Jumat, 22 Juli 2016

Naik Bus dari Sydney ke Canberra

Naik Bus dari Sydney ke Canberra


Bulan Juni Si Ayah menghadiri konferensi di Canberra. Tentu Si Emak saleha yang mengurusi semuanya, termasuk cari tiket pesawat (pakai Air Asia dari DPS - SYD, 5 jutaan), pesan penginapan (dapatnya paling murah di ANU University House) dan mencarikan transportasi dari Sydney ke Canberra. Tidak ada penerbangan langsung dari kota di Indonesia ke Canberra, jadi memang harus transit. Kota terdekat dengan Canberra adalah Sydney (3 jam berkendara). 

Pilihan transportasi dari Sydney ke Canberra bisa dengan kereta api, pesawat, sewa mobil atau dengan bus (coach). Kereta api kurang saya rekomendasikan karena waktu tempuhnya yang lebih lama daripada bus (4 jam 20 menit) dan harganya sedikit lebih mahal daripada tiket bis (AUD 39,54). Jangan kaget ya kalau kereta api di Australia jalannya lambaaaaat, hahaha. Kereta api ini cocok untuk orang yang selo, karena jadwalnya pun kurang fleksibel, hanya ada tiga jadwal kereta dari Sydney ke Canberra: jam 7, 12 dan 18. Untuk lebih lengkapnya cek http://www.nswtrainlink.info.

Pesawat adalah pilihan transportasi dengan waktu tercepat. Tapi tentu saja harganya lebih mahal. Tiket termurah sekitar $145 untuk 1 jam penerbangan (cek website webjet.com.au). Kalau dihitung dengan waktu untuk sampai ke bandara dan untuk cek in, tentu waktu perjalanan tidak beda jauh dengan naik bus yang hanya perlu 3,5 jam.

Dulu ketika kami tinggal di Sydney, kami menggunakan mobil pribadi atau menyewa mobil ketika ke Canberra. Perjalanan ke Canberra melewati jalan tol yang mulus banget, jarak sekitar 300 km bisa ditempuh dalam 3 jam saja. Tapi perjalanan dengan menyetir sendiri ini sungguh membosankan karena pemandangannya itu-itu saja, dan juga rawan ngantuk karena jalanan terlalu sepi dan terlalu mulus :p

Karena itu, untuk kali ini, naik bus adalah pilihan terbaik untuk si Ayah. Saya segera mengecek website Murrays, perusahaan bus terkemuka di Sydney. Di website-nya, kita bisa langsung memesan tiket sesuai jadwal yang tersedia setiap jam. Bayarnya pakai kartu kredit. Waktu saya pesankan, ada tiket diskon seharga $30 untuk jadwal di pagi hari. Tentu saya nggak mau kehabisan!



Sebenarnya ada pilihan lain selain bus Murrays, yaitu bus Greyhound yang cukup terpercaya juga. Tapi jadwal bus Greyhound ke Canberra tidak sesering bus Murrays. Jadwal dan harga tiket bisa dicek langsung di website Greyhound Australia

Terminal bus Sydney ada di sebelah stasiun Central. Datanglah sesuai jadwal keberangkatan karena bus pasti tepat waktu. Kalau sudah memesan, cukup antre dengan tertib untuk naik ke dalam bus karena sopir sudah punya daftar nama penumpang. Nggak perlu terburu-buru atau nyela antrean ya, semua pasti kebagian tempat duduk. Kata Si Ayah, interior bus-nya cukup mewah dan nyaman. Setiap penumpang harus memakai seat belt. Iya, aturan Australia memang gitu :p Setiap tempat duduk ada colokan listriknya untuk nge-charge (yay, ini penting!) dan tersedia juga toilet (yang nggak bau) di bagian belakang. Di dalam bus boleh minum atau makan, asal bukan minuman atau makanan panas.

Perjalanan sekitar 3,5 jam dan berlangsung mulus-mulus saja, bisa disambi bekerja atau... tidur!



Di Canberra, terminalnya ada di Jolimont, sebelah hotel Novotel. Kami pernah menginap di Novotel Canberra ini, review-nya bisa dibaca di sini. Dari terminal tinggal jalan sekitar dua puluh menit ke ANU University House. Atau kalau kalian pengen menginap di hostel, ada Canberra City YHA, 15 menit jalan kaki dari terminal bus ini.

Selain ke Canberra, Murrays juga melayani jalur bus dari Sydney ke Snowy Mountain dengan tarif $120 pp. Cukup mahal sih, dibandingkan dengan tur sehari yang tarifnya mulai $99 saja, contohnya di http://www.apsetours.com.

Menurut saya, Canberra ini kotanya ngebosenin, hehe. Kalau memang penasaran mau ke sini, pas kan waktunya ketika ada Floriade atau Festival bunga di musim semi, sekitar bulan September-Oktober. Atau bisa juga mampir ke Canberra ketika mau lihat salju di Snow Mountain (3 jam berkendara dari Canberra).

~ The Emak

Sabtu, 16 Juli 2016

Mengurus Visa India untuk Konferensi

Mengurus Visa India untuk Konferensi


Bulan Juni yang lalu Si Ayah menghadiri workshop dan konferensi di Aurangabad, Maharashtra, India. Alhamdulillah saya nggak perlu ikut, karena India memang nggak belum ada di bucket list saya :D Tapi seperti biasanya, saya yang ikutan ribet ngurus ini itu, termasuk ngumpulin dokumen untuk visa.

Masalah tambah ruwet karena Si Ayah juga harus berangkat ke Australia di bulan yang sama. Rempong kuadrat! Untungnya mengurus visa Australia langsung di kantor VFS Global tidak perlu menyerahkan paspor asli, sehingga paspor aslinya bisa dipakai untuk mengurus visa India. Jadilah di suatu hari Selasa yang cerah, Si Ayah berangkat ke dua tempat di Jakarta untuk mengurus dua visa. Saya komat-kamit berdoa dari rumah.

Ketika tahu Si Ayah mendapat undangan konferensi di India, saya langsung googling cara mendapatkan visa India. Ternyata tipe visa India itu macam-macam banget; visa turis, visa bisnis, visa penelitian, dan visa konferensi berbeda-beda. Untuk jenis-jenis visa India dan syarat-syarat untuk aplikasinya, bisa dibaca di tautan ini:
http://www.indianembassyjakarta.com/index.php/2013-05-20-10-03-10/visa-services/types-of-visas

Setelah membaca aturan resmi tentang visa dari website kedutaan India di Jakarta ini,
http://www.indianembassyjakarta.com/index.php/obtain-visa-2, saya kemudian mencari-cari pengalaman para blogger dalam mencari visa India. Untuk visa turis sudah banyak yang ditulis, tapi tidak ada satu pun yang menulis tentang visa untuk konferensi. Saya hanya menemukan cerita sekelompok orang yang menggunakan visa turis untuk menghadiri konferensi di India. Dududu, jangan ditiru ya teman-teman. Usahakan selalu menaati aturan ketika kita mengunjungi negara lain.

Persyaratan visa turis dan visa konferensi tidak begitu berbeda. Hanya saja, untuk visa konferensi, pemohon wajib melampirkan surat event clearance dan political clearance dari pemerintah India. Untungnya, yang bertugas mencarikan surat-surat ini adalah panitia konferensi dari India sana. Kita tinggal duduk manis menunggu sambil mengumpulkan dokumen-dokumen lain.



Berikut dokumen yang diperlukan untuk mengajukan visa konferensi India:
1. Formulir yang harus diisi secara online kemudian dicetak dan dibawa ke kantor kedutaan atau konsuler di Jakarta, Medan atau Denpasar. Isi formulirnya di sini: https://indianvisaonline.gov.in. Siapkan juga file foto untuk diunggah ke formulir tersebut.

2. Paspor asli. Masa berlaku minimal 6 bulan. Sebaiknya bawa juga semua paspor lama.

3. Pasfoto ukuran 5x5 cm dengan latar belakang putih sebanyak dua lembar.

4. Konfirmasi tiket pesawat pulang pergi.

5. Rekening koran (bank) selama 3 bulan terakhir, asli. Saya sarankan untuk meminta print rekening koran di bank dengan kop asli dan cap dari bank. Jangan cuma memfotokopi buku tabungan. Ini bisa dilakukan di semua cabang, tidak harus di cabang asal membuka rekening. Di website kedutaan tidak disebutkan berapa minimal tabungan pemohon. Asal ada pemasukan rutin selama tiga bulan dan jumlahnya cukup untuk biaya hidup di India (kira-kira 500 ribu rupiah per hari), bakalan tidak ada masalah. Waktu itu saldo rekening Si Ayah 30 juta rupiah.

6. Itinerary selama di India.

7. Surat undangan dari panitia konferensi dan surat tugas dari institusi di Indonesia.

8. Surat political clearance dan event clearance dari pemerintah India (diurus oleh panitia konferensi). 

9. Uang kas untuk membayar biaya visa. Biaya visa turis adalah Rp 492.000, sementara visa konferensi jauh lebih mahal, Rp 1.078.000.

Selain itu, saya membekali Si Ayah dengan dokumen lain seperti kartu susunan keluarga (KSK), akte kelahiran, dan buku nikah asli, siapa tahu dibutuhkan. Lebih baik siap-siap daripada harus bolak-balik Surabaya - Jakarta.

Kedutaan India di Jakarta alamatnya di Jl HR Rasuna Said S-1 Kuningan, Jakarta Selatan. Jam bukanya dari jam 9 pagi sampai jam 12 siang untuk penyerahan aplikasi visa. Untungnya kantor ini tidak jauh jaraknya dari VFS Global yang ada di Kuningan City Mall. Jadi Si Ayah bisa mengurus visa Australia dulu pagi harinya (buka jam 8.30), kemudian lanjut dengan gojek ke kedubes India. Saya yang deg-deg-an menunggu di rumah mengucap syukur ketika ada pesan WA bahwa Si Ayah sudah selesai mengurus visa Australia dan sudah antre di Kedubes India, tepat jam 11 siang.


Untuk datang ke kedubes India ini tidak harus membuat janji, bisa langsung go show saja asal sesuai jam kerja, Senin - Jumat. Syaratnya tentu sudah mengisi formulir online seperti yang saya sebutkan di atas. Pengalaman Si Ayah, antrean tidak panjang, proses pengajuan visa hanya sekitar setengah jam. Ketika masuk, pengunjung tidak boleh membawa apapun kecuali dokumen yang diperlukan (siapkan dalam 1 map). Tas dan ponsel harus dititipkan ke satpam.

Di dalam, ada 3 loket layanan: loket 1 adalah bank, loket 2 untuk penyerahan dokumen dan loket 3 untuk foto dan sidik jari. Karena harus foto dan sidik jari, pengajuan visa India ini harus datang ke Jakarta, Medan atau Bali. Untuk teman-teman di luar kota tersebut, alternatifnya adalah mengurus visa on arrival (VOA), khusus untuk tipe visa turis. Proses pengajuan visa di kedubes cukup mudah. Langkah pertama, pemohon diminta menyerahkan berkas ke loket 2, kemudian foto dan pengambilan sidik jari di loket 3, baru membayar di loket 1. Di loket ini disediakan lem untuk menempel pasfoto ke formulir, tapi tidak disediakan bolpen. Jadi siap-siap bawa bolpoin sendiri ya.

Setelah semua proses selesai, pemohon mendapatkan kuitansi pembayaran yang digunakan untuk mengambil paspor asli. Proses visa India ini cukup cepat, hanya perlu dua hari. Misalnya mengurus hari Selasa, hari Rabunya sudah bisa diambil. Kalau mengajukan hari Jumat, hari Seninnya sudah jadi. Jam pengambilan paspor sore hari antara jam 16-16.30, berbeda dengan jam pengajuan visa di pagi hari. Waktu itu Si Ayah baru bisa mengambil paspor Jumat sore, meski aplikasinya hari Selasa. 

Alhamdulillah, ketika mengambil paspor asli, stiker visa konferensi India dengan foto ganteng Si Ayah sudah bertengger manis di paspor.


~ The Emak
ps: Visa turis India juga bisa didapatkan langsung di bandara kedatangan beberapa kota di India. Informasi lebih lengkap tentang visa on arrival (VOA) bisa dibaca di sini: https://indianvisaonline.gov.in/visa/tvoa.html

Minggu, 26 Juni 2016

Alila Solo, Kemewahan yang Terjangkau

Alila Solo, Kemewahan yang Terjangkau


Saya sudah lama 'ngidam' pengen menginap di hotel Alila. Mana saja deh, karena hotelnya cakep-cakep semua. Alila Ubud, Manggis, Seminyak, atau Uluwatu. Tapi memang tarifnya mahal ya, karena memang luxury hotel. Begitu dapat kabar grup Alila buka hotel di Solo, saya langsung masukin ke bucket list. Semahal-mahalnya Solo berapa sih? ;) Alhamdulillah kesampaian mencoba hotel Alila pas long weekend di bulan Mei kemarin.

Hotel Alila Solo ini masih baru, baru buka bulan November 2015. Beberapa fasilitasnya juga baru buka ketika saya menulis review ini, seperti rooftop bar dan spa. Saya memesan kamar deluxe lewat Agoda seharga US$ 83,61 atau sekitar 1 juta rupiah. Setelah membandingkan di Hotels Combined, waktu itu tarif di Agoda memang lebih murah. Harga sudah termasuk pajak dan sarapan gratis untuk 2 orang. Tarif ini sedikit di atas rata-rata karena bertepatan dengan liburan akhir pekan panjang.

Tentunya hotel ramai banget. Kami cek in sekitar pukul 7 malam setelah menempuh kemacetan kota Solo, sepulang dari Candi Cetho di Karanganyar. Begitu masuk ke lobi hotel Alila, saya langsung takjub banget. Padahal foto-foto lobi hotel ini sudah sering saya lihat di postingan seleb twit dan seleb instagram. Tapi tetap saja, aslinya lebih megah.

Kamar kami di-upgrade jadi Executive Room, yay! Alhamdulillah, rezeki Emak salehah ;) Sementara saya cek in, anak-anak dan Si Ayah duduk di sofa dan disambut dengan welcome drink dan handuk hangat untuk cuci muka. Seger banget. Waktu itu kebetulan ada Ibu Eleonore, GM Alila Solo yang dengan ramah menyambut kedatangan kami. Kata beliau, malam ini hotelnya fully booked.



Begitu dapat kunci, anak-anak langsung lari ke lift dan buka kamar. Udah capek banget pengen rebahan ke kasur empuk. Tentu saya usir-usir karena harus... foto duluuuu. Maaf ya Nak :D Kamarnya luas (40 meter persegi) dan memang elegan banget, khas Alila. Saya suka desainnya yang simpel tapi terkesan mewah. Plus sentuhan dekorasi wayang yang membuat hotel ini Solo banget. Kasurnya ukuran king, jadi muat buat kami berempat. Orangnya memang mini-mini sih :p Tapi kalaupun nggak muat, ada sofa yang cukup nyaman untuk jadi extra bed. Begitu selesai foto-foto, duo precils langsung ambil remote dan nyalain TV segedhe gaban. Maklum, di rumah nggak ada TV yang bisa nyala. TV-nya 48 inci dan channel-nya lengkap, mulai dari berita, olahraga, sampai anak-anak.

Kami tidur dengan nyaman di sini. Kamarnya terasa tenang banget nggak ada gangguan suara apapun. Sepiii... Padahal hotelnya sedang penuh lho. Berarti soundproof-nya oke banget kan. Suara AC juga nyaris nggak terdengar.








Ini pose apaan sih? :p

Fasilitas kamar ini lengkap kap kap. Ya jelas, bintang lima! Dari meja kerja yang sleek, colokan di mana-mana, sampai akses internet dari wifi yang cukup kencang. Dari amenities wajib seperti botol air mineral sampai setrika dan papannya. Karena ini kamar eksekutif, kamar mandinya dilengkapi bath tub. Little A senang banget bisa mandi berendam dengan busa-busa melimpah. Saya suka sabun dan samponya yang wangi sereh. Tentu sisa toiletris-nya saya bawa pulang semua. Jadi ketika mandi di rumah, saya masih merasakan kemewahan bintang lima, hahaha.

Fasilitas kamar eksekutif yang paling saya suka adalah: mesin kopi! Terbiasa minum kopi enak, saya paling sebel kalau hotel hanya menyediakan kopi sesat, eh saset. Apalagi kalau di restorannya juga nggak ada mesin kopi. Gagal deh jadi hotel berbintang. Makanya begitu bangun pagi, saya langsung mencoba mesin kopi nespresso ini, yang dilengkapi dengan dua buah kapsul kopi. Alhamdulillah ada petunjuk cara menggunakan, bisa repot kan kalau sampai rusak :p Pagi itu, dua cangkir kopi lezat terhidang untuk saya dan suami. Kami berdua bisa menikmati golden time, ngopi sambil ngobrol sebelum anak-anak bangun. Alangkah sedapnya.


Lokasi Hotel Alila Solo di jalan Slamet Riyadi No 562, bagian barat kota Solo. Hotel ini dekat dengan mal Solo Square. Pusat perbelanjaan ini terlihat dari jendela kamar kami di lantai 8.

Ketika anak-anak sudah bangun, langsung saya ajak untuk sarapan. Saya sudah terbayang restorannya bakal ramai kayak apa karena kamarnya penuh semua. Dan memang benar, ramai pol. Staf Alila tampak hilir mudik melayani tamu dengan gesit. Kami juga diantar oleh waiter sampai mendapatkan meja untuk empat orang. Karena Big A sudah 14 tahun, dia sudah harus bayar tambahan tarif dewasa. Sementara Little A yang usianya 7 tahun pakai tarif anak-anak. Total saya bayar ekstra Rp 232.320 untuk sarapan. 

Pilihan makanan untuk sarapan sangat lengkap, dari makanan tradisional sampai ala Barat. Seperti biasa si duo lidah bule pilih makan roti panggang dengan olesan. Saya wajib mencicipi bubur ayam, sementara Si Ayah selalu menjajal makanan tradisionalnya plus sepiring salad. Bubur ayam cukup enak, rotinya bisa diterima duo Precils yang punya standar tinggi untuk bakery, Si Ayah juga hepi dengan macam-macam sambal yang tersedia. Saya paling terkesan dengan yoghurt dan muesli yang dihidangkan dalam gelas-gelas mini banget. Ini enaaaak... tapi kok kayaknya nggak banyak yang ambil. Selain itu, kami juga sempat mencicipi aneka sushi yang yummy dan tentunya diakhiri dengan buah-buah segar.

Saya sangat terkesan dengan pelayanan staf Alila di restoran. Tahu sendiri kan, suatu hotel atau tempat makan bakalan diuji ketika ramai pengunjung. Kalau menurut saya Alila lulus ujian dengan nilai bagus. Meskipun ramai, tampaknya semua tamu terlayani. Meja cepat dibersihkan, makanan selalu cepat diisi ulang, dan ketika saya meminta tolong salah satu staf untuk mengambilkan tusuk gigi, dia langsung menghentikan kegiatannya dan melayani saya. Pagi itu, saya mendapati Ibu Eleonore turun langsung ikut membersihkan meja. Pemimpin keren yang seperti ini kan, lead by example.

Suasana ramai juga tidak membuat restoran Epice ini rusuh. Saya lihat pengunjungnya kebanyakan warga lokal yang menikmati long wiken. Para pengunjung bisa antre dengan tertib, nggak sampai rebutan saat mengambil makanan :D Anak-anak disediakan high chair, jadi nggak ngider ke mana-mana. Kami punya cukup waktu untuk menikmati sarapan dengan nyaman tanpa takut diusir. Meski begitu, kami juga nggak terus berlama-lama, gantian dengan tamu yang lain. Lagipula kami masih punya agenda hari itu sebelum cek out: berenang!

Wajah kelaparan :p


Ini yang ditunggu-tunggu saya dan duo precils: mencoba kolam renang Alila yang super keren itu. Kolam ini ada di lantai 6, jadi satu dengan gym yang sayangnya belum sempat kami coba. Kolamnya luas banget, bisa untuk olahraga renang beneran, nggak cuma celup-celup. Di pinggirnya ada kolam-kolam dangkal untuk main. Masih ditambah kolam terpisah khusus anak-anak. Di kolam ini juga tersedia banyak kursi malas plus handuknya, semua pasti kebagian meski sedang ramai. Kita juga bisa pesan minuman dan snack kalau masih belum kenyang.

Yang lucu, di kolam ini ada beberapa bantal besar dan bean bag buat leyeh-leyeh manja di air. Little A langsung pose-pose cantik ala model begitu berhasil mendapatkan bean bag. Belum lancar berenangnya nggak papa asal gaya, hahaha. Kami main-main di kolam ini sampai puas, sampai tamunya tinggal kami aja. Nggak takut gosong? Nggak lah, kan udah pakai sunblock.



 
We had a fantastic stay at Alila Solo. Will definitely come back again when we visit Solo and when the kids club is open. Hotel ini saya rekomendasikan untuk keluarga yang mau staycation, mudik, atau mengunjungi Solo. Meski hotel baru, Alila Solo sudah mendapat ranking satu di Tripadvisor. Kapan lagi nginep di Alila dengan harga 'hanya' satu jutaan?

~ The Emak

Jumat, 17 Juni 2016

Memesan Penginapan Airbnb di Taipei

Memesan Penginapan Airbnb di Taipei


Mau memesan penginapan yang lebih hemat daripada hotel dan lebih privat daripada hostel? Mungkin Airbnb bisa menjadi pilihan. Sebenarnya apa sih Airbnb itu? Website ini mempertemukan traveler yang memerlukan penginapan dan orang-orang biasa yang menyewakan kamar/apartemen atau rumahnya. Saya sekeluarga pernah menyewa apartemen di Paris dan vila di Ubud melalui airbnb. Aman nggak? Dari pengalaman saya sih aman dan berkesan, tapi tentu ada tip dan triknya. Baca sampai habis ya.

Step-by-step untuk memilih dan menyewa akomodasi di airbnb gampang banget, mirip dengan situs booking engine lainnya. Tapi di sini kita harus daftar menjadi anggota dulu, karena penyewa juga ingin tahu profil kita.

Langkah-langkah:
1. Buka website airbnb.
2. Klik "Daftar untuk mengklaim kredit" Kamu bakalan dapat kupon Rp 250.000.
3. Daftar dengan FB/Gmail/Email lain. Masukkan biodata seperti biasa.
4. Setelah daftar, balik ke halaman utama. Di pojok kiri atas, dekat logo airbnb, masukkan kota tujuan.
5. Masukkan tanggal cek in, cek out dan jumlah tamu.
6. Klik "Lebih banyak filter" Saya biasanya pilih (dengan centang) "Superhost" atau "Hos Teladan" dan "Bahasa tuan rumah: English", setelah itu klik "Berlakukan filter"
7. Untuk mencari penginapan di lokasi tertentu, zoom in dan geser peta


Tampilan Airbnb
Filter superhost penting untuk memastikan tuan rumah kita terpercaya. Biasanya mereka ini sudah berpengalaman menjadi host dengan ulasan-ulasan yang bagus. Filter bahasa tuan rumah juga penting, terutama untuk negara-negara yang tidak berbahasa Inggris. Saya mengaktifkan filter tuan rumah harus bisa berbahasa Inggris ini ketika memesan airbnb di Paris dan Taipei. Saya takutnya nggak nyambung dan ada miskomunikasi kalau enggak, karena saya sendiri nggak bisa bahasa Perancis dan Mandarin.

Selanjutnya kita bisa pilih-pilih akomodasi seperti biasa. Saya lihat foto, memastikan fasilitasnya sesuai dengan yang saya inginkan dan membaca ulasan atau review-nya. Untuk menghindari penipuan atau akomodasi fiktif, jangan memesan di listing yang yang belum ada review-nya meskipun harganya miring. Beberapa pilihan penginapan yang bagus bisa kita simpan di wish list, dengan meng-klik tanda hati.

Setelah melihat-lihat pilihan yang ada, saya tertarik memesan kamar privat di apartemen ini: https://www.airbnb.com/rooms/6405228. Lokasinya dekat dengan Taipei main station dan harganya tidak terlalu mahal. Tidak lupa saya cek profil host-nya, tampak meyakinkan kok :)






8. Ajukan pemesanan (request to book). Halaman selanjutnya meminta anda untuk memperkenalkan diri, kemudian membayar dengan kartu kredit, kartu debit atau paypal. Kartu kredit yang diterima untuk pembayaran adalah visa, mastercard, amex dan discover. Kalau tidak punya kartu kredit, bisa pinjam punya orang lain. Saya memasukkan nomor kartu kredit punya suami di akun saya dan nggak masalah. Sementara untuk kartu debit, yang sudah saya coba masukkan dan diterima adalah kartu debit dari Permata Bank yang ada tulisannya VISA Electron. Kartu Debit dari Bank Mandiri ditolak. Mungkin beberapa kartu debit dengan logo visa/mastercard perlu diaktifkan dulu fitur belanja online-nya di bank. Coba aja deh semua kartu yang ada :) 

Perhatikan di halaman pembayaran bahwa kupon atau travel credit sudah dipotongkan sebagai diskon. Kalau punya kupon banyak seperti saya, bisa jadi bayarnya Rp 0 alias gratis :) Selain itu, perhatikan bahwa ada biaya jasa (fee airbnb) sebesar kurang lebih 12%.

Setelah isian beres > klik "kirim permohonan"

9. Untuk listing dengan tanda "pemesanan instan" yang logonya seperti petir, kita bisa langsung mendapat konfirmasi saat itu juga. Untuk yang tidak bertanda "instant confirmation" kita tunggu saja konfirmasinya melalui email. Ketika memesan vila di Ubud, saya mendapat konfirmasi instan, sedangan untuk apartemen di Paris dan kamar di Taipei ini, konfirmasinya perlu menunggu sebentar.

Sebelum memesan, perhatikan juga kebijakan pembatalan dari masing-masing listing. Ada yang fleksibel, artinya bisa dibatalkan sehari sebelumnya dengan pengembalian penuh (contohnya: vila kami di Ubud). Ada yang kebijakan pembatalannya sedang, artinya pembayaran bisa dikembalikan penuh kalau dibatalkan 5 hari sebelumnya. Tapi ada juga yang kebijakan pembatalannya ketat (strict), pembayaran hanya dikembalikan 50% kalau dibatalkan seminggu sebelumnya. Untuk semua pembatalan ini, fee atau biaya airbnb tidak dapat dikembalikan alias hangus.




Selain mendapat konfirmasi, kita juga akan memperoleh kuitansi atau tanda terima pembayaran. Fyi, kuitansi pemesanan penginapan airbnb ini bisa digunakan untuk melengkapi syarat visa, termasuk visa Schengen. Biasanya tuan rumah juga akan memberi petunjuk lengkap alamat dan cara menemukan rumah atau apartemnnya. Kalau kurang jelas, kita bisa menghubungi mereka via email atau sms/whatsapp.

Tuan rumah saya yang di Taipei ini, Angie, malah mempunyai video You Tube yang sangat jelas, menjelaskan cara mencapai apartemennya dari bandara di Taipei. Sangat membantu saya yang pusing lihat huruf-huruf keriting :)




Gimana, gampang kan? Yuk daftar airbnb sekarang biar nanti gampang kalau pas perlu. Mumpung ada kupon dari The Emak sebesar Rp 250.000. Daftarnya pakai tautan ini ya: www.airbnb.co.id/c/akumalasari

~ The Emak

Kamis, 16 Juni 2016

Balada Tiket Gratisan Jetstar

Balada Tiket Gratisan Jetstar


Ini cerita saya ketika menang kuis berhadiah tiket Jetstar ke mana saja (yes, you heard that right :p) yang sudah saya pakai hornymoon honeymoon Desember 2015 lalu. Kenapa baru cerita sekarang? Karena... ternyata urusannya panjang dan baru saja selesai bulan lalu. Mau dengar cerita lengkapnya nggak? Jadi gini...

Juli 2015 saya ikutan kuis di fanpage FB Jetstar Asia. "Like" fanpage mereka deh, sering banget ada kuis, siapa tahu rezeki kamu. Pertanyaannya waktu itu gampang banget, cuma disuruh menyebutkan tiga destinasi impian Jetstar Asia dengan transit di Changi Singapura. Alhamdulillah, rezeki Emak salehah, saya menang. Hadiahnya nggak tanggung-tanggung, dua tiket Jetstar pp ke mana saja, asal masih rute yang dilayani Jetstar Asia plus voucher Changi sebesar SGD 100. Awalnya saya sangka cuma dapat satu tiket pp, eh ternyata setelah saya baca lagi emailnya, hadiahnya 1 PAIR of return economy starter flights. Saya sampai nanya-nanya ke suami dan teman-teman, 1 pair itu sama dengan 2 tiket kan maksudnya? Hehehe. Akhirnya saya yakin bahwa hadiahnya 2 tiket setelah mendapatkan formulir dari Jetstar untuk pemesanan tiketnya. Asyiiiiik... bisa buat pacaran berdua. Tapi ke mana?


Saya sih pengennya ke Hong Kong, Bangkok atau Jepang, sesuai jawaban saya di kuis. Nggak bohong kan? Tapi Si Ayah sudah pernah ke HK, dua kali malah. Dan dia nggak begitu suka Hong Kong. Sementara itu, ketika saya cek rute ke Osaka, dari Surabaya harus transit dua kali, yaitu di Singapura dan Taipei. Duh ribetnya. Pilihan lainnya adalah ke Vietnam, Ho Chi Minh City. Si Ayah penasaran dengan Vietnam. Saya sih nggak begitu pengen, kalau pun ke Vietnam pengennya ke Hanoi saja, bukan HCMC. Karena belum ada kata sepakat, saya lupakan sementara rencana traveling berdua.
 

Di bulan November, saya mulai obrolkan lagi dengan Si Ayah. Ini maunya ke mana sih? Eh ternyata dia berubah pikiran. Dia pengennya kami pergi berempat dengan anak-anak. Hak dush! Si Ayah ini memang family man banget, nggak tega meninggalkan anak-anak sendirian. Kalau dia pergi sendiri dan ninggalin anak-anak dengan saya sih sudah sering. Saya agak gimanaaa gitu. FYI, saya dan Si Ayah belum pernah pergi menginap berdua saja. Dari dulu, setiap kali traveling, anak-anak selalu ikut kami. Keluarga kami memang sangat lengket satu sama lain karena pengalaman kami tinggal berempat saja di negeri seberang tanpa pembantu. Saya pikir sekarang sudah saatnya kami bisa pergi berdua karena Big A hampir 14 tahun dan Little A 7 tahun. Dengan agak kesal, saya cari-cari jadwal untuk berangkat berempat. Ternyata tambahan dua tiket di bulan Desember, Januari, Februari mahal banget. Ya jelas ya, memang peak season sih. Karena nomboknya mahal, jadi nggak berasa kalau menang kuis. Harga 2 tiket pas musim liburan sama saja dengan 4 tiket saat low season. Kami nggak sanggup kalau nombok banyak-banyak!

Akhirnya saya berhasil membujuk Si Ayah untuk berangkat berdua saja. Kami tentu juga harus membujuk anak-anak agar mau ditinggal. Tentu nggak gratis, mereka minta dibelikan oleh-oleh spesial. Itu pun mereka berdua masih protes keras. Baca protes Big A di blog pribadinya: http://anindyaspointofview.blogspot.co.id/2015/12/how-to-take-advantage-of-situation.html.


Karena izin prinsip dari Si Ayah sudah turun, saya serahkan pilihan destinasi ke dia. Ke mana aja boleh deh, saya manut saja. Sudah mending dia mau pergi berdua saja tanpa anak-anak. Dan... pilihannya jatuh ke Taipei! 

Well, Taipei sebenarnya tidak masuk ke bucket list saya. Tapi saya orangnya senang mencoba sesuatu yang baru, jadi ya let's go aja. Untuk ke Taipei ini kami perlu visa. Sebenarnya visa Taiwan mudah diperoleh, tapi gara-gara saya salah baca informasi dari blog orang, malah jadi drama. Tentang visa akan saya tulis tersendiri ya.

Kami berangkat dari Surabaya 25 Desember dan pulang 29 Desember. Tiket high season kami ini kalau dirupiahkan seharga 22 jutaan. Wow, saya berasa menang besar. Perjalanan dari Surabaya sampai Singapura mulus-mulus saja. Kami sempat keluar dari Changi dan ikut merayakan kemeriahan natal di Marina Bay. Penerbangan ke Taipei masih tengah malam. Penerbangan dari Singapura ke Taipei ditempuh dalam 4 jam 45 menit. Kami sampai di bandara Taoyuan pagi hari jam 6.


Ternyata saya sangat menikmati perjalanan kami di Taipei. Kota ini jauh dari bayangan saya yang salah sangka menyamakan Taipei dengan kota di Tiongkok yang stereotipe-nya kotor, kumuh, banyak polusi, dll. Taipei sendiri kotanya rapi, bersih, mudah dijelajahi dan orang-orangnya sangat tertib. Makanannya juga enak-enaaaak. Meski kami berdua tidak bisa berbahasa Mandarin kecuali ni hao dan xie xie, kami bisa survive di Taipei :D

Drama dimulai ketika kami pulang dari Taipei dan kembali transit di Singapura. Kami tiba di bandara Changi pukul 1 dini hari, sementara pesawat ke Surabaya baru berangkat jam 11 siang. Untuk menghemat, kami berdua tidur di bandara saja. Paginya, setelah sarapan, kami cek jadwal penerbangan Jetstar, berangkat dari gate berapa. Lha kok ternyata penerbangannya ditunda menjadi jam 1 siang. Duh, kami mulai kesal karena sudah menunggu lama di bandara dan tidurnya juga kurang nyaman.


Horor terjadi ketika kami cek lagi informasi di layar, penerbangan kami dibatalkan. WHAT???

Kami segera menuju konter layanan Jetstar di dalam T1. Di sana tidak ada orang yang melayani. Beberapa saat kemudian ada orang-orang yang datang, senasib dengan kami. Ada yang nasibnya lebih buruk dari kami, orang ini penerbangannya sudah dibatalkan 2 kali dan sampai saat itu belum bisa berangkat. Kami bertanya-tanya alasan penerbangan dibatalkan, katanya karena ada aktivitas gunung berapi. Ketika ditanya gunung yang mana, petugas tidak menjawab. Kami yang sudah mempunyai boarding pass sempat terkatung-katung lama di dalam area T1. Kami tidak bisa melewati imigrasi sendiri untuk keluar ke konter cek in Jetstar. Sementara itu petugas Jetstar yang ditugaskan mengurus kami kurang bisa memberikan solusi. Mereka tidak mau memberikan ganti rugi apapun. Mereka hanya mau memberikan refund seharga tiket yang kami bayarkan atau pengalihan penerbangan ke Jakarta. Dari Jakarta ke Surabaya, harus kami tanggung sendiri.

Yang membuat kami kesal, alasan pembatalan penerbangan ini tidak masuk akal. Saya cari-cari di berita, tidak ada aktivitas gunung api apapun yang membahayakan di hari itu. Maskapai lain seperti Singapore Airline, China Airlines dan Garuda Indonesia tetap melakukan penerbangan dari Singapura ke Surabaya seperti biasa.

Belum lagi urusan bagasi. Setelah kami berhasil keluar melewati imigrasi, dengan kawalan petugas, kami tidak bisa menemukan bagasi kami. Perlu waktu hampir satu jam sampai akhirnya bagasi kami ditemukan oleh petugas. Setelah mendapat bagasi, kami kembali mendatangi konter cek in Jetstar untuk menyelesaikan urusan. Orang-orang yang senasib dengan kami umumnya pasrah rute mereka dialihkan ke Jakarta. Nanti mereka akan membeli sendiri tiket ke Surabaya. Kami tidak ingin ke Jakarta dulu karena tidak ingin menunda kepulangan kami ke Surabaya. Kami ingin sesegera mungkin bertemu anak-anak. Kami berdua memilih refund tiket dan membeli sendiri tiket baru dari Singapura ke Surabaya dengan Garuda Indonesia. Harapannya, tiket ini bisa di-reimburse oleh asuransi. Tentang klaim asuransi yang juga penuh perjuangan akan kami ceritakan sendiri.



Proses refund tiket ini tidak mulus. Di depan konter Jetstar, kami minta petugas untuk mengurus refund, tapi dia malah menyuruh kami menelepon call center. WHAT??? Ini bukan kami lho yang membatalkan penerbangan, tapi dari pihak mereka sendiri. Akhirnya Si Ayah meminta dipanggilkan manajer dan dia menyuruh petugas konter untuk mengurus refund kami. Ketak ketik ketak ketik, katanya refund bisa kami dapatkan dua minggu lagi. Fyuh.

Kami membeli tiket Garuda Indonesia dengan jadwal penerbangan malam hari jam 7. Duh, saya sudah bosen banget sama Changi dan pengen segera pulang meluk anak-anak.

Sebulan setelah itu, saya belum mendapat kabar apa-apa tentang refund tiket Jetstar saya. Bulan Februari, saya mengirim komplain via formulir feedback di website Jetstar. Bulan Maret, Jetstar membalas akan memroses refund saya dalam 15 hari dan uangnya akan diberikan lewat travel agen yang mengurus tiket saya. Setelah 15 hari, saya mengirim email ke marketing Jetstar yang memberi saya tiket hadiah ini, tapi tidak ada respon. Pertengahan April, saya mengirim email ke customer care DAN ke marketing menanyakan status refund saya. Setelah mengirim ulang email yang sama beberapa kali, akhirnya di bulan Mei saya mendapat balasan bahwa mereka tidak bisa memberikan refund berupa uang, tapi akan mengirim voucher sebesar $330. 


 
*tarik napas* Panjang ya ceritanya? Kasus ini sudah selesai. Moral of the story, kalau kalian naik Jetstar, jangan lupa membeli asuransi perjalanan untuk back up karena Jetstar ini low cost airline dan nggak mau ribet memberi ganti rugi kalau perjalanan kalian ditunda atau dibatalkan, atau bagasi kalian hilang. Jetstar adalah maskapai langganan kami ketika kami tinggal di Australia. Kami selalu mengandalkan Jetstar untuk mendapatkan tiket termurah antar kota di Australia. Selama ini memang nggak ada masalah dengan pelayanan Jetstar. Petugas mereka memang nggak begitu ramah tapi setidaknya profesional. Tapi dengan peristiwa pembatalan penerbangan tanpa alasan yang jelas ini, dan juga layanan ground staff di Changi yang kurang profesional, sebaiknya jaga-jaga dengan membeli asuransi perjalanan yang bisa diandalkan.

So, tinggal satu pertanyaan sekarang. Voucher $330-nya mau buat terbang ke mana?

~ The Emak

Selasa, 03 Mei 2016

Pacaran di Paris

Pacaran di Paris

Pemandangan menara Eiffel dari tikungan jalan
Dear N,
Barangkali kamu tidak ingat persis apa yang terjadi malam itu. Ya aku maklum sih, ingatanmu kamu prioritaskan untuk hal-hal besar, seperti menyelamatkan dunia dari kebodohan dan semacamnya :p Hal-hal seperti roman menye barangkali cuma nyangkut sedikit di pikiranmu. Nggak ada salahnya kan aku ceritakan ulang, itung-itung untuk pemanasan anniversary kita yang ke... lima belas (moga-moga kamu nggak lupa berapa tahun persisnya kita bersama).   

Sungguh aku bangga sama kamu, mengirim empat paper dan semuanya diterima di konferensi yang cukup bergengsi di Paris ini. Karena kamu sibuk, aku sengaja nggak bikin itinerary rinci hari per hari. Biarlah aku yang momong anak-anak seperti biasanya, menjelajahi Paris bertiga naik metro dan jalan kaki. Cukup seru sih pengalaman kami. Meski tahu nggak, aku sengaja nggak masuk ke museum atau atraksi wisata yang berbayar. Lha gimana, duit kita udah habis buat sewa sepeda di Amsterdam, mengunjungi museum Van Gogh & NEMO, dan... buat beli tiket Disneyland Paris! Kurs Euro memang membuat kita bangkrut dengan cepat :D

Tapi di sela-sela hari-hari sibukmu, aku berharap kita bisa jalan berdua. Why? Lha ya why not, ini kan city of love gitu lho. Cocok banget buat pacaran, apalagi sama yang sudah halal ;)

Jadi begitu kamu setuju untuk keluar motret malam-malam, aku langsung bregas siap-siap. Maksudnya ya menyiapkan anak-anak biar makan dengan kenyang (thanks to rice cooker). Menyiapkan mood mereka agar gak rewel ditinggal (dengan sekotak Laduree). Biasanya kamu yang rewel soal keamanan anak-anak, tapi karena apartemen yang kita sewa ini menurutmu cukup aman, aku nggak perlu meyakinkan kamu lagi.
 
Pukul 20-an kita keluar dari apartemen. Ini musim panas, jadi matahari tidak terbenam sampai jam 21.30. Kamu sempat kecewa karena Galeries Lafayette sudah tutup. Padahal maksudmu ingin memotret sunset dari atapnya. Ya kali Mal di Indonesia yang buka sampai tengah malam. Ya sudah, kita langsung menuju menara Eiffel saja yang nggak bakalan tutup.

Kita kembali naik metro, sengaja turun beberapa stasiun sebelum Eiffel Tour biar bisa jalan kaki. Sesekali kamu berhenti untuk memotret sesuatu yang menarik perhatianmu. Ya memang tadi rencananya jalan untuk motret kok.


Rumah perahu
Melewati jembatan, menara Eiffel menghilang dari pandangan, tertutup pohon dan beton kota. Kita berjalan melewati beberapa restoran yang masih ramai, tampak hangat oleh perbincangan para pelanggannya. Ah, restoran Perancis, kamu nggak bakalan kenyang kalau nggak ada nasinya, hahaha.

Kita terus berjalan, melewati apartemen yang sama semua warnanya, krem dengan atap abu-abu dan railing balkon dari besi tempa berwarna hitam. Apartemen demi apartemen terlewati. Lama-lama kamu mulai sangsi apa kita masih di jalan yang benar (please, this is not a metaphor). Aku cek peta kertas, nggak nyasar kok. Satu blok kemudian ketika kita mau menyeberang jalan kecil, kita akhirnya bisa melihat menara itu, menyeruak dari atap apartemen abu-abu, kali ini sudah dihiasi dengan lampu-lampu. Kita berdua terkikik seperti anak kecil. Got you Eif!

Kamu sigap menyiapkan tripod. Tiba-tiba lampu di menara Eiffel berpendar dengan gemerisiknya yang khas. Atraksi kemepyar ini berlangsung selama sepuluh menit. Kita berdua mesam-mesem berpandangan, takjub. Tapi ternyata bukan hanya kita yang senyum-senyum geli seperti turis ndeso melihat Eiffel yang memang berpendar setiap jam di malam hari. Ada sepasang laki-laki yang juga senyum-senyum takjub melihat atraksi ini. Bedanya, mereka bergandengan tangan, sementara kita tidak :D

Setelah sukses memotret Eiffel dari gang, kita melanjutkan perjalanan. Udara cukup dingin meski ini musim panas. Kardigan tipis dan syalku tidak mampu melawan hawa dingin yang salah jadwal ini. Beberapa kali kamu melihatku mengerutkan tubuhku, sampai akhirnya kamu menawarkan jaketmu. Thanks but don't worry, I can manage. Kalau jaketmu kupakai, kamu mau pakai apa? Mosok pakai kardiganku yang unyu ini? But that just the way you show that you care.

Akhirnya sampai lah kita ke taman di depan Tour Eiffel, Champ de Mars. Ikon kota Paris ini menjulang tinggi di depan, tanpa terhalang apa-apa. Sampai kamu sadar ada panggung jelek yang menghalangi pandangan. Kemungkinan besar panggung untuk peringatan Bastille Day. Sudah menjelang tengah malam tapi suasana masih ramai. Beberapa orang tampak duduk di rerumputan setengah basah, mengobrol dan menyaksikan kemegahan Eiffel. Aku mengamati sekelompok orang yang berkerumun sambil menenteng replika eiffel-eiffel kecil. Mereka pedagang asongan rupanya, yang baru saja berkumpul untuk memulai shift malam. Tapi rombongan ini segera bubar begitu terlihat petugas berseragam (satpol PP cabang Paris) yang mengejar mereka dengan sepeda. Ah, kerasnya kehidupan imigran.

Paris dan tanah yang basah. Itu membuatmu sibuk memotret bayangan dari genangan. "Kamu mau foto yang kayak apa?" tanyamu. Terserah saja lah, sesukamu. Meski fotomu kadang terlalu nyeni dan nggak cocok untuk ilustrasi blogku, aku selalu suka jepretanmu. Kadang mengejutkan, bukan foto yang umum beredar di brosur wisata maupun blog perjalanan. Ngapain ke sini kalau cuma mau mereplika foto standar yang sama?

Ketika kamu sibuk mencari angle yang bagus, ada orang yang menyapa kita. "France? Spanish? Italy?" Aku masih bingung maksud mereka ketika kamu menjawab, "English. We speak English." Pak tua yang datang bersama keluarganya itu menyorongkan anak perempuannya. "She English." Si anak akhirnya mengutarakan maksud Pak Tua yang ternyata ingin tahu cara memotret Eiffel dari ujung ke ujung. Kamera mereka tidak bisa menangkap menara ini dengan utuh. Kamu dengan telaten menjelaskan pada mereka. Setelah puas, mereka mengucapkan terima kasih berkali-kali, dengan banyak bahasa.

Senang rasanya bisa membantu orang, meski komunikasi terbatas karena beda pemahaman bahasa. Omong-omong, mereka memandang kita sebagai apa ya? Sepasang kekasih yang pacaran? Kakak adik yang sedang liburan bareng? Atau malah bisa menebak dengan jitu kalau kita suami istri dengan dua anak, yang sulung sudah masuk SMP? Hehehe, kecil kemungkinan yang terakhir ;)

Aku selalu suka menyaksikan kamu sibuk dengan kameramu. Seperti ketika aku sedang sibuk menangkap ide yang berlarian di kepala untuk kutulis. Kamu menangkap cahaya dengan kamera. Aku menunggumu dengan duduk di bangku taman yang setengah basah. Ada beberapa pasangan yang meminta aku membantu mereka memotret. Dengan bahasa tarzan, tentunya. Aku senang melihat wajah-wajah yang sumringah di pelataran menara ini.

Sama seperti aku yang bahagia melihatmu bahagia, rileks dengan hobi kecilmu, menjauh sebentar dari jurnal dan buku-buku yang berat.

Menara Eiffel di malam yang basah
Di bawah menara Eiffel

Eiffel dan komidi putar
Trocadero
Kita lanjut berjalan melewati bawah menara. Orang-orang masih ramai ingin naik lift menuju puncak Eiffel. Aku tahu kamu takut ketinggian, jadi aku tidak pernah lagi mengajakmu untuk naik tower-toweran seperti ini. Sydney Tower, Eureka Skydeck di Melbourne, Taipei 101, tidak ada yang membuatmu tertarik untuk naik.

Persis di samping menara ini ada komidi putar. Romantisme masa kecil berpadu dengan simbol kota cinta, bikin baper nggak sih? Kita cuma jalan-jalan saja menyaksikan keramaian, orang yang berfoto dengan berbagai macam gaya.

Menyeberang sungai Seine, kita berjalan menuju Trocadero. Kawasan ini sebagian sudah dipagari untuk persiapan peringatan Bastille Day. Kamu gagal mengulang foto masa kecilmu ketika mengunjungi kota ini, 25 tahun yang lalu di tangga Trocadero. Sebenarnya bukan kamu yang pengen mengulang foto itu, tapi aku yang maksa, hahaha. Seperti aku paksa kamu dan anak-anak mengulang fotomu dengan ibu dan saudara-saudaramu di depan stasiun Amsterdam Centraal.

Di pelataran Trocadero kita berhenti sebentar. Kamu mengeluarkan keping-keping Euro untuk membeli minuman. Malam masih panjang, orang-orang masih berseliweran dan menara Eiffel tetap berpendar. Kita duduk sambil meneguk minuman dari botol. Lumayan juga ya kita jalan kakinya? Pantesan haus banget :D Ketika kamu genggam tanganku, aku tahu kamu lebih kedinginan daripada aku.
 
Di penghujung malam kita sudah ada di stasiun lagi. Aku baru sadar kalau sedari tadi kita nggak sempat foto berdua. Tapi sebenarnya nggak papa, toh kita sudah foto satu kali ketika pertama kali (buatku) melihat menara Eiffel ini, dalam rintik hujan yang labil. Sambil menunggu metro, kamu mencoba memotret bayangan kita di kaca. Sudah bisa diduga, foto yang gagal, hahaha. Ah, sudah lah, kita memang nggak pinter ber-selfie. Dear N, terima kasih sudah membawaku ke sini.



~ The Emak