Harta karun, pengen dibawa pulang semua :p |
Siapa yang tidak kenal dengan Cadbury? Sebut nama satu ini dan bayangan kita akan langsung melayang pada batangan coklat lezat yang meleleh di mulut. Atau secangkir coklat hangat di pagi yang gerimis. Uhm...
Kami beruntung bisa mengunjungi Pabrik Coklat Cadbury di Claremont, Tasmania, musim panas yang lalu. Pabrik Coklat ini merupakan salah satu atraksi wisata utama di Hobart, Tasmania. Di Visitor Centre Cadbury yang buka setiap Senin-Jumat ini kita bisa mendengarkan penjelasan sejarah Cadbury dan menonton film tentang bagaimana coklat dibuat. Setelah itu kita bisa mencicipi macam-macam produk coklat mentah di Discovery Station mereka, dilanjutkan berbelanja produk mereka dengan harga pabrik. Sayangnya, sejak pertengahan 2008, Cadbury menutup akses tur ke dalam pabrik karena alasan kesehatan dan keselamatan kerja, sehingga kita tidak bisa lagi melihat langsung proses pembuatan coklat.
Dari pusat kota Hobart, pabrik Cadbury di Claremont bisa dicapai 25 menit dengan mobil atau 55 menit dengan bis kota. Tiket bis di Hobart ini sangat murah, hanya $3 per orang untuk naik bis seharian. Yang tidak membawa mobil sendiri, tapi alergi naik bis kota, bisa ikut tur pesiar 30 menit menyusuri sungai Derwent menuju pabrik Cadbury. Tur pesiar ini tarifnya AU$ 74 per orang, termasuk tiket masuk Pabrik Cadbury dan snack (morning tea). Coba tanyakan pada The Emak, pilih mana antara ikut tur dengan kapal seharga AU$ 74 atau naik bis kota seharga AU$ 3? Jawabannya sudah jelas :)
Kami menunggu bis kota di depan kantor pos besar di pusat kota Hobart. Pagi itu gerimis dan kami ketinggalan bis kota yang menuju Claremont. Kami bertiga berteduh di halte sambil menunggu bis selanjutnya, no 39. Ketika bis datang, saya pastikan dulu ke sopir bahwa bis ini menuju pabrik coklat Cadbury. Bisa berabe kalau salah jurusan. Perjalanan menuju Claremont, di utara kota Hobart lumayan panjang, hampir satu jam. Big A terus-menerus bertanya, "Are we there yet?" Saya tidak menghitung berapa kali dia bertanya seperti itu, tapi kira-kira 1000 kali :p Kami melewati suburb-suburb di pinggiran Hobart dengan rumah-rumah mungil yang ditata rapi. Rata-rata rumah ini punya kebun cantik dengan bunga-bunga yang bermekaran di halaman depan mereka. Pemandangan yang lumayan mengusir kebosanan di dalam bis. Kami penumpang terkakhir yang turun di halte terakhir, tepat di depan pabrik coklat Cadbury.
Sesi tur untuk pengunjung ada setiap 30 menit dan kita tidak perlu booking terlebih dahulu. Begitu masuk ke visitor centre, saya membeli tiket tur, untuk dewasa $7,50 dan untuk anak-anak $4. Little A gratis. Tiket ini diganti dengan sebatang dairy milk chocolate dan empat coklat kemasan kecil. Kalau dihitung-hitung sih balik modal, apalagi Little A enggak bayar dan tetap dapat coklatnya.
Kami masih punya waktu 15 menit sebelum tur dimulai. Sambil menunggu, kami melihat-lihat display di Visitor Centre. Yang pertama menarik perhatian Little A adalah peti harta karun yang berisi tumpukan coklat batangan Dairy Milk. Whoa, rasanya pengen bawa pulang semuanya. Di sebelahnya ada patung sapi yang tidak boleh dinaiki, mengingatkan kita kalau coklat Cadbury yang biasa kita makan ini ada campuran susu dari sapi. Selanjutnya ada display cetakan dan alat-alat pembuatan coklat kuno, sampel coklat bubuk, kemasan Cadbury zaman dulu, poster-poster dan media promosi lainnya. Ruangan ini juga menjadi satu dengan toko suvenir. Ada banyak barang lucu-lucu dengan tema coklat dan Cadbury. Saya seperti biasa cukup puas dengan membeli kartupos.
Big A di Cadbury Visitor Centre |
Gratisan dari Cadbury. Nom nom! |
Tepat pukul 11 siang, kami diajak masuk ke ruang presentasi yang berisi model mesin pembuat coklat dan juga cetakan coklat asli yang digunakan di pabrik. Meski bukan Willy Wonka yang menemani kami di sini, presentasi tentang sejarah coklat dan Cadbury cukup menarik. Peserta tur waktu itu adalah grup orang-orang tua, kemungkinan pensiunan orang-orang Aussie, dan kami bertiga. Sudah bisa dipastikan semuanya chocoholic. Selain menerangkan tentang coklat dengan bahasa Inggris yang cepat plus aksesn Aussie, petugas ini juga melontarkan guyonan khas Aussie yang untungnya saya paham, jadi bisa tertawa bersama mereka :D
Cadbury berawal dari toko milik (coba tebak) John Cadbury yang dibuka tahun 1824 di Birmingham, Inggris. Pada awalnya toko ini menjual teh, kopi, mustard, esen coklat dan minuman coklat. Minuman coklat waktu itu hanya bisa dinikmati oleh kalangan elit di Birmingham. Popularitas coklat di toko Cadbury berkembang pesat, membuat John membuka pabrik coklat sendiri tahun 1831.
Pabrik Cadbury di Claremont, Tasmania adalah pabrik pertama yang dibuka di Australia tahun 1922. Lokasi ini dipilih karena dekat dengan sumber susu segar berkualitas dan kemudahan mendapatkan sumber listrik tenaga air. Satu hal yang menarik bagi saya, bahan utama coklat yang diproduksi di sini adalah coklat impor dari (ya, betul) Indonesia! Mereka membanggakan diri sebagai produsen coklat terbaik di dunia, bahkan lebih baik daripada pabrik asalnya di Inggris. Rahasia enaknya Cadbury Australia adalah coklat terbaik dari Indonesia, susu segar lokal dari Tasmania dan gula tebu dari Queensland. Coklat buatan Australia lebih enak daripada buatan Inggris karena Australia memakai gula tebu (sugarcane), sementara di Inggris dipakai pemanis dari bit.
Begitu mendengar petugas menerangkan bahwa mereka mendapatkan bahan baku coklat dari Indonesia (dan sebagian dari Ghana dan Papua Nugini), Big A menoleh ke saya dengan bola mata membesar dan tersenyum. Perasaan saya campur aduk, bangga karena coklat dari Indonesia diakui sebagai bahan baku coklat terbaik, tapi agak sedih karena kita hanya ekspor bahan mentahnya saja. Pengolahan awal biji coklat sampai siap pakai menjadi cocoa mass ada di Singapura. Setelah diolah di pabrik Singapura, cocoa mass yang mengandung 53% cocoa dan cocoa butter itu dikirim ke Tasmania untuk diolah lebih lanjut.
Little A bergaya di depan pabrik coklat |
Menunggu bis di depan halte Cadbury |
~ The Emak
Ps:
Baca juga catatan perjalanan Big A (dalam bahasa Inggris):
0 komentar
Posting Komentar