Rabu, 08 Februari 2012

Pengalaman The Precils Naik Emirates

Pengalaman The Precils Naik Emirates

Foto dari http://www.emirates247.com
Hari terakhir kami di Christchurch, New Zealand, Big A sudah tidak sabar ingin segera pulang ke Sydney. Dia penasaran banget ingin mencoba fasilitas ICE (information, communication, entertaintment) Emirates yang tersedia di setiap tempat duduk termasuk di kelas ekonomi.

Ketika merencakan liburan ke Selandia Baru, saya membeli tiket terpisah pergi dan pulangnya. Kami berangkat dari Melbourne ke Queenstown dengan Jetstar yang waktu itu promosi murah banget, hanya A$ 99 per orang sekali jalan dan separuhnya untuk anak-anak. Untuk pulangnya, saya menunggu ada tiket murah dari Queenstown ke Sydney, tapi tidak beruntung. Akhirnya kami putuskan pulang dari Christchurch. Keputusan yang tepat karena asyiknya menjelajah New Zealand adalah dengan road trip. Ada beberapa perusahaan penerbangan yang melayani rute Christchurch - Sydney, yang tarifnya rata-rata lebih murah daripada Queenstown - Sydney. Suatu hari, saya kaget (dan senang) menemukan tarif promosi Emirates di websitenya.

Harga tiket Christchurch - Sydney ini totalnya NZ$629,96 atau rata-rata NZ$157,49 per orang sekali jalan. Saya pikir, kapan lagi bisa naik Emirates dengan harga terjangkau? Lagipula harga segitu lebih murah daripada Jetstar, Virgin, Qantas atau Air New Zealand. Karena ini maskapai reguler, tiket sudah termasuk bagasi (30 kg!), pilih kursi, makan dan hiburan. Saya memesan tiket langsung dari website Emirates yang mudah digunakan ini. Untuk memesan, tidak perlu ribet memasukkan nomor paspor atau keterangan lain karena profil bisa diperbarui kemudian hari. Ketika akan terbang, kami melakukan cek-in online dengan mencetak sendiri boarding pass. Waktu itu, saya minta tolong resepsionis motel kami di Christchurch untuk mencetaknya. Ketika antri untuk cek in di bandara internasional Christchurch, kami mendapat antrian khusus yang jauh lebih pendek karena sudah cek-in online. Pesawat kami ini melayani rute Christchurch - Sydney - Bangkok - Dubai. Mungkin harganya bisa murah karena ada kursi-kursi kosong di leg Christchurch - Sydney ini. Selain dari Christchurch, Emirates juga terbang dari Auckland dengan rute Auckland - Melbourne/Sydney/Brisbane kemudian Dubai. Sayangnya Emirates tidak punya penerbangan langsung dari Indonesia ke Australia atau New Zealand. Yang ingin mencoba Emirates dari Indonesia, bisa transit dulu di Singapore/KL. Ada rute Singapore - Brisbane atau KL/Singapore - Melbourne.

Cek in kami sudah beres dua jam sebelum pesawat boarding. Big A sudah tidak sabar naik pesawat ini dan ribut karena menunggu terlalu lama di bandara. Kami sempatkan menunggu dengan ngopi di kafe, makan buah dan donat, dan akhirnya main-main di ruang tunggu setelah melewati pemeriksaan keamanan. Bandara Christchurch ini cukup nyaman, dengan beberapa pilihan tempat makan, toko-toko suvenir dan toilet yang super bersih. Ada juga fasilitas wifi gratis selama 30 menit. Sebenarnya saya ingin membeli baju-baju dari wool New Zealand yang terkenal, namun apa daya harganya mencekik leher :p Harus cukup puas dengan suvenir kartu pos, magnet dan gantungan kunci.

Di ruang tunggu, Little A tidak serewel kakaknya karena bisa bermain-main dengan koper Trunki-nya. Yang saya senangi dari bandara di New Zealand, kami dipersilahkan boarding lebih awal karena membawa anak-anak kecil. Begitu juga orang hamil atau orang yang sudah tua. Big A yang paling semangat memasuki lorong menuju pesawat yang dihiasi dengan gambar alam New Zealand disertai suara cericit burung bersahutan. Sampai ketemu lagi, New Zealand :)

Formasi tempat duduk di Emirates kelas ekonomi adalah 3 - 4 - 3. Lorong di tengah lumayan sempit untuk jalan, sampai harus miring ketika berpapasan. Ketika pramugari mendorong troli makanan, praktis tidak ada sisa tempat lagi untuk jalan. Tapi toh kami tidak banyak menggunakan lorong itu. Kami memesan tempat duduk di tengah agar bisa duduk berempat, The Precils di tengah. Ruang untuk kaki lumayan lebar daripada Jetstar, atau mungkin karena kami pendek? :D Big A yang sudah menanti-nanti untuk main game dan menonton film sejak browsing tentang Emirates, segera mencoba fasilitas ICE yang ada di depannya. Fasilitas hiburan di Emirates ini memang cukup canggih. Dengan layar touch screen atau remote pribadi, kami bisa memilih untuk menonton film (banyak sekali pilihan, termasuk film baru), mendengarkan musik, membaca berita, berbelanja di toko Emirates, atau mengintip bagaimana pesawat ini lepas landas. Ada dua kamera yang bisa kita akses, kamera di bawah dan di depan pesawat. Seperti biasa, Big A yang lebih tahu cara mengoperasikan ICE ini daripada kami. Beberapa kali dia mengajari Si Ayah yang kesulitan memilih film :)



Sebelum lepas landas, anak-anak diberi mainan berupa boneka tangan berbentuk burung nuri dan macan. Little A mendapat mainan ekstra berupa majalah untuk mewarnai berikut pensil warnanya.
Pesawat berhasil lepas landas dengan mulus, tidak begitu terasa karena ini pesawat besar, Boeing 777. Little A yang kecapekan langsung tidur nyenyak di pesawat, dengan bantal yang disediakan Emirates dan selimut pink kesayangannya. Sepanjang penerbangan, Little A tidur, sehingga dia melewatkan makanan khusus untuk anak-anak yang tampak lebih 'yummy' daripada makanan dewasa :) Saya yang terbiasa naik pesawat budget, sudah lupa rasanya naik pesawat dari maskapai reguler. Jadi saya norak bahagia ketika menerima senampan makanan dengan menu lengkap: kue, camilan, salad, nasi kari dan air putih. Semua makanan di Emirates ini halal, jadi tidak perlu memesan makanan halal secara khusus. Kari ayamnya tidak begitu istimewa, tapi cukup untuk membuat perut kenyang dan melawan pusing akibat perubahan tekanan dan turbulence. Selesai makan, kami masih disuguhi minuman teh atau kopi.






Ketika kami memasuki pesawat, ada satu pramugari Emirates yang menyapa kami, "From Indonesia?" Mungkin tampang kami Indonesia banget ya, hehe. Ternyata dia orang Indonesia juga, tapi sudah lama tinggal di luar negeri. Dia sudah agak lupa bahasa Indonesia dan bertanya pada kami, apa bahasa Indonesianya "chicken" dan "beef" :) Saya senang melihat seragam pramugari Emirates yang khas banget dengan topi mereka yang dihiasi scarf. Pakaian mereka pun sopan, dengan celana panjang atau rok di bawah lutut, sehingga tidak mengganggu pemandangan :)

Secara umum, pengalaman naik Emirates ini menyenangkan. Big A sempat nonton film Smurf, sementara Si Ayah asyik menonton Transformer. Saya sendiri cukup mendengarkan musik dan memakan semua yang dihidangkan di depan saya :p Ketika akan mendarat, saya dan Big A nonton bareng aksi pesawat dari kamera di bawah dan depan pesawat. Dari jauh, kami bisa melihat daratan Sydney yang mulai nampak, sampai akhirnya pesawat mendarat di landasan dan parkir manis di tempatnya. Sydney, we're home!



~ The Emak 

Catatan: 
Kurs dolar bulan Desember 2011
NZD 1 = AUD 0.76
NZD 1 = IDR 7200
AUD 1 = NZD 1.30
AUD 1 = IDR 9150

Rabu, 01 Februari 2012

[Penginapan] Tudor Court Motel Christchurch

[Penginapan] Tudor Court Motel Christchurch


Tudor Court motel di kota Christchurch adalah penginapan terakhir selama road trip kami menjelajah Pulau Selatan Selandia Baru. Kalau di Wanaka dan Lake Tekapo saya bingung mencari penginapan karena tidak banyak pilihan, di Christchurch ini saya bingung karena terlalu banyak pilihan :p Maklum, Christchurch memang kota terbesar di Pulau Selatan New Zealand, yang menjadi gateway jalan-jalan di negara Kiwi ini.

Dua kali gempa besar yang melanda Christchurch, September 2010 dan Februari 2011 mengakibatkan kerusakan pada bangunan-bangunan hotel. Beberapa hotel besar, terutama di tengah kota hancur. Sementara hotel-hotel yang lain belum layak huni karena bangunannya miring. Penginapan yang bisa survive di tengah gempa adalah motel-motel kecil (berlantai satu atau dua) yang ada di pinggiran kota.

Seperti biasa, saya mencari-cari penginapan di website Wotif. Ada beberapa motel bagus menurut review Trip Advisor, yang letaknya paling dekat dengan pusat kota, tapi harganya di atas NZ$ 200, di luar jangkauan kocek saya :) Akhirnya saya menemukan motel Tudor Court ini, yang bangunannya tampak menarik, dengan harga NZ$ 165 per malam, untuk 2 dewasa dan 2 anak-anak. Saya pesan dari Wotif yang tarifnya sedikit lebih murah daripada tarif di website resminya.

Motel ini hanya punya 1 kamar tidur berisi dua single bed untuk the precils. Ranjang utama ada di ruang serbaguna yang menjadi satu dengan sofa, meja makan dan dapur kecil. Kami mendapatkan kamar di pojok, tanpa pemandangan ke luar. Dari jendela yang bisa dibuka, tampak pepohonan dari motel sebelah. Nggak jauh beda dengan pemandangan dari apartemen kami di Sydney :)) Bangunan di motel ini tampak kuno, terlihat dari sofa, pemanas, dapur dan kamar mandinya. Mengingatkan saya pada motel tempat kami menginap di Snowy Mountain. Dapur kecilnya juga hanya ada kulkas kecil, microwave dan bak cuci piring, tanpa kompor. Fasilitas laundry umum ada di luar kamar, menggunakan koin. Saya tidak menggunakan laundry karena sudah puas cuci-cuci baju di Lake Tekapo Holiday Park. Nilai plus dari motel ini: kasurnya nyaman, dengan linen dan sprei berkualitas dari Sheridan. Kami bisa tidur nyenyak, dihangatkan oleh selimut listrik.

Lokasi motel Tudor Court ini di Bealey Avenue, utara pusat kota. Di sepanjang Bealey Avenue banyak terdapat motel. Lokasi tidak terlalu masalah kalau kita membawa mobil, hanya sekitar 5 menit ke pusat kota, Botanic Garden atau Museum. Sore hari setelah mengunjungi museum, Big A minta dibelikan buku karena buku yang saya belikan di Hobart sudah tamat ia baca. Big A akan bilang I am bored setiap menit kalau tidak punya bacaan. Dari penjaga museum kami diberi tahu kalau ada beberapa toko buku di Riccarton Mall. Daerah Riccarton ini terletak di sebelah barat Museum/Botanic Garden. Di kanan kiri jalan Riccarton berderet-deret toko, kafe, motel dan satu mal besar. Saya pikir, enak juga kalau motel kami ada di jalan Riccarton ini, tinggal menyeberang jalan kalau mau belanja ke Mal. Kalau kami punya kesempatan mengunjungi Christchurch lagi, pilihan pertama saya adalah Motel Kauri yang persis di seberang pusat perbelanjaan. Saya ingat kehabisan kamar di motel ini ketika memesan lewat Wotif dulu. Buku yang Big A cari tidak ada di Mal Riccarton. Capek keliling Mal mencari toko buku, kami makan di food court-nya, di bawah pengawasan tukang bersih-bersih karena sebentar lagi Mal tutup (jam 6 sore waktu setempat).

Minggu, 11 Desember 2011, saya dibangunkan oleh The Precils dan Si Ayah. Perasaan saya waktu itu: bahagia yang sederhana. Ini adalah negara ketiga tempat saya merayakan ulang tahun, setelah Indonesia dan Australia. The Precils memberi saya kartu ulang tahun yang diam-diam mereka beli di supermarket di Wanaka. Saya terharu dengan perhatian mereka, tapi juga tertawa melihat gambar Barbie di kartu ultah saya, dengan latar belakang warna pink yang gemerlap. Ini pasti pilihan Little A :D Jam 10.30 kami cek out dari motel, kembali jalan-jalan ke museum dan Botanic Garden, kemudian merayakan ulang tahun saya dengan makan siang di restoran Malaysia di Papanui Road. Sorenya, kami harus mengejar pesawat Emirates yang akan membawa kami kembali ke Sydney.

~ The Emak

Sabtu, 28 Januari 2012

[Penginapan] Lake Tekapo Motels & Holiday Park

[Penginapan] Lake Tekapo Motels & Holiday Park

Mobil sewaan di belakang kabin kami di Lake Tekapo Holiday Park
Don't judge an accommodation by it's website! Website Lake Tekapo Motels & Holiday Park ini tidak begitu meyakinkan, namun kabin dan fasilitas yang kami dapatkan cukup lumayan, plus bonus pemandangan danau Tekapo yang bisa dilihat langsung dari dalam kabin :)

Ketika mencari akomodasi di Lake Tekapo, saya cukup bingung karena pilihan di Wotif sangat sedikit. Pilihan di website informasi lokal juga tidak ada yang cocok, terutama harganya :p Di Lake Tekapo ini banyak didirikan resort-resort mewah yang harganya tentu tidak sesuai dengan anggaran liburan kami. Ada satu hotel waralaba mewah yang terkenal di sini, yang harga vila untuk keluarganya di atas NZ$ 350. Not for us! Dengan anggaran maksimal NZ$ 150 per malam, akhirnya saya menemukan akomodasi yang sesuai untuk keluarga kami: kabin dengan kamar mandi dalam di Holiday Park.

Saya memesan langsung akomodasi ini di website mereka. Harga awal kabin ini adalah NZ$ 120 per malam untuk 2 orang. Anak-anak di bawah usia 14 tahun membayar tambahan NZ$10 per malam, sehingga total NZ$ 140 per malam untuk kami berempat. Ketika tiba di Holiday Park ini saya cukup was-was, takut akomodasinya tidak sesuai dengan yang kami harapkan. Berbeda dengan Holiday Park di Te Anau yang kelihatan baru dan terawat, bangunan-bangunan di Holiday Park ini tampak tua. Dari luar, kantor resepsionis tampak seperti gudang. Ketika masuk ke kompleks Holiday Park yang luas ini, kami melewati dua taman bermain, yang satu sudah rusak dan satunya tampak tua dan tidak terawat. Saya jadi semakin takut melihat kabin kami.

Ternyata yang saya khawatirkan tidak terjadi. Kabin kami yang kecil cukup bagus dan terawat. Ketika kami datang, kamar sudah bersih dan rapi, dengan sprei baru, berikut handuk dan sabun mandi baru. Ukuran kabin ini sekitar 4x7 meter, berisi satu ranjang dobel dan satu set ranjang susun (bunk bed). The Precils langsung excited mencoba naik turun ranjang susun ini. Ada dua set meja kursi seperti di kafe, yang juga bisa kami bawa ke teras. Ada satu TV kecil yang tidak pernah kami nyalakan. Di sudut lain ada fasilitas kulkas kecil, ketel listrik, pemanggang roti, dan bak cuci piring. Peralatan makan lengkap seperti piring, gelas, sendok, garpu juga disediakan di sini. Kamar mandi (pancuran), toilet dan wastafel yang lebih baru daripada kamar mandi di Te Anau, ada di dalam kabin di samping kamar.

Yang paling mengesankan dari penginapan ini adalah pemandangan luar biasa yang bisa kami lihat dari dalam kamar. Kabin kami terletak persis di pinggir Lake Tekapo, hanya dihalangi oleh padang bunga liar warna-warni. Setelah beres-beres barang bawaan kami, terutama bahan makanan, kami bisa santai sejenak di teras berlantai kayu, sambil memandang danau Tekapo dan gunung di belakangnya. Big A menyempatkan menulis jurnal perjalanan, dengan menyeret meja kursi kami keluar.

Di Holiday Park ini tersedia sambungan internet via wifi yang bisa dibeli NZ$10 untuk 24 jam. Ketika laptop kami sudah tersambung dengan internet, Si Ayah langsung duduk manis di depan laptop :p

Kabin mungil kami tampak dari depan
The Precils menjelajah kabin
Little A menatap bebek-bebek yang bebas berkeliaran di depan kabin kami
The Precils bermain meniti kayu di samping kabin
Sayangnya, di sini taman bermainnya tidak sebagus yang ada di Te Anau. Lagipula, playground tersebut cukup jauh dari kabin. Namun The Precils tidak kalah akal. Little A dengan cepat menemukan permainan baru: meniti gelondongan kayu yang dia temukan di samping kabin. Selain bermain titian, Little A juga sibuk mengejar bebek-bebek yang berkeliaran dengan bebas di sekitar kabin. Pada awalnya, Little A hanya memandang bebek-bebek yang lewat. Tapi lama-lama, dia mulai mengejar bebek-bebek tersebut. "The duckies need to sikat gigi," kata Little A.

Sebelum menyiapkan makan malam, saya punya PR cucian yang menumpuk. Selama dua hari di Te Anau dan sehari di Wanaka kami tidak mencuci baju. Big A dengan senang hati membantu saya mencuci baju di laundry umum yang ada di belakang kabin kami. Little A tidak mau kalah membantu memasukkan koin ke dalam slot mesin laundry. Untuk sekali mencuci baju, kita perlu koin $2 dan untuk mesin pengering juga perlu $2. Deterjen juga dijual di mesin otomatis seharga $2 per bungkus. Cucian langsung kering dan bisa dipakai lagi. Tips ketika bepergian: jangan merepotkan diri sendiri dengan menyetrika ;)

Big A serius membaca sementara Si Ayah serius memasak
Makanan sudah siap tapi Big A masih asyik membaca
Jangan dilihat bentuknya, 'scramble' salmon ini enak banget!
Cucian beres, saatnya menyiapkan makan malam istimewa: barbekyu salmon dari Mt Cook Alpine Salmon Farm. Lagi-lagi kami beruntung karena tempat piknik dan mesin barbekyu letaknya tepat di samping kabin. Fasilitas barbekyu dengan gas ini disediakan gratis. Di samping kabin ada tiga mesin barbekyu dan beberapa bangku-bangku kayu. Ketika kami bersiap-siap, sudah ada beberapa orang yang makan malam. Saya lumayan kerepotan menyalakan mesin barbekyu ini. Untung ada traveler lain yang berbaik hati membantu saya. Ternyata saudara-saudara, barbekyu jenis ini harus dinyalakan dengan korek api :D 

Setelah berhasil nyala, saya letakkan dua potong salmon segar di atas aluminium foil. Bumbunya cukup mentega, garam dan lada hitam. Sementara itu, nasi, lalapan dan jus jeruk sudah siap. Ketika salmon mulai matang, saya tidak bisa membaliknya karena ikan ini lengket dengan foil. Si Ayah turun tangan memberi bantuan, berhasil membalik salmon ini sampai matang, tapi si salmon tidak berbentuk lagi. Alhasil, kami makan orak-arik salmon, bukan steak salmon :D Jangan salah, rasa salmon ini tidak dipengaruhi oleh bentuknya. Si Ayah berulang kali bergumam kalau ini salmon terenak yang pernah dia rasakan. The Precils pun makan sendiri dengan lahap. Kali ini benar-benar makan malam istimewa di tempat terbuka yang memesona.

Malamnya kami tidur dengan nyenyak. Pagi hari saya dikejutkan dengan pemandangan indah danau Tekapo yang bagaikan cermin memantulkan bayangan gunung di belakangnya. Rupanya bayangan  seperti ini hanya bisa didapatkan pagi hari ketika matahari belum tinggi. Saya pun membuat kopi dan menikmati sarapan sereal dengan bonus pemandangan danau Tekapo berkabut tipis ini. Pukul 10 pagi, kami menyelesaikan rutinitas berkemas, cek out dan melanjutkan perjalanan ke Christchurch.

Breakfast with a view
~ The Emak

Rabu, 25 Januari 2012

Di Tepi Lake Tekapo Kisah Kami Abadi

Di Tepi Lake Tekapo Kisah Kami Abadi

Foto Keluarga di tepi danau Tekapo
Saya masih ingat suasana senja di tepi danau Tekapo: tenang dan syahdu. Angin malam membelai halus di antara padang bunga liar warna ungu dan merah jambu, bulan menggantikan matahari menerangi danau berair biru turquoise, dengan gereja tua yang berdiri anggun di tepinya, dan di kejauhan tampak Mt John berselimut salju.

Lake Tekapo adalah kota kecil yang terletak di antara Christchurch dan Queenstown. Kota ini menjadi persinggahan utama traveler yang melakukan perjalanan dari Christchurch ke Queenstown atau sebaliknya. Dengan mobil, Lake Tekapo bisa dicapai 3 jam dari Christchurch atau 3,5 jam dari Queenstown.

Biasanya para pelancong hanya singgah sebentar dan melihat keindahan danau Tekapo ini di sekitar Church of the Good Shepherd saja. Gereja tua yang dibangun tahun 1935 ini merupakan atraksi utama yang wajib disinggahi di Lake Tekapo. Bangunan cantik ini cukup fotogenik diambil gambarnya dari berbagai sudut. Tidak heran kalau gereja ini menjadi gereja yang paling banyak difoto di seluruh New Zealand. Si Ayah yang baru saja belajar fotografi cukup antusias ingin mengabadikan senja di sekitar gereja yang juga populer disewa untuk prosesi pernikahan ini.

Jarak gereja tua sekitar 1 km dari tempat kami menginap di Lake Tekapo Motels and Holiday Park. Kami naik mobil menuju ke sana setelah kenyang dengan makan malam. Di musim panas, matahari baru terbenam sekitar jam 9 malam. Semburat jingga dan merah jambu bergantian memenuhi langit. Little A dan Big A saya ajak bermain-main di padang bunga liar yang tumbuh di tepi danau. Bunga Russell Lupines atau lebih populer disebut Lupin berwarna ungu dan merah jambu ini tumbuh di musim panas, dari akhir November sampai awal Januari. Ketika musim dingin tiba, bunga-bunga cantik ini menghilang dan akan muncul lagi begitu musim panas tiba. Kami beruntung mengunjungi New Zealand ketika bunga-bunga ini mekar. Pemandangan cantik padang Lupin ini bisa kami jumpai di mana-mana, di Queenstown, Glenorchy, Te Anau, Wanaka dan paling banyak di Lake Tekapo ini.
 
Sementara The Precils bermain, Si Ayah asyik memotret Church of the Good Shepherd. Kami pulang setelah langit gelap meskipun Si Ayah belum puas dan belum berhasil mendapatkan foto yang bagus karena 'peralatan perang' nya kurang memadai :p

Senja di Church of the Good Shepherd, Lake Tekapo
Church of the Good Shepherd sebelum gelap
Pagi harinya, setelah cek out dari penginapan, kami kembali mengunjungi gereja tua ini. Agenda utamanya adalah: foto keluarga :D Saya yang paling ngebet pengen punya foto keluarga yang lumayan, yang nantinya bisa dibingkai dan dipajang di ruang keluarga. Setelah gagal membuat foto keluarga di Milford Sound, saya ingin foto keluarga kali ini berhasil, dan sempurna. Pagi hari, saya berhasil membujuk anak-anak dan ayahnya untuk memakai 'seragam' foto keluarga kami: kaos putih dan celana jeans biru. Tidak ada alasan khusus untuk pilihan 'seragam' ini kecuali warna inilah yang kebetulan kami semua punya.

Sesi foto dimulai ketika The Precils asyik bermain di batu-batu di tepi danau. Setelah Si Ayah berhasil menyeting kameranya di tripod, kami berpose. Tuhan memberkati, Little A dan Big A sukarela tersenyum ketika difoto. Padahal semenit sebelumnya Big A manyun karena kepanasan. Kami ulangi foto sekali lagi di antara padang Lupin. Lagi-lagi saya cukup beruntung karena The Precils mau tersenyum. Begitu terdengar bunyi 'klik', anak-anak segera bubar sehingga foto keluarga tidak mungkin diulang lagi.

Hasilnya tidak begitu mengecewakan. Saya berani bilang hasil foto Si Ayah bisa diadu dengan tukang foto keluarga profesional :)


Foto Keluarga di tepi danau Tekapo
~ The Emak