Luxury Stay at Hotel Tugu Bali
Dari dulu saya sudah ngincer pengen merasakan menginap di sini. Grup Tugu memiliki beberapa hotel yang cantik dan unik di Indonesia, yaitu Tugu Malang, Tugu Lombok, Tugu Blitar dan Tugu Bali ini. Saya pernah makan dan diajak tur di hotel Tugu Malang. Keren banget memang, jadi pengen mencoba semua properti Tugu.
Makanya... ketika akun instagram @kartuposinsta mengadakan #KartuposAuction, saya sudah bertekad harus menang. Alhamdulillah berhasil :) Voucher hotel Tugu ini sebenarnya bisa digunakan sampai bulan Desember 2016, tapi akhirnya kami pakai awal Maret ini agar bisa bareng dengan Tante @diladol. Big A kebetulan juga punya tiket Garuda yang belum terpakai, jadi dia bisa mencoba terbang sendiri ke Bali, sementara saya, Si Ayah dan Little A naik pesawat yang lebih murah, hehehe. Cerita Big A, in her own words, bisa dibaca di sini.
Kami naik Grab Car sampai Canggu, dari Kuta sekitar 1 jam, melewati jalan-jalan tembus yang sempit, bahkan lewat pematang sawah yang hanya pas untuk satu mobil. Ngeri-ngeri sedaaap :))
Begitu masuk lobi hotel, kami disambut dengan ramah oleh Pak Pande dan staf hotel lainnya, yang langsung tahu nama saya. Saya sempat ge-er,
Antre cek in di hotel Tugu nggak perlu berdiri di depan konter. Kami bisa duduk-duduk di sofa empuk sambil menikmati welcome drinks, yang bisa dipilih sesuai selera masing-masing. Lobi hotel ini mengesankan sekali, bangunannya bergaya pendopo dengan pilar-pilar kayu dari pohon utuh. Di tengahnya ada panggung untuk pementasan tari. Dan di panggung tersebut terdapat patung garuda besar yang ikonik. Little A sampai bengong menatap patung ini.
Yang paling saya takutkan setiap kali membawa keluarga menginap di hotel adalah hotelnya nggak ramah sama anak-anak. Sempat ragu juga waktu mau bawa anak-anak menginap di Tugu, karena hotel ini lebih terkenal sebagai hotel mewah untuk honeymooner. Tapi ketakutan itu langsung lenyap dengan sambutan yang ramah dari staf di sini. Little A langsung merasa seperti di rumah sendiri dengan mengomentari banyak hal, tapi terutama jus apelnya yang menurut dia seger banget.
Ada dua pilihan kamar 'biasa' di hotel Tugu. Dedari Suite yang terletak di bawah, dengan kolam renang kecil dan kamar mandi semi terbuka. Satunya lagi Rejang Suite yang ada di lantai atas, dengan pemandangan ke laut, balkon terpisah dan spa pribadi. Si Ayah memilih kamar yang di atas biar bisa melihat laut. Saya setuju saja, karena saya lihat kolam renang pribadi yang di bawah hanya kecil, cuma cukup untuk celup-celup, bukan berenang beneran. Tapi, kalau boleh memilih sih, saya pengennya menginap dua malam dan bisa coba dua-duanya :) Kalau di kolam renang pribadi kan bisa pakai bikini, bukan burqini :p
Room boy mengantar kami ke kamar, naik melewati tangga berputar. Dia juga menjelaskan fasilitas yang ada di kamar, berikut cara kerja listrik, kunci dll. Saya manggut-manggut saja. Begitu room boy keluar, baru lah kami sekeluarga bebas mengekspresikan kekaguman kami pada kamar yang luasnya 75 meter persegi ini. Norak-norak bergembira seperti biasa, hahaha. Saya terpesona dengan dua lemari kayunya yang menjulang tinggi sampai langit-langit, yang dikunci dengan selot kayu juga. Big A langsung mencari posisi wuenak di day bed samping jendela, karena masih dalam tahap penyembuhan dari sakit batuknya, dia kurang begitu semangat. Sementara itu Little A main seluncuran di lantai kayunya yang licin mengilap. Si Ayah menginspeksi meja kerja di balkon untuk tempatnya mengerjakan PR nantinya.
Saya langsung mengkalkulasi ketersediaan kasur untuk malam nanti. Ada satu ranjang besar ukuran king, pastinya muat untuk kami bertiga, dengan Little A di tengah. Sementara Big A bisa tidur di day bed yang cukup nyaman, dengan tambahan selimut yang bisa saya mintakan ke housekeeping. Tapi pada praktiknya, kami berempat tidur di ranjang utama, cukup nyaman dan hangat dengan bantal yang empuk banget dari bulu angsa.
Di atas meja, ada rangkaian bunga khas Bali dengan kartu ucapan untuk saya dan juga sepiring buah-buahan tropis untuk camilan. Untuk minum ada empat botol air mineral dan beberapa kantung teh Dilmah dan kopi dari plantation mereka sendiri. Logistik aman sampai nanti.
Happy Little A in front of a mirror |
Ketika saya tanya ke Little A, apa yang paling berkesan di hotel Tugu, dia bilang bath tub-nya. Saya setuju banget! Bak mandi yang ada di kamar Rejang ini sangat banget. Bentuknya bulat, cukup untuk nyemplung berempat sebenarnya. Kami bertiga berendam di bath tub setelah berenang sebentar di kolam renang hotel. Sementara Si Ayah masih sibuk dengan PR-nya di meja sebelah, hahaha. Sabun dan sampo yang disediakan hotel cukup wangi, bisa untuk bubble bath dua kali. Saya paling suka sabun batangan mereka yang beraroma sereh. Sabun cair dan sampo diletakkan di wadah seperti kendi dari tanah liat, jadinya nggak bisa dibawa pulang. Saya cuma bisa bawa pulang sabun serehnya doang. Emak-emak nggak mau rugi banget :p
Kamar mandi pancuran dan toilet ada di sisi satunya lagi, tidak jadi satu atau ada di dekat bath tub. Pertama kali masuk kamar mandi shower, saya sempat kaget karena ada penunggunya: patung Simbok Gemuk lambang kesuburan. Big A juga kaget dan kurang nyaman mandi bareng Simbok. Saya yang tadinya mikir bakalan terbiasa sama kehadiran Simbok ini, ternyata tetap 'mak tratap' juga waktu masuk kamar mandi, tetep kaget. Owalah simbok, simbok!
Toiletnya terpisah dari kamar mandi. Kebetulan di kamar saya ini toiletnya belum dilengkapi penyemprot air/bidet. Kami bisa akali sih, kan ada wastafelnya di dalam toilet. Lagipula sudah banyak latihan pas tinggal di Ostrali sono :D Sebenarnya, kata pihak hotel, di sebagian besar kamar yang ada, toiletnya sudah dilengkapi penyemprot air/bidet/washlet. Tinggal rikues aja sih, dijamin bakal dikasih. Saya nggak minta ganti kamar karena sudah pewe, posisi wuenak banget. Anak-anak juga udah susah diangkut, masing-masing udah mojok hepi.
Setelah leyeh-leyeh sebentar, kami turun untuk berenang. Lingkungan hotel ini cukup asri, enak dipandang mata. Kolam renangnya tidak besar, tapi cukup untuk membakar kalori dengan beberapa lap. Bagian dangkalnya 60 cm, sedangkan bagian dalamnya 150 cm. Little A bisa ditinggal bermain sendiri di bagian dangkal sementara balapan dengan Big A yang tentu saja dimenangkan dia yang sekolah renangnya di Sydney Uni.
Hotel ini hanya mempunyai 24 kamar, jadi suasananya tidak ramai dan hiruk pikuk seperti hotel besar. Ketika kami berenang, hanya ada sepasang Opa Oma yang leyeh-leyeh di tepi kolam, yang satu tiduran, satunya membaca buku. Untungnya anak-anak saya tipe yang kalem, jadi kegiatan kami tidak mengganggu mereka.
Setiap sore, tamu di Tugu hotels bisa menikmati afternoon tea dengan sajian kue-kue tradisional dan pilihan teh sesuai selera. Sajian teh sore ini bisa dinikmati di mana saja. Kami memilih menikmatinya di taman tepi pantai, sekaligus menikmati matahari terbenam. Saya mencoba teh melati sementara Si Ayah meminta teh jahe. Big A sedang ingin minum kopi flat white. Kue-kuenya kami bawa sebanyak mungkin, biar malamnya nggak kelaparan ;) Big A terutama suka kue klepon (kue bulat berwarna hijau dari tepung ketan yang digulingkan ke parutan kelapa, didalamnya ada gula merahnya) sampai harus berebut dengan jatah Little A.
Beach garden, properti milik hotel Tugu ini ada di tepi pantai Batu Bolong. Di sini terdapat kursi santai, meja kursi untuk makan dan juga bale-bale (dipan yang bisa dipesan untuk tempat makan malam romantis). Kami menikmati minum teh di bale-bale berhiaskan kain-kain merah yang cantik.
Di sebelah lapangan rumput milik Tugu ada The Lawn, tanah lapang untuk
Tugu Beach Garden |
The Lawn |
Pantai yang ada di sebelah hotel Tugu ini namanya pantai Batu Bolong, terkenal sebagai pantai untuk berselancar karena ombaknya yang cukup besar. Pasirnya tidak putih, tapi cukup bersih. Menjelang sunset, Little A mulai berbasah-basahan di air, menemani Si Ayah yang asyik motret. Saya suka pantai yang tidak terlalu ramai seperti ini. Meski harus berbagi dengan pengunjung lain, Little A masih punya spot pribadinya. Tidak ada pedagang asongan yang terlihat. Tapi juga tidak ada penjaga pantainya. Untuk yang mau berenang di pantai ini perlu berhati-hati karena ombaknya cukup besar. Daerah Canggu yang yang terletak di antara Seminyak dan Tanah Lot ini bisa menjadi alternatif main ke Bali bagi yang sudah bosen ke Kuta yang ramai.
Yang mungkin bisa mengganggu adalah anjing-anjing yang berkeliaran di sekitar pantai. Bukan anjing kampung buduk sih, mereka tampak bersih dan tidak berbahaya. Tapi bagi yang takut anjing mungkin akan kurang nyaman juga karena mereka mengendus-endus setiap orang yang duduk-duduk di pantai, mungkin mencari makanan.
Menjelang magrib, para surfer mengangkut papan selancar mereka untuk pulang. Little A pun harus mengakhiri main-main di pantai meski belum puas.
Tadinya saya pengen jalan-jalan menyusuri pantai di pagi hari. Tapi setelah pagi datang kok jadi malas ya? Hahaha. Padahal kalau mau jalan sedikit bisa sampai di pura melihat keramaian umat Hindu yang beribadah melasti. Sejak subuh, sudah banyak orang Bali yang berbondong-bondong melewati jalan di samping hotel kami menuju pura. Melasti adalah upacara untuk menyucikan benda-benda sakral, yang dilakukan menjelang Hari Raya Nyepi.
Akhirnya saya dan Si Ayah kencan sarapan saja di taman tepi pantai. Saya memesan paket sarapan tradisional (150K) untuk Si Ayah dan paket sarapan Babah (180K) untuk saya. Hotel Tugu tidak menyediakan sarapan buffet, semua menu bisa dipilih sendiri dan bisa diantarkan ke mana saja sesuka hati kita, mau di kamar, di lobi, di dekat kolam, atau di pinggir pantai juga bisa. Pagi itu di pantai, saya lihat sudah banyak yang mulai berselancar, sepagi itu. Si Ayah juga membawa peralatan berselancar... di internet :p
Makanan kami datang setelah satu jam, hiks. Ini mungkin salah saya juga sih. Saya memesan dua jenis sarapan, satu untuk kami di pantai, satunya lagi untuk anak-anak di kamar. Saya bilang yang untuk anak-anak tolong diantar satu jam lagi, karena waktu itu mereka masih tidur. Eh, mungkin mereka salah paham mengira sarapan kami juga mintanya satu jam lagi.
Tapi gara-gara lapar, makannya jadi tambah nikmat. Paket Si Ayah terdiri dari nasi goreng, bubur ketan hitam, buah potong dan kopi. Paket saya terdiri dari bubur ayam, dimsum, buah potong dan kopi. Saya dari dulu selalu mewajibkan untuk mencicipi setiap bubur yang ada di hotel. Yang ini buburnya lumayan lah, cukup terasa enak kaldunya, tidak terlalu asin. Sementara untuk Si Ayah, nasgornya kurang pedas! Dia meminta sambal ulek, alhamdulillah segera datang sebelum nasgornya habis. Memang sih, kalau di hotel bintang 5, kalau ingin pedas harus bilang dari awal, karena biasanya bumbu makanannya mild, disesuaikan dengan lidah internasional.
Saya cukup senang dan puas dengan kencan pagi ini, bisa makan dan ngobrol sama Si Ayah tanpa gangguan anak-anak yang masih tidur di kamar. Hanya ditemani debur ombak di kejauhan, ish...
Untuk anak-anak, sarapannya saya pesankan bakery basket (75K) yang berisi empat potong roti pilihan dan 2 gelas susu segar. Saya pilihkan 2 toasted whole wheat bread, croissant dan danish. Untuk olesannya, kami diberi mentega dan homemade jam yang enak banget: selai nanas, selai jambu biji, dan satu lagi saya nggak tahu campurannya apa aja, tapi enak!
Sebelum cek out, kami sempat diantar keliling hotel oleh Mbak Retno, untuk melihat kamar-kamar yang lain, tempat spa, galeri koleksi benda antik dan pilihan tempat makan yang tersedia. Karena biasanya tamu yang menginap adalah honeymooner, Tugu punya tempat spa yang spesial. Ada paket lengkap spa selama 8 jam untuk pasangan, termasuk diselingi makan siang. Saya membayangkan kalau Si Ayah ikutan ini, pasti bakalan sukses tertidur begitu kepalanya mulai nempel di dipan :)
Kami juga dibawa melihat Bale Puputan, dining hall yang bisa dipesan untuk
makan malam istimewa. Salah satu paket makan istimewa mereka adalah Royal Tugudom Dining. Tamu akan dibawa ke era majapahit, diperlakukan seperti raja, dengan makanan yang dibawakan oleh pelayan, penduduk desa, dan prajurit. Tamu juga akan disuguhi tarian di antara acara makan.
"Ya ada, Mbak, yang pesan paket ini?" tanya Si Ayah keheranan.
"Banyak, Pak," kata mbak Retno, "terutama tamu-tamu dari Eropa."
Saya nggak seheran itu sih, kalau memang uangnya ada, kenapa nggak dipakai untuk membeli pengalaman yang unik, yang nggak akan hilang kenangannya. Setelah melihat satu dining venue lagi yang atapnya memakai kuil Tiongkok yang sudah berusia ratusan tahun, tur hotel itu ditutup dengan mengunjungi galeri benda antik, koleksi Pak Anhar, pemilik hotel yang dijual untuk umum. Saya dan Si Ayah nggak ngerti apa-apa tentang benda antik, jadi kami cuma melihat-lihat saja dan kadang terbelalak membaca label harganya ;)
Bale Puputan |
Bale Puputan Dining venue |
Keluarga Precils di depan Hotel Tugu |
~ The Emak
Follow @travelingprecil