dengan tenang. Malamnya kami tidur nyenyak di ranjang empuk. Pagi berikutnya dengan berat hati kami cek out dan melanjutkan perjalanan.

Rasanya satu malam terlalu singkat untuk berpetualang di Cradle Mountain. Mungkin nanti setelah The Precils beranjak remaja, kami bisa kembali lagi ke sini dan mencoba trek-trek lain yang lebih menantang.

Wallaby, tamu istimewa yang mampir ke penginapan kami
Little A ngajak ngobrol, Si Ayah asyik motret
~ The Emak

Baca juga catatan perjalanan Big A (dalam bahasa Inggris):

Senin, 20 Februari 2012

[Road Trip] Menjelajah Tasmania

[Road Trip] Menjelajah Tasmania

Bekal untuk road trip: peta dan kopi :) Foto oleh Anindito Aditomo
Banyak yang bilang, Tasmania adalah tujuan wisata terbaik di Australia untuk road trip. Pulau kompak di sebelah selatan mainland Australia ini mudah dijelajahi dengan mobil sewaan atau caravan. Dari ujung ke ujung kira-kira hanya perlu waktu tiga jam bermobil.

Kami berlibur ke Tasmania musim panas yang lalu. Tadinya, Si Ayah mendapat kesempatan untuk mengikuti konferensi di Hobart. Setelah kami pikir-pikir, mengapa tidak sekalian saja menjelajah wilayah Tasmania yang lain? Akhirnya setelah Si Ayah selesai mengikuti konferensi di Hobart, kami menyewa mobil dan memulai petualangan di pulau yang indah ini. Sayangnya, kami hanya punya waktu dua hari, yang kami habiskan dengan mengunjungi Cradle Mountain, dengan singgah sebentar di Launceston. Hari berikutnya dari Cradle Mountain kami menuju pelabuhan Devonport untuk naik feri Spirit of Tasmania menyeberangi Selat Bass menuju Melbourne. Total perjalanan kami sekitar 450 km.

Hobart - Launceston - Cradle Mountain - Devonport. Screenshot dari http://maps.google.com.au/
Setelah tiga hari jalan-jalan di Hobart, kami siap untuk menjelajah bagian Tasmania lainnya. Hari keempat, kami cek out dari Hotel Grand Chancellor pagi-pagi. Saya tidak ingin 'terlambat' sampai di Cradle Mountain karena itu wilayah hutan dan kami juga tidak tahu jalan. Lagipula, begitu senja tiba ada banyak binatang-binatang kecil yang terbang dan sering menabrak kaca mobil. Semakin seram saja dengarnya.

Sementara saya beres-beres, Si Ayah mengambil mobil sewaan dari kantor Avis. Kami memilih sewa mobil di Avis karena hanya perusahaan ini yang mau menyewakan mobil dari Hobart dan boleh dikembalikan di Melbourne. Drama pagi hari dimulai ketika saya dapat kabar dari Si Ayah bahwa mobil sewaan belum siap. Si Ayah harus menunggu mobilnya diangkut dari kantor di bandara Hobart ke kantor yang di kota. Karena kesalahan mereka ini, kami mendapat upgrade mobil. Tadinya kami pesan mobil kompak Hyundai Getz, oleh Avis kami diberi Mitsubishi Lancer warna silver yang lebih besar dan nyaman. Harga sewa mobil ini untuk tiga hari adalah AU$ 182,39, termasuk sewa baby car seat untuk Little A, tapi belum termasuk asuransi tambahan (excess reduction). Jadi kami jalan hanya dengan asuransi standar saja, dengan berharap moga-moga tidak terjadi apa-apa di jalan.

Drama kedua, ketika mobil sudah siap, Little A menolak untuk masuk. Alasan Little A adalah: 1) I don't like the color 2) I just want to walk. Kami nggak tahu apa alasan Little A sebenarnya. Tapi sepertinya dia terlalu senang tinggal di hotel dan tidak mau pulang :) Selain itu, dia tidak mau naik mobil yang bukan miliknya, yang berwarna biru. Agak lama membujuk Little A supaya mau masuk ke mobil. Saya sudah deg-deg-an karena jadwal akan molor. Si Ayah berusaha menjelaskan rencana perjalanan kami dengan peta yang diberikan Avis. Little A tetap ngeyel mau pulang ke Sydney dengan berjalan kaki, duh! Akhirnya setelah dibujuk dan setengah dipaksa, kami berhasil berangkat dari Hobart jam 11. Perjalanan menuju Launceston memakan waktu 2,5 jam melalui Midland Highway.
Si Ayah menjelaskan rencana perjalanan ke Little A yang ngambek
Perjalanan dari Hobart menuju Launceston sangat lancar. Jarak dari Hobart ke Launceston sekitar 200 km. Di sepanjang perjalanan kami melihat beberapa peternakan dengan ratusan biri-biri yang sedang asyik menikmati rumput hijau. Di antara Hobart dan Launceston sebenarnya ada desa bersejarah, Ross, yang layak untuk dikunjungi kalau kita punya waktu luang. Desa Ross ini mempunyai bangunan-bangunan kuno peninggalan masa kolonial, salah satunya yang terkenal adalah jembatan tua yang dibangun tahun 1836. Jembatan Ross yang fotonya banyak muncul di buku atau website tentang Tasmania ini tertua nomor tiga di Australia. Kami melewati saja desa Ross ini karena mengejar waktu dan mumpung Little A masih terlelap di mobil.

Launceston adalah kota terbesar kedua di Tasmania setelah Hobart. Kota ini terkenal sebagai daerah penghasil wine. Penyuka wine tentu tidak akan melewatkan Launceston yang juga mempunyai akses penerbangan langsung dari kota-kota lain di mainland Australia. Selain mencicipi wine di Tamar Valley, atraksi utama di Launceston adalah mengunjungi Cataract Gorge Reserve. Di Cataract Gorge ini kita bisa berjalan-jalan menyusuri lembah sungai yang indah, atau bisa naik chair lift menyeberangi sungai.

Kami sendiri tidak sempat jalan-jalan di Launceston karena keterbatasan waktu. Kami hanya singgah sebentar untuk makan siang. Restoran yang kami pilih adalah Fish & Chips di tepi sungai Tamar. Kami menghabiskan waktu cukup lama di restoran ini, selain untuk makan, minum kopi (atau makan es krim untuk The Precils), kami juga numpang istirahat dan melepas penat. Suasana di restoran ini cukup nyaman. Waktu kami ke sana, tidak banyak pengunjung lain, mungkin karena sudah lewat jam makan siang. Selain tempat duduk di dalam, ada juga meja-meja yang ditata di luar agar pengunjung bisa makan sambil menikmati pemandangan sungai Tamar.

Kami memesan fish&chips (tentu saja) dan salt&pepper squid. Makanan dengan porsi melimpah datang dalam gulungan kertas yang dibentuk seperti corong. Little A makan dengan lahap, dan setelah kenyang tidak ngambek lagi :p Restoran ini juga menyediakan papan tulis dan kapur warna-warni yang bebas digunakan anak-anak yang mungkin bosan menunggu orang tuanya ngopi. Ide bagus, kan? Little A tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan menggambar beberapa balon kesukaannya.


Setelah kenyang dengan masakan laut dan mood The Precils sudah membaik, kami melanjutkan perjalanan. Kunci suksesnya road trip memang perut kenyang dan hati yang gembira :D Kali ini kami menempuh 155 km dari Launceston menuju penginapan kami di Cradle Mountain Chateau. Keluar dari Launceston, kami menyusuri Highway no. 1 melewati kota Westbury. Setelah sampai di Elizabeth Town, mobil melipir melalui jalan yang lebih kecil menuju Sheffield. Jalan yang kami lalui lumayan sempit seperti jalan pedesaan, meskipun semuanya sudah beraspal. Beberapa kali kami melihat halte bis di tepi jalan tapi tidak pernah bertemu dengan bis nya. Belakangan kami tahu bahwa bis-bis ini mengangkut anak sekolah yang tinggal di daerah terpencil. Mereka membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam untuk berangkat sekolah. 

Di sekitar Sheffield ini pemandangan di jalan yang kami lalui sungguh indah. Di hadapan kami berdiri tegak Mt Roland seperti tembok yang kokoh. Si Ayah sudah gatal ingin turun dari mobil dan mengambil foto. Sayangnya kami tidak bisa berlama-lama di jalan, takut kesorean sampai di hotel. Saya yang beberapa kali melihat rambu bergambar kamera, tetap saja kurang sigap untuk menjepretkan kamera dari dalam mobil yang melaju.

Dari Sheffield ke Moina, jalan mulai menanjak dan berkelok. Si Ayah mulai memperlambat kecepatan menyetir dan lebih hati-hati ketika melalui tikungan. Kanan-kiri kami adalah jurang. Di jalanan ini beberapa kali kami melihat air terjun yang muncul begitu saja dari balik semak-semak. Meski tidak ngebut, jalanan berkelok membuat Little A muntah di dalam mobil. Saya yang kurang antisipasi hanya pasrah mengganti baju Little A dan memberinya minyak telon. Si Ayah ikut membantu membersihkan muntahan yang mengotori kursi dan car seat. Berhenti sejenak untuk mereguk udara segar cukup membantu kami untuk rileks. Perjalanan selanjutnya, dari Moina sampai ke Cradle Mountain  berlangsung lancar. Hanya saja Big A tak henti-hentinya bertanya, "Are we there yet?"

Begitu melihat tanda C132, nama ruas jalan yang menuju Cradle Mountain, kami merasa senang sudah berada di jalan yang benar. Beberapa saat kemudian ada tanda bahwa kami memasuki kawasan liar. Penginapan kami terletak paling luar dari kawasan Taman Nasional. Kami lega bisa cek in di hotel sebelum maghrib tiba. Perjalanan yang sebenarnya 'cuma' 155 km ini kami tempuh dalam waktu tiga jam.

Pemandangan Mt Roland di daerah Sheffield
Memasuki kawasan satwa liar Cradle Mountain
Malam hari dan esok harinya kami habiskan untuk menjelajah Cradle Mountain. Siang harinya, setelah makan siang di kafe di Visitor Centre, kami melanjutkan perjalanan menuju Devonport. Jarak dari Cradle Mountain ke Devonport sekitar 88 km dan bisa ditempuh dalam waktu satu setengah jam dengan mobil. Perjalanan menuju pelabuhan Devonport cukup menyenangkan dengan pemandangan desa-desa kecil di Tasmania. Kami melewati desa Wilmot yang pusat desanya cuma terdiri dari satu gereja dan satu toko yang merangkap menjadi kantor pos :) Setelah Wilmot, kami banyak melihat kotak pos yang bentuknya lucu-lucu yang ditaruh di tepi jalan. Beberapa kotak pos biasanya dijadikan satu di mulut gang menuju rumah dan peternakan mereka yang kemungkinan masih beberapa kilometer jauhnya. Kreativitas warga desa untuk menghias kotak pos ini tentunya cukup untuk menghibur Pak Pos yang sedang bertugas. 

Tidak sulit menemukan pelabuhan Devonport untuk naik ke Spirit of Tasmania yang akan membawa kami menuju Melbourne. Di sepanjang jalan, banyak rambu jalan bergambar kapal feri tersebut.

Saya cukup senang bisa menjelajah Tasmania meskipun waktunya sempit. Kalau bisa, kami ingin memperpanjang kunjungan ke Tasmania ini, terutama ke daerah Cradle Mountain yang tidak akan habis dijelajahi dalam waktu 3 hari. Kalau ada waktu lebih, coba lakukan itinerary road trip seperti yang disarankan website resmi pariwisata Tasmania

Dalam seminggu, kita bisa menginap semalam di Hobart, dua malam di Strahan, dua malam di Cradle Mountain dan dua malam di Launceston. Kalau ada waktu 10 hari, kita bisa mengelilingi Tasmania, dari Hobart dan balik lagi ke Hobart. Dengan itinerary 10 hari kita bisa menginap semalam di Hobart, dua malam di Strahan, dua malam di Cradle Mountain, dua malam di Launceston dan dua malam di Freycinet dan akhirnya menginap semalam lagi di Hobart. 

Strahan adalah kota cantik di tepi teluk, yang merupakan pintu masuk untuk menikmati keindahan alam liar di bagian barat Tasmania. Di Strahan kita bisa berpesiar di sungai Gordon, naik kereta tua menjelajah hutan, dan mengunjungi penguin di pulau Bonnet. Freycinet, kota di sebelah timur Tasmania terkenal dengan keindahan pantai pasir putihnya. Di kota yang terletak di semenanjung ini kita bisa bermain di pantai, atau mendayung kayak atau hiking untuk menikmati keindahan Wineglass Bay dari gardu pandang.

Selain itu, di semua tempat yang disebutkan di sini, kita bisa berinteraksi langsung dengan satwa liar khas Australia di habitat aslinya, mulai dari kanguru, wallaby, platypus, berbagai macam burung dan juga binatang malam seperti wombat dan possum. Tasmania yang merupakan pulau yang terpisah dari daratan Australia memiliki keindahan alam yang lebih murni karena campur tangan manusia juga lebih sedikit. Kalau ingin benar-benar bermain dengan alam asli Australia, Tasmania lah tempatnya.

Road Trip 7 hari. Foto: www.puretasmania.com.au
Road Trip 10 Hari. Foto: www.puretasmania.com.au
~ The Emak

Baca juga catatan perjalanan Big A (dalam bahasa Inggris):