Kamis, 21 Agustus 2014

Lokasi ATM BNI di Hongkong

Lokasi ATM BNI di Hongkong

Lokasi ATM BNI di Hongkong - Kabar bagus untuk para Tenaga kerja indonesia / Buruh Migrant indonesia di hongkong. Dalam waktu dekat, Bank BNI akan menambah empat unit Mesin ATM di Hongkong.Saat ini, lokasi ATM  BNI di hongkong beralamat di G/F, Far East Finance Center 16 Hartcourt Road Hong Kong. Sementara empat unit ATM baru akan di tempatkan di lokasi-lokasi tempat berkumpulnya para TKI / BMI

Jumat, 15 Agustus 2014

Gambar Uang Baru Rp 100.000 - Uang NKRI 2014

Gambar Uang Baru Rp 100.000 - Uang NKRI 2014

Gambar penampakan uang kertas baru pecahan Rp 100.000,-  yang mulai  di edarkan pada tanggal 17 agustus 2014. -  Perubahan yang mencolok dari uang kertas pecahan baru  Rp 100.000,- dengan uang yang biasanya beredar adalah adanya tanda tangan Menteri Keuangan RI, mendampingi tanda tangan Gubernur Bank Indonesia.

Adanya tanda tangan Menkeu di uang kertas pecahan baru Rp 100 ribu itu sendiri
Lagi, Tabungan Tanpa Biaya Admin Bulanan

Lagi, Tabungan Tanpa Biaya Admin Bulanan

Otoritas jasa keuangan ( OJK ) sedang menggodok  konsep tabungan tanpa biaya administrasi bulanan  ( Tanpa Potongan ). Rencananya, tabungan tanpa biaya administrasi bulanan ini akan di terapkan pada awal tahun 2015.Dikutip dari deticom,  kepala departement penelitian dan pengaturan OJK, Gandjar Mustika, mengatakan;  penerapan tabungan tanpa biaya admin  untuk merangkul seluruh lapisan masyarakat

Kamis, 14 Agustus 2014

Gerakan Nasional Non Tunai

Gerakan Nasional Non Tunai

Bertempat di Atrium Mangga Dua Jakarta, hari ini kamis 14 agustus 2014 di canangkan gerakan nasional non tunai. Para pejabat yang hadir dalam acara itu antara lain gubernur Bank Indonesia Agus Martowardoyo, Menko perekonomian Chairul Tanjung, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro, Wakil gubernur DKI Jakarta Ahok, dan ketua asosiasi pemerintah daerah sekaligus gubernur Sulawesi Selatan

Senin, 04 Agustus 2014

Pengalaman Terbang Dengan Air New Zealand

Pengalaman Terbang Dengan Air New Zealand

Disclaimer:
This trip is paid by Tourism New Zealand. 
But all opinions expressed by me are 100% authentic and written in my own words.

Dulu, ketika kami sekeluarga jalan-jalan keliling Pulau Selatan Selandia Baru, saya menghindari perjalanan dengan pesawat domestik. Mengingat pengalaman naik pesawat domestik di Australia yang lumayan repot. Tapi, setelah saya mengalami sendiri selo-nya naik pesawat Air New Zealand dari Christchurch ke Nelson pp, saya nggak akan ragu mengajak Precils terbang antar kota-kota di New Zealand, lain kali kalau berkunjung ke sini lagi.

Bulan Juni lalu, saya memenangkan lomba foto dengan hadiah jalan-jalan ke New Zealand. Hadiahnya untuk satu orang, tapi saya ditemani jurnalis dari The Jakarta Post, penyelenggara lomba. Kami diundang oleh Tourism Nelson Tasman untuk mengeksplorasi kecantikan alamnya. Dari Jakarta ke Christchurch kami naik Singapore Airlines, transit di Changi, Singapura. Dari Christchurch ke Nelson, kami naik pesawat domestik Air New Zealand.

Transit di Christchurch Airport
Pesawat SQ yang saya tumpangi mendarat di Christchurch Airport jam 9.30 pagi waktu setempat. Saya masih punya waktu sekitar dua setengah jam sampai penerbangan berikutnya ke Nelson, jam 12.10. Imigrasi berhasil saya lewati dengan mulus. Seperti biasa, petugas menanyakan apa maksud kedatangan saya ke NZ: diundang Pemda Nelson untuk jalan-jalan. Saya perlihatkan itinerary dari mereka, dan si petugas menimpali, "Wah, asyik banget acaramu. Selamat jalan-jalan ya." Custom Selandia Baru yang ketat pun berhasil saya lewati. Saya hanya memperlihatkan beberapa oleh-oleh dari kulit dan kayu (wayang-wayangan kecil dan pembatas buku) yang tentu saja diloloskan. Saya tidak membawa makanan sama sekali, jadi gampang lolos.


Tidak ada yang menjemput saya di Christchurch. Teman jurnalis yang mestinya terbang bersama saya pun ketinggalan pesawat di Jakarta (haduh!). Jadi saya ngider sendirian di bandara Christchurch. Biar nggak ribet bawa-bawa koper besar, saya cek in dulu si bagasi ini. Dari Tourism New Zealand (TNZ) saya cuma dibekali e-ticket. Celingak-celinguk mencari konter cek in, ternyata tidak menemukan konter yang melayani penumpang kelas ekonomi. Pelayanan cek in untuk kelas ekonomi digantikan oleh mesin yang mirip-mirip mesin ATM ini.

Saya pun mencoba self check in dengan mesin. Ternyata gampang kok, tinggal memasukkan kode booking. Si mesin ini pintar, langsung tahu saya siapa, dari mana mau ke mana. Ya iya lah. Mesin ini kemudian mencetakkan stiker bagasi yang harus saya pasang sendiri di pegangan tas (ada petunjuknya). Setelah itu, tas harus saya taruh sendiri di ban berjalan (bag drop) yang langsung menuju pesawat. Di dekat mesin cek in juga ada timbangan. Awas, bukan buat orang, tapi buat menimbang bagasi. Mungkin kalau bagasinya kelebihan berat (maksimal 23kg), para penumpang diharapkan membayar sendiri atau bagaimana, saya kurang tahu. Tapi sistem cek in dengan mesin ini mengasumsikan penumpang jujur semua. Dan memang begitu sepertinya penduduk New Zealand ini.

Setelah sukses melepaskan beban berat alias si koper, saya cari-cari kamar mandi. Sebenarnya saya bukan orang yang hobi mandi. Tapi karena di itinerary dianjurkan mandi di bandara, saya manut-manut saja. Malu juga mau ketemu perwakilan turisme Nelson tapi masih muka bantal begini. Saya menemukan fasilitas mandi di toilet untuk orang difabel. Saya cari-cari di toilet perempuan tidak ada kamar mandinya. Untuk memastikan, saya pun bertanya ke petugas airport, boleh nggak mandi di situ. Si petugas malah tertawa, ya boleh-boleh saja, ditaruh di situ karena jarang dipakai orang kok. Saya pun berjanji akan mandi secepat mungkin, jaga-jaga kalau ada orang disabel yang perlu toilet.

Tapi susah berhenti ya kalau mandinya pakai air panas dengan pancuran yang kencang. Di sana juga telah disediakan sabun mandi gratis yang cukup wangi. Saya bawa handuk andalan saya: microfibre towel dari Kathmandu yang lembut tapi gampang kering kembali.

e-ticket dan boarding pass yang dicetak sendiri di mesin

Setelah seger kembali, saya tidak minder nongkrong di lounge keberangkatan yang penampakannya lebih mirip kafe itu. Omong-omong, tidak ada pemeriksaan keamanan apapun untuk penerbangan domestik. Hanya ada pernyataan bahwa penumpang tidak membawa barang-barang berbahaya ketika cek in di mesin. Orang sini baik-baik.

Karena masih kenyang dari sarapan di pesawat, saya nggak jajan apapun. Saya sempatkan jalan-jalan ke lounge keberangkatan internasional di lantai atas. Di sana ada toko Relay yang menjual buku, stasioneri, camilan dan suvenir termasuk kartupos. Bagusnya, toko ini juga menjual perangko, termasuk untuk tujuan internasional. Sebelum pulang kembali ke tanah air, saya sempat mengirim kartupos ke beberapa follower @travelingprecil. Tinggal cemplungin ke kotak pos yang ada di depan toko.

Lima belas menit sebelum jadwal pesawat berangkat, kami dipersilakan boarding, dengan berjalan langsung menuju pesawat, tanpa garbarata. Sepanjang jalan menuju pesawat, para penumpang saling sapa, tampaknya semua orang kenal semua orang. Seperti dengan tetangga yang pulang kampung bareng.


Untuk penerbangan selama 50 menit ini, kami naik pesawat Bombardier Q300  yang kursinya hanya ada 50. Ya, memang seperti naik bus karena penumpangnya juga saling kenal semua, kecuali saya. Pesawat ini punya dua baling-baling di kanan kiri. Saya yang duduk dekat jendela bisa melihat dengan jelas ketika roda pesawat meninggalkan landasan dan ketika nanti kembali mendarat di landasan. Tapi meski terbang dengan pesawat kecil, penerbangan tetap nyaman. Tidak ada guncangan yang berarti, meski kami harus selalu memakai sabuk pengaman. Lucunya, di bawah kursi tidak tersedia live vest. Sebagai gantinya, dalam keadaan darurat, kursi pesawat bisa diambil dan digunakan sebagai pelampung.

Pramugari di Air New Zealand ramah-ramah, seperti kebanyakan Kiwi lainnya. Di pesawat, kami hanya diberi air putih dan permen (kalau mau). Pramugari berkeliling membawa teko air putih dan menyelipkan permen serta gelas-gelas plastik kecil di kantung apronnya. Saya sebenarnya pengen menyimpang gelas plastik dengan tulisan Air New Zealand tersebut untuk kenang-kenangan. Tapi karena bule ganteng yang duduk di sebelah saya mengembalikan gelas miliknya ke pramugari, seraya menatap saya seolah bilang, "Balikin gih," saya jadi mengurungkan niat.
 
Karena tidak terbang terlalu tinggi, saya selalu bisa melihat pemandangan lanskap New Zealand dari balik jendela. Awalnya lanskap pesisir timur, kemudian dilanjutkan dengan gunung-gunung yang ujungnya berselimut salju, negeri middle earth yang indah.



Bandara Nelson lebih kecil, hanya punya satu boarding gate yang juga menjadi arrival gate. Bandara ini tidak punya ban berjalan, bagasi penumpang disajikan langsung dari troli besarnya di luar bandara. Area cek in juga kecil, hanya ada satu petugas dan dua mesin cek in. Tidak ada pemeriksaan apapun di bandara ini.

Ketika ada pengumuman bahwa pesawat terlambat, tidak ada kepanikan atau gerutu dari penumpang. Orang-orang sini memang santai ya? Ketika kami mendarat di Christchurch, dalam perjalanan pulang dari Nelson, pramugari dengan nada ceria mengumumkan: "Selamat datang di Christchurch. Bagi penumpang yang ingin melanjutkan perjalanan ke Queenstwon, ups, maaf, kalian ketinggalan pesawat. Sila menunggu penerbangan selanjutnya. Tapi buat yang ingin melanjutkan terbang ke Dunedin, selamat! Ini pesawat yang akan terbang ke sana, jadi sila menunggu di sini. Terima kasih sudah terbang dengan Air New Zealand." Hehehe, santai poool.

Tiket saya ini dibelikan oleh TNZ seharga NZD 398, untuk penerbangan CHC-NSN pp. Tentu saja itu tarif full price. Untuk mencari harga promo, Air New Zealand bagi-bagi tiket murah tiap hari di website Grab A Seat.

Untuk yang pengen naik Air New Zealand, bisa naik untuk penerbangan domestik NZ atau penerbangan internasional dari Australia. Cek rute terbang di website resmi mereka. Sayangnya, hanya ada penerbangan musiman dari Bali menuju Auckland, itu pun tidak bisa dipesan langsung ke website-nya. Saya intip untuk penerbangan Auckland - Denpasar pp, tarifnya sekitar NZD 1200, dengan lama penerbangan 8 sampai 9 jam. Yang tertarik naik pesawat ini atau sekedar membandingkan tarifnya, bisa menghubungi kantornya di Bali di nomor +62-361 7841659.

Setelah tahu selonya penerbangan domestik di NZ ini, saya jadi pengen segera ajak anak-anak kembali ke sini. Ya, keramahan dan indahnya New Zealand selalu bikin pengen balik lagi.

Cek in di bandara Nelson

~ The Emak

Baca juga: 
Berburu Tiket Pesawat Murah ke New Zealand 
Pengalaman The Precils Naik Emirates (Christchurch - Sydney) 
Terbang Ke New Zealand Dengan Singapore Airlines 
Tips Merencanakan Perjalanan Ke New Zealand

Jumat, 01 Agustus 2014

Tabungan Rencana BRI  Syariah Impian

Tabungan Rencana BRI Syariah Impian

Tabungan Rencana BRI  Syariah Impian - Kalau mau cari tabungan rencana yang setoran rutinnya sangat ringan, maka pilihlah tabungan impian syariah iB  dari  dari bank rakyat indonesia syariah. Nasabah dapat merencakan keuangan  dengan setoran rutin minimal Rp 50.000,- per bulan. Murah meriah kan. Setara dengan lima porsi bakso pinggir jalan. Bedanya, kalau makan bakso sudah habis tak tersisa

Rabu, 30 Juli 2014

Nyamannya Transit di Bandara Changi Singapura

Nyamannya Transit di Bandara Changi Singapura


Bulan Juni dan Juli, saya empat kali transit di Changi, terbang ke New Zealand dengan Singapore Airlines dan terbang ke Eropa dengan Emirates. Biasanya, ketika terbang ke arah timur Indonesia, tujuan Australia, saya lebih suka transit di Denpasar karena menghemat waktu terbang. Tapi untuk tujuan Selandia Baru memang belum ada penerbangan langsung dari Indonesia, sehingga terpaksa harus bolak-balik terbang ke barat dulu, baru ke timur lagi. Kalau tujuan akhirnya memang ke arah barat seperti Timur Tengah atau Eropa, tentu saya lebih memilih transit di bandara Changi daripada bandara lain (Soekarno-Hatta atau KLIA).

Ketika mendapat itinerary tiket SQ dari Jakarta ke Christchurch via Singapore, saya deg-deg-an melihat waktu layover yang mepet banget. Ketika berangkat, memang ada waktu 3 jam untuk transit. Tapi pulangnya, hanya ada waktu 55 menit untuk turun dari pesawat dan boarding lagi ke pesawat berikutnya melewati pemeriksaan keamanan. Beda terminal lagi! Duh, piye iki?

Saya ingat repotnya pindah dari satu terminal ke terminal lain dalam bandara yang sama di Indonesia. Waktu nyasar di T1 Juanda, padahal harus berangkat dari terminal 2, kami perlu waktu 30 menit. Di Changi? Untungnya antar terminal cuma perlu waktu 3 menit, dengan naik skytrain gratis. Skytrain ini seperti monorail, yang menghubungkan T1, T2 dan T3 Changi, datang setiap 3 menit. Stasiun skytrain bisa diakses dari public area (daerah umum, di luar pemeriksaan imigrasi) dan transit area (daerah transit, di dalam pemeriksaan imigrasi).

Stasiun Skytrain
Toilet Changi yang luas, bersih dan wangi
Ketika penumpang mendarat di Changi, dia ada di transit area. Kalau bagasi sudah diurus oleh maskapai yang sama maupun yang menggunakan code share, penumpang tidak perlu melalui pemeriksaan imigrasi, mengambil bagasi dan cek in lagi. Penumpang transit bisa langsung menuju boarding gate pesawat berikutnya, meskipun terletak di terminal yang berbeda. Ketika saya ke New Zealand, bagasi saya sudah diurus di Jakarta dan langsung diterbangkan ke Christchurch. Ketika cek in di Jakarta, saya sudah mendapat boarding pass pesawat dari Singapura ke New Zealand. Begitu turun pesawat di Changi, saya tinggal menunggu boarding lagi di transit area. Saya punya waktu tiga jam yang bisa saya gunakan untuk browsing internet, kirim kabar ke orang rumah, sholat dan dandan di toilet yang bersih dan luas.

Pulang dari Christchurch, saya harus 'mengejar' pesawat ke Jakarta, dalam waktu 55 menit. Ternyata Singapore Airlines sudah punya sistem yang bagus untuk transfer. Kira-kira satu jam sebelum pesawat mendarat, kami sudah diberi pengumuman lokasi boarding gate pesawat berikutnya yang akan kita tumpangi. Para penumpang yang lay over-nya cepat juga diberi tempat duduk paling depan sehingga paling cepat keluar dan segera menuju boarding gate lagi. Ada petugas yang 'menjemput' para penumpang yang transitnya mepet ini, memberi tahu arah agar tidak salah jalan. Ketika itu saya mendarat di T3, tapi harus boarding lagi di T2. Semua berjalan lancar dan mulus-mulus saja, saya hanya perlu waktu 10 menit (jalan kaki dan menunggu skytrain) untuk pindah terminal. Kira-kira perlu waktu 15 menit untuk antre pemeriksaan keamanan. Dan voila, saya sudah duduk manis lagi di penerbangan selanjutnya. Mungkin lain ceritanya kalau ada yang perlu ke toilet. Duh, antre toilet di dekat pesawat mendarat tuh pasti puanjang banget. Good luck aja deh :) Pengalaman saya, pesawat SQ dari Singapura ke Jakarta sedikit terlambat karena menunggu setoran bagasi dari penumpang transit (milik saya, hehe). Jadi yang membeli tiket terusan dari maskapai yang sama (atau codeshare), tidak perlu panik kalau waktu transit di Changi mepet. Kurang dari sejam pun bisa terkejar, bahkan kalau kita bawa anak-anak.


Beda dengan ketika kami sekeluarga mau ke Eropa, kami tetap harus melewati imigrasi (cek paspor) karena pesawat yang kami beli ketengan, bukan pesawat terusan dari Surabaya ke Paris. Dari Surabaya ke Singapura kami naik Air Asia. Dari Singapura ke Paris kami naik Emirates. Terpaksa bagasi kami ambil sendiri lagi dan cek in ulang di konter Emirates. Begitu juga pulangnya, dari Paris ke Singapura (via Dubai) kami naik Emirates. Tapi untuk menuju Surabaya, kami naik China Airlines. Lama menunggu pesawat di Changi, baik berangkat atau pulang sekitar enam jam.

Di Changi, banyak tanda penunjuk jalan dan rambu-rambu dalam empat bahasa (Inggris, Mandarin, Melayu dan Tamil) sehingga kita nggak akan nyasar. Kalaupun nyasar, petugas bandara mudah ditemui. Di setiap sudut ada informasi penerbangan dan juga papan interaktif yang akan memberitahu kita 'rute' yang harus kita tempuh kalau kita ingin menuju suatu tempat. Saya juga salut dengan fasilitas-fasilitas bandara Changi yang memanjakan pengunjungnya. Semua fasilitas seperti toilet, ruang perawatan bayi dan tempat sholat (prayer room) terawat dengan baik, dalam kondisi bersih dan tersedia di mana-mana. Musholla dipisah antara laki-laki dan perempuan, termasuk tempat wudhunya. Tempatnya bersih dan nyaman, meskipun tidak besar. Ada mukena yang bisa dipinjam kalau kita tidak bawa mukena sendiri. Di sini tempat yang paling nyaman untuk menyelonjorkan kaki dan menghilangkan penat. Tapi di dinding musholla jelas-jelas ada tanda larangan: "Strictly No Eating And Sleeping Is Allowed In This Room" Dilarang keras makan dan tidur di ruangan ini.

Apa fasilitas yang paling kami sukai? Internet gratis tentu saja, biar gak bosen menunggu berjam-jam. Kita bisa mengakses internet gratis langsung dari gadget yang kita bawa (ponsel, tablet, laptop) atau dengan menggunakan komputer yang ada di setiap terminal. Saya juga menemukan beberapa komputer berinternet ini tersedia di dalam boarding gate. Cocok untuk update pesan di Facebook sebelum berangkat. Dari ponsel, ketika wifi kita sudah terhubung, kita diminta mendaftarkan alamat email dan nomor ponsel. Setelah itu akan ada pesan bahwa password akan dikirim ke nomor ponsel kita. Sayangnya waktu itu, nomor ponsel Indonesia saya tidak bisa menerima password. Kalau terjadi seperti ini, datang saja ke gerai informasi untuk meminta password dari mereka. 
 
Internet gratis.
Prayer room. Ada sign 'Tidak boleh tidur di sini'
Lalu, selama menunggu pesawat selanjutnya, enaknya ke mana saja? Ini daftar tempat nongkrong favorit kami di T1 dan T3 Changi airport.

1. Slide & Playground at T3 (Public Area)
Ini tempat bermain yang kami temukan di public area T3, letaknya di B2 (basement), dekat Starbucks. Selain arena bermain kecil, ada juga seluncuran yang lumayan mengundang nyali anak-anak. Semuanya gratis. Begitu mencoba sekali, Little A ingin mencoba lagi dan lagi. Seluncuran ini tidak dijaga, jadi untuk anak-anak yang masih kecil (minimal tinggi 100cm) harus dijaga orang tuanya. Kalau bosan bermain dan meluncur, ada air mancur menari di sebelah Starbucks.


2. Social Tree T1 (Transit Area)
Kita akan langsung menemukan Social Tree setelah melewati pemeriksaan imigrasi di Terminal 1. Di pohon ini, kita bisa berselfie di mesin khusus, lalu menghias dan mengunggahnya ke atas. Satu pose? Nggak cukup lah.
Setelah capek selfie, kita bisa duduk di sofa-sofa empuk di sebelahnya, sambil memandang aktivitas pesawat di runway dari balik kaca.


3. Butterfly Garden T3 (Transit Area)
Letaknya di T3, agak tersembunyi di belakang, jadi kalau nyasar, mintalah bantuan petugas. Troli kecil bisa dibawa masuk. Taman kupu-kupu ini keren karena kita bisa melihat berbagai jenis kupu-kupu (jelas lah!). Saya bukan penggemar kupu-kupu tapi tetap senang berjalan-jalan di antara mereka yang terbang dengan lincah dan gembira. Suhu di taman ini cukup panas, seperti di luar ruang. Yang nggak kuat berpanas-panas seperti saya, monggo balik lagi ke ruang ber-AC :D

4. Koi Pond T3 (Transit Area)
Kolam koi ini persis di sebelah taman kupu-kupu, di terminal 3. Anak-anak pasti seneng ke sini. Suasananya lebih adem daripada taman kupu-kupu. Di sampingnya banyak sofa dengan colokan. Pas banget untuk nge-charge gadget. Kami berlama-lama di sini, sambil mencoba mesin pijat kaki di pojok ruangan, membuatkan susu untuk Little A dari air panas di nursery room, dan tentu saja leyeh-leyeh sambil menunggu jam makan.



5. Playground T3 (Transit Area)
Kami senang sekali main-main di terminal 3, meskipun pesawat kami sendiri boarding dari terminal 1. Karena punya banyak waktu menunggu, kami puas jalan-jalan menyusuri sudut-sudut Changi ini. Di seberang kolam koi, setelah Hard Rock Cafe ada area bermain untuk anak. Cukup bagus, ada seluncurannya juga. Lokasi ini juga dekat dengan Snooze lounge di mezzanine untuk tidur dan dekat food court.


6. Singapore Street Eat T3 (Transit Area)
Ini tempat makan baru yang oke banget di terminal 3. Desainnya seperti ruko-ruko peranakan. Pilihan makanannya beragam. Kami makan di sini sebelum terbang ke Paris via Dubai. Pilihan kami adalah duck rice (SGD 6,50), beef hor fun (SGD 8), roasted chicken (SGD 5,50) dan tidak lupa chendol (SGD 4). Untuk membayar, kami membeli voucher dalam bentuk kartu di kasir (nominal terserah, kami membeli SGD 50). Kartu ini dipakai untuk membayar di outlet-outlet yang kita pilih. Kalau ada sisa, bisa diuangkan kembali. Saya senang makan di sini karena enak dan harganya tidak mahal.


7. Food Court & Snooze Lounge T1 (Transit Area)
Pulang dari Eropa, kami naik pesawat China Airlines untuk kembali ke Surabaya. Pesawat boarding di terminal 1. Ketika kami pertama kali ke Singapura, Si Ayah dan Big A pernah mencoba makan chicken rice di food court T1, mereka seneng banget dan ingin mencoba lagi. Tapi kali ini kami memilih duduk-duduk di lounge sebelah food court, yang sofanya lebih nyaman plus ada colokan untuk nge-charge. Saya yang waktu itu belum lapar banget memilih ngemil popcorn ayam dari Texas Chicken.

Saya senang menunggu di Changi Airport, tetap nyaman tanpa harus mengeluarkan uang (kecuali untuk beli makanan). Beda dengan bandara Dubai yang fasilitas utamanya adalah toko duty free. Ada yang senang transit di Changi juga? Di mana tempat nongkrong favoritmu?


~ The Emak

Baca juga:
Changi Airport, Terbaik di Dunia?
Terbang Ke New Zealand Dengan Singapore Airlines
Terbang ke Singapura dengan Jetstar
Singapore With Kids: Itinerary & Budget