Rabu, 30 Juli 2014

Nyamannya Transit di Bandara Changi Singapura

Nyamannya Transit di Bandara Changi Singapura


Bulan Juni dan Juli, saya empat kali transit di Changi, terbang ke New Zealand dengan Singapore Airlines dan terbang ke Eropa dengan Emirates. Biasanya, ketika terbang ke arah timur Indonesia, tujuan Australia, saya lebih suka transit di Denpasar karena menghemat waktu terbang. Tapi untuk tujuan Selandia Baru memang belum ada penerbangan langsung dari Indonesia, sehingga terpaksa harus bolak-balik terbang ke barat dulu, baru ke timur lagi. Kalau tujuan akhirnya memang ke arah barat seperti Timur Tengah atau Eropa, tentu saya lebih memilih transit di bandara Changi daripada bandara lain (Soekarno-Hatta atau KLIA).

Ketika mendapat itinerary tiket SQ dari Jakarta ke Christchurch via Singapore, saya deg-deg-an melihat waktu layover yang mepet banget. Ketika berangkat, memang ada waktu 3 jam untuk transit. Tapi pulangnya, hanya ada waktu 55 menit untuk turun dari pesawat dan boarding lagi ke pesawat berikutnya melewati pemeriksaan keamanan. Beda terminal lagi! Duh, piye iki?

Saya ingat repotnya pindah dari satu terminal ke terminal lain dalam bandara yang sama di Indonesia. Waktu nyasar di T1 Juanda, padahal harus berangkat dari terminal 2, kami perlu waktu 30 menit. Di Changi? Untungnya antar terminal cuma perlu waktu 3 menit, dengan naik skytrain gratis. Skytrain ini seperti monorail, yang menghubungkan T1, T2 dan T3 Changi, datang setiap 3 menit. Stasiun skytrain bisa diakses dari public area (daerah umum, di luar pemeriksaan imigrasi) dan transit area (daerah transit, di dalam pemeriksaan imigrasi).

Stasiun Skytrain
Toilet Changi yang luas, bersih dan wangi
Ketika penumpang mendarat di Changi, dia ada di transit area. Kalau bagasi sudah diurus oleh maskapai yang sama maupun yang menggunakan code share, penumpang tidak perlu melalui pemeriksaan imigrasi, mengambil bagasi dan cek in lagi. Penumpang transit bisa langsung menuju boarding gate pesawat berikutnya, meskipun terletak di terminal yang berbeda. Ketika saya ke New Zealand, bagasi saya sudah diurus di Jakarta dan langsung diterbangkan ke Christchurch. Ketika cek in di Jakarta, saya sudah mendapat boarding pass pesawat dari Singapura ke New Zealand. Begitu turun pesawat di Changi, saya tinggal menunggu boarding lagi di transit area. Saya punya waktu tiga jam yang bisa saya gunakan untuk browsing internet, kirim kabar ke orang rumah, sholat dan dandan di toilet yang bersih dan luas.

Pulang dari Christchurch, saya harus 'mengejar' pesawat ke Jakarta, dalam waktu 55 menit. Ternyata Singapore Airlines sudah punya sistem yang bagus untuk transfer. Kira-kira satu jam sebelum pesawat mendarat, kami sudah diberi pengumuman lokasi boarding gate pesawat berikutnya yang akan kita tumpangi. Para penumpang yang lay over-nya cepat juga diberi tempat duduk paling depan sehingga paling cepat keluar dan segera menuju boarding gate lagi. Ada petugas yang 'menjemput' para penumpang yang transitnya mepet ini, memberi tahu arah agar tidak salah jalan. Ketika itu saya mendarat di T3, tapi harus boarding lagi di T2. Semua berjalan lancar dan mulus-mulus saja, saya hanya perlu waktu 10 menit (jalan kaki dan menunggu skytrain) untuk pindah terminal. Kira-kira perlu waktu 15 menit untuk antre pemeriksaan keamanan. Dan voila, saya sudah duduk manis lagi di penerbangan selanjutnya. Mungkin lain ceritanya kalau ada yang perlu ke toilet. Duh, antre toilet di dekat pesawat mendarat tuh pasti puanjang banget. Good luck aja deh :) Pengalaman saya, pesawat SQ dari Singapura ke Jakarta sedikit terlambat karena menunggu setoran bagasi dari penumpang transit (milik saya, hehe). Jadi yang membeli tiket terusan dari maskapai yang sama (atau codeshare), tidak perlu panik kalau waktu transit di Changi mepet. Kurang dari sejam pun bisa terkejar, bahkan kalau kita bawa anak-anak.


Beda dengan ketika kami sekeluarga mau ke Eropa, kami tetap harus melewati imigrasi (cek paspor) karena pesawat yang kami beli ketengan, bukan pesawat terusan dari Surabaya ke Paris. Dari Surabaya ke Singapura kami naik Air Asia. Dari Singapura ke Paris kami naik Emirates. Terpaksa bagasi kami ambil sendiri lagi dan cek in ulang di konter Emirates. Begitu juga pulangnya, dari Paris ke Singapura (via Dubai) kami naik Emirates. Tapi untuk menuju Surabaya, kami naik China Airlines. Lama menunggu pesawat di Changi, baik berangkat atau pulang sekitar enam jam.

Di Changi, banyak tanda penunjuk jalan dan rambu-rambu dalam empat bahasa (Inggris, Mandarin, Melayu dan Tamil) sehingga kita nggak akan nyasar. Kalaupun nyasar, petugas bandara mudah ditemui. Di setiap sudut ada informasi penerbangan dan juga papan interaktif yang akan memberitahu kita 'rute' yang harus kita tempuh kalau kita ingin menuju suatu tempat. Saya juga salut dengan fasilitas-fasilitas bandara Changi yang memanjakan pengunjungnya. Semua fasilitas seperti toilet, ruang perawatan bayi dan tempat sholat (prayer room) terawat dengan baik, dalam kondisi bersih dan tersedia di mana-mana. Musholla dipisah antara laki-laki dan perempuan, termasuk tempat wudhunya. Tempatnya bersih dan nyaman, meskipun tidak besar. Ada mukena yang bisa dipinjam kalau kita tidak bawa mukena sendiri. Di sini tempat yang paling nyaman untuk menyelonjorkan kaki dan menghilangkan penat. Tapi di dinding musholla jelas-jelas ada tanda larangan: "Strictly No Eating And Sleeping Is Allowed In This Room" Dilarang keras makan dan tidur di ruangan ini.

Apa fasilitas yang paling kami sukai? Internet gratis tentu saja, biar gak bosen menunggu berjam-jam. Kita bisa mengakses internet gratis langsung dari gadget yang kita bawa (ponsel, tablet, laptop) atau dengan menggunakan komputer yang ada di setiap terminal. Saya juga menemukan beberapa komputer berinternet ini tersedia di dalam boarding gate. Cocok untuk update pesan di Facebook sebelum berangkat. Dari ponsel, ketika wifi kita sudah terhubung, kita diminta mendaftarkan alamat email dan nomor ponsel. Setelah itu akan ada pesan bahwa password akan dikirim ke nomor ponsel kita. Sayangnya waktu itu, nomor ponsel Indonesia saya tidak bisa menerima password. Kalau terjadi seperti ini, datang saja ke gerai informasi untuk meminta password dari mereka. 
 
Internet gratis.
Prayer room. Ada sign 'Tidak boleh tidur di sini'
Lalu, selama menunggu pesawat selanjutnya, enaknya ke mana saja? Ini daftar tempat nongkrong favorit kami di T1 dan T3 Changi airport.

1. Slide & Playground at T3 (Public Area)
Ini tempat bermain yang kami temukan di public area T3, letaknya di B2 (basement), dekat Starbucks. Selain arena bermain kecil, ada juga seluncuran yang lumayan mengundang nyali anak-anak. Semuanya gratis. Begitu mencoba sekali, Little A ingin mencoba lagi dan lagi. Seluncuran ini tidak dijaga, jadi untuk anak-anak yang masih kecil (minimal tinggi 100cm) harus dijaga orang tuanya. Kalau bosan bermain dan meluncur, ada air mancur menari di sebelah Starbucks.


2. Social Tree T1 (Transit Area)
Kita akan langsung menemukan Social Tree setelah melewati pemeriksaan imigrasi di Terminal 1. Di pohon ini, kita bisa berselfie di mesin khusus, lalu menghias dan mengunggahnya ke atas. Satu pose? Nggak cukup lah.
Setelah capek selfie, kita bisa duduk di sofa-sofa empuk di sebelahnya, sambil memandang aktivitas pesawat di runway dari balik kaca.


3. Butterfly Garden T3 (Transit Area)
Letaknya di T3, agak tersembunyi di belakang, jadi kalau nyasar, mintalah bantuan petugas. Troli kecil bisa dibawa masuk. Taman kupu-kupu ini keren karena kita bisa melihat berbagai jenis kupu-kupu (jelas lah!). Saya bukan penggemar kupu-kupu tapi tetap senang berjalan-jalan di antara mereka yang terbang dengan lincah dan gembira. Suhu di taman ini cukup panas, seperti di luar ruang. Yang nggak kuat berpanas-panas seperti saya, monggo balik lagi ke ruang ber-AC :D

4. Koi Pond T3 (Transit Area)
Kolam koi ini persis di sebelah taman kupu-kupu, di terminal 3. Anak-anak pasti seneng ke sini. Suasananya lebih adem daripada taman kupu-kupu. Di sampingnya banyak sofa dengan colokan. Pas banget untuk nge-charge gadget. Kami berlama-lama di sini, sambil mencoba mesin pijat kaki di pojok ruangan, membuatkan susu untuk Little A dari air panas di nursery room, dan tentu saja leyeh-leyeh sambil menunggu jam makan.



5. Playground T3 (Transit Area)
Kami senang sekali main-main di terminal 3, meskipun pesawat kami sendiri boarding dari terminal 1. Karena punya banyak waktu menunggu, kami puas jalan-jalan menyusuri sudut-sudut Changi ini. Di seberang kolam koi, setelah Hard Rock Cafe ada area bermain untuk anak. Cukup bagus, ada seluncurannya juga. Lokasi ini juga dekat dengan Snooze lounge di mezzanine untuk tidur dan dekat food court.


6. Singapore Street Eat T3 (Transit Area)
Ini tempat makan baru yang oke banget di terminal 3. Desainnya seperti ruko-ruko peranakan. Pilihan makanannya beragam. Kami makan di sini sebelum terbang ke Paris via Dubai. Pilihan kami adalah duck rice (SGD 6,50), beef hor fun (SGD 8), roasted chicken (SGD 5,50) dan tidak lupa chendol (SGD 4). Untuk membayar, kami membeli voucher dalam bentuk kartu di kasir (nominal terserah, kami membeli SGD 50). Kartu ini dipakai untuk membayar di outlet-outlet yang kita pilih. Kalau ada sisa, bisa diuangkan kembali. Saya senang makan di sini karena enak dan harganya tidak mahal.


7. Food Court & Snooze Lounge T1 (Transit Area)
Pulang dari Eropa, kami naik pesawat China Airlines untuk kembali ke Surabaya. Pesawat boarding di terminal 1. Ketika kami pertama kali ke Singapura, Si Ayah dan Big A pernah mencoba makan chicken rice di food court T1, mereka seneng banget dan ingin mencoba lagi. Tapi kali ini kami memilih duduk-duduk di lounge sebelah food court, yang sofanya lebih nyaman plus ada colokan untuk nge-charge. Saya yang waktu itu belum lapar banget memilih ngemil popcorn ayam dari Texas Chicken.

Saya senang menunggu di Changi Airport, tetap nyaman tanpa harus mengeluarkan uang (kecuali untuk beli makanan). Beda dengan bandara Dubai yang fasilitas utamanya adalah toko duty free. Ada yang senang transit di Changi juga? Di mana tempat nongkrong favoritmu?


~ The Emak

Baca juga:
Changi Airport, Terbaik di Dunia?
Terbang Ke New Zealand Dengan Singapore Airlines
Terbang ke Singapura dengan Jetstar
Singapore With Kids: Itinerary & Budget

Rabu, 23 Juli 2014

Tip Packing Ke Eropa

Tip Packing Ke Eropa

Keluarga Precils dengan tas-tasnya di stasiun Brussel Centraal
Ketika mendapat konfirmasi booking Emirates ke Eropa, saya norak-norak bergembira melihat jatah bagasi masing-masing 30kg. Jatah total kami berempat 120kg. Edyan, lebih dari 1 kwintal! Bisa kulakan apa aja di Paris nanti? begitu pikir saya.

Tapi menjelang hari keberangkatan, saya makin realistis. Nggak mungkin lah kami bawa banyak koper, ngilu membayangkan bakal nyeret koper dari stasiun ke hotel, belum lagi naik turun tangga di stasiun-stasiun tua di Eropa. Saya juga ingat kerepotan kami membawa koper 'bedol desa' ketika naik campervan dari Adelaide ke Melbourne. Kapok! Akhirnya kami memang traveling light. Dua minggu di Eropa, kami 'hanya' bawa 1 koper kecil (bisa masuk kabin sebenarnya), 1 koper besar (apa aja bisa masuk) dan dua ransel sedang, satu yang biasa dibawa Si Ayah untuk kerja dan satunya yang biasa dibawa Big A sekolah. Oh, iya, bawaan kami tambah satu lagi: anak usia 6 tahun yang kadang minta digendong :p

Packing itu ketrampilan yang bisa dilatih, semakin sering traveling, akan semakin mahir. Lama-lama akan tahu sendiri apa barang-barang yang ngebet kita bawa tapi tidak pernah ada gunanya dalam perjalanan. Lama-lama akan sadar bahwa baju yang kita bawa cuma akan terpakai separuhnya. Standar packing saya sama untuk perjalanan seminggu, sepuluh hari atau dua minggu: bawa baju untuk tiga hari. Nanti cari laundry di perjalanan. Khusus yang hobi foto OOTD, tidak perlu mengikuti saran ini :D

Berikut barang-barang bawaan kami untuk traveling 14 hari ke Eropa, mungkin bisa memberi gambaran bagi yang sedang menyiapkan liburan juga. Karena kami pergi di musim panas (bulan Juli), kami tidak terlalu perlu pakaian hangat yang terlalu tebal. (Baca juga: Tip Packing ke Australia dan New Zealand)

BAJU
- baju empat stel
- Syal panjang 2, pashmina 1 (bisa utk cover bagi busui), jilbab kaos instan 1
- baju tidur 2 stel
- dalaman 5 stel, dipak sendiri dalam travel cell atau keranjang baju dalam
- jaket (tebal/tipis sesuaikan dengan musim)
- kaos kaki 2 pasang (penting untuk di pesawat)
- handuk kecil (dibawa di kabin)
- sepatu (kami cuma bawa yang dipakai)
- jas hujan (yang keren, biar tetep bagus difoto)
- baju renang (akhirnya tidak terpakai, hiks)
- mukena, sarung
- sarung bali (multifungsi utk sprei dadakan, sajadah, tirai, alas piknik, dll)

GADGET
- laptop (Si Ayah harus kerja di sana je)
- ponsel dan earphone
- powerbank
- kamera (kami bawa mirrorless Sony NEX 5N dan pocket Canon S95) 
- tripod
- iPad, atau tablet juga boleh :p
- charger untuk setiap gadget. (Colokan Eropa=Indonesia, tidak perlu konektor)
- notes & bolpen (harus selalu ada di tas yang dibawa/kabin)
- buku bacaan
- earmuff Peltor Little A (untuk melawan bising di airport, pesawat, stasiun)
- payung (ini saya lupa! terpaksa beli di Brussels EUR 5)

LAINNYA
- toiletries (sikat gigi, pasta, sabun, shampo kemasan kecil colongan dari hotel)
- kosmetik (sabun muka, pelembab, tabir surya, lip balm, deodorant)
- tisu basah, tisu wajah, tisu toilet 1 rol.
- tas kresek (tempat baju kotor, tempat sampah darurat, kantung muntah)
- deterjen sachet (beli di warung, supermarket nggak ada)
- obat pribadi (ventolin, parasetamol, minyak telon, handyplast)
- lensa kontak (cadangan kalo kacamata kenapa-kenapa)
- kacamata hitam

MAKANAN (untuk yang mau masak sendiri)
- mie instant untuk gawat darurat
- beras, sedikit aja untuk awal
- lauk-lauk kalengan (sarden, kornet, rendang dll)
- sambal (wajib!) dan kecap 
- bumbu instan nasi goreng
- susu formula Little A (soymilk protein)

PENTING
Dompet leher berisi: uang, kartu kredit/debit, paspor, tiket, boarding pass. 

MAHA PENTING: Rice cooker :D

Dompet traveling yang digantung di leher dan earmuff Little A
Dengan semua bawaan, di stasiun bandara CDG Paris
Menitipkan bagasi di stasiun Amsterdam
Ketika kami cerita ke teman dan saudara bahwa kami punya rencana traveling ke Eropa, mereka punya nasihat yang sama: hati-hati banyak copet! Mereka menyarankan kami membawa dompet/tas/kantong yang dikalungkan di leher seperti jamaah haji. Dompet tipis yang berisi paspor, uang, kartu kredit/debit dan tiket ini bisa dimasukkan ke dalam baju atau jaket. Saya anggap serius nasihat mereka karena memang sering mendengar cerita orang kecopetan di Eropa, terutama Paris! Saya bela-belain membeli travel neck pouch ini di toko Kathmandu ketika jalan-jalan di Christchurch, New Zealand seharga $15. Kantongan ini juga bisa dibeli di toko perlengkapan haji atau di departemen store di bagian perlengkapan traveling (cari bagian koper-koper). Alhamdulillah selama di Eropa aman. Tas pouch kecil ini sebagai ganti 'dompet biasa'. Apalagi kalau kemana-mana bawa ransel yang ditaruh di belakang, riskan menaruh dompet di sana.

Salah satu cara kami menghemat biaya makan di Eropa adalah memasak sendiri. Karena itu, kami memilih menginap di apartemen, bukan di hotel, yang ada fasilitas dapurnya. Enaknya mendarat di bandara Paris (CDG), tidak ada pemeriksaan custom sama sekali. Beda dengan aturan custom Australia yang ribet banget, ke Paris kita bebas bawa makanan apa saja. Bahkan tidak ada kartu kedatangan yang harus diisi. Setelah pemeriksaan imigrasi, cek paspor dan visa, kami mengambil bagasi dan bebas lenggang kangkung keluar dari bandara. Pemeriksaan custom hanya dilakukan secara random. Alhamdulillah kami tidak kena random check ini. Saya terbengong-bengong bahagia melewati petugas. Merci beaucoup!

Perlu juga diingat, kalau traveling ke beberapa kota di Eropa, entah dengan naik pesawat atau kereta, kita bakalan kerepotan kalau bawaannya terlalu banyak. Naik pesawat budget antar kota di Eropa mungkin biayanya murah, tapi tarif bagasinya sangat tidak ramah di kantong. Bandingkan dulu sebelum berangkat dengan tarif kereta yang tidak menarik biaya tambahan untuk tas

Di beberapa stasiun kecil dan tua di Paris tidak ada eskalator atau lift. Kalau stasiun besarnya biasanya ada fasilitas ini, namun tersembunyi. Carilah tanda disabilitas atau traveling dengan anak-anak (gambar kursi roda dan gambar keluarga dengan anak). Jalanan di kota di Eropa juga tidak selalu mulus. Kami harus menyeret koper-koper sejauh 400 meter di jalan konblok dari stasiun Lille Europe ke stasiun Lille Flandres. Pengalaman lain adalah menyeret koper dari stasiun Brussel Centraal ke hotel Novotel. Tidak jauh, hanya sekitar 300 meter, tapi jalannya berbatu. Saya sarankan menginvestasikan uang untuk membeli koper yang bagus. Koper kami merk American Tourister (adiknya Samsonite). Harganya sekitar 1 jutaan kalau sedang diskon. Lumayanlah daripada koper kami seharga $35 (beli di Sydney, merk abal-abal) yang langsung jebol sekali pakai.

Selama jalan-jalan, kami juga sempat menitipkan koper kami di stasiun Koln (Cologne), Jerman dan stasiun Amsterdam Centraal, Belanda. Di Koln, kami cuma punya waktu singgah tiga jam. Penitipan di stasiun Hbf Koln ini canggih banget, pake mesin otomatis seperti mesin ATM. Nanti saya tulis tersendiri. Di Amsterdam, kami perlu menitipkan koper karena di hari terakhir di sana, kereta kami baru berangkat jam 3, padahal kami sudah harus cek out dari penginapan. Penitipan tas di Amsterdam ini mirip sewa loker, kita operasikan sendiri dan membayar dengan kartu kredit.

Ada teman yang bilang, tidak perlu membawa rice cooker karena beras di Eropa sudah 'setengah matang' dan bisa dimasak dengan cara direbus sekali saja. Waduh, saya kok belum percaya ya. Saya ingat pengalaman pahit ketika campervanning, makan nasi gagal karena malas bawa rice cooker. Kami sangat bersyukur membawa rice cooker (dan sedikit beras) mengingat pengalaman kami di hotel Meininger. Hotel ini saya pilih karena murah, tapi memang di sekitarnya tidak ada apa-apa. Ketika kelaparan malam-malam, kami tinggal menanak nasi di kamar mandi, dan menghangatkan rendang daging sapi. Karena tidak bawa piring, kami terpaksa makan langsung dari kalengnya. Duh, syedapnya!

Bukan iklan :p
Bagaimana pengalaman kalian packing? Barang apa yang wajib dibawa?

~ The Emak 

 

Baca juga: Tip Packing ke Australia dan New Zealand

dan tulisan lain tentang Trip Eropa:VISA
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga 
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen


TRANSPORTASI
Berburu Tiket Pesawat Murah ke Eropa
Tip Membeli Tiket Kereta Keliling Eropa
Terbang Ke Eropa Dengan Emirates
 
ITINERARY
Pertama Kali ke Eropa? Ini Itinerarynya!

PENGINAPAN
Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb  

Review Novotel Off Grand Place Brussels
Review Hotel Meininger Amsterdam


Selasa, 22 Juli 2014

Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb

Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb

Pakai tautan "www.airbnb.com/c/akumalasari" untuk mendaftar Airbnb & dapatkan kupon $25

Ketika jalan-jalan ke Eropa bulan Juli lalu, kami menginap tujuh malam di Paris, di apartemen yang kami sewa dari Airbnb. Apartemen memang paling cocok untuk menginap bersama keluarga kalau lebih dari tiga malam. Selain tarifnya (untuk empat orang) lebih murah dari hotel, apartemen juga menyediakan dapur untuk memasak sehingga kami bisa menghemat anggaran makan.
 
Pernah mendengar tentang Airbnb? Layanan website ini memudahkan pemilik dan penyewa penginapan untuk melakukan transaksi. Airbnb berasal dari kata B&B atau bed and breakfast. Penginapan ala BnB biasanya kamar kosong ekstra yang disewakan pemiliknya untuk menginap dalam jangka pendek, berikut layanan sarapan. Di airbnb, tidak hanya kamar kosong yang disewakan, tapi bisa juga seluruh apartemen, studio atau bahkan rumah. Gampangannya, airbnb ini isinya perorangan yang menyewakan kamar atau apartemen ekstra, bukan profesional seperti pemilik motel atau hotel.

Lalu amankah menggunakan airbnb? Dari pengalaman saya, semuanya aman-aman saja. Anggota yang mendaftar di airbnb diverifikasi dengan berbagai macam identifikasi. Selain itu, pembayaran dilakukan dengan transaksi aman di websitenya, dana yang kita bayarkan akan dipegang oleh pihak airbnb, dan baru akan disampaikan ke pemilik penginapan setelah kita berhasil cek in di hari pertama.

1. Mendaftar
Cara mendaftar menjadi anggota airbnb gampang banget. Pertama, buka dulu website airbnb di sini. Lalu kita bisa sign up dengan tiga cara: facebook, akun gmail atau akun email lain. Paling gampang pilihan pertama. Dengan facebook, kita tidak perlu repot membuat nama akun dan password baru. Kita tinggal memasukkan email dan password FB seperti biasa dan klik log in. Nantinya Facebook akan meminta kita menyetujui menghubungkan app airbnb dengan akun facebook kita.



Nggak punya facebook? Daftarlah dengan email. Nanti airbnb akan mengirim email verifikasi. Setelah kita klik tautan verifikasi, maka akun airbnb kita sudah jadi. Penampakannya seperti ini.


Ketika kita klik dashboard (panel muka) dari dropdown nama akun kita, akan muncul halaman selamat datang, termasuk bonus kredit yang didapat sebesar $25 kalau mendaftar lewat tautan ini. Untuk mengubah bahasa dan mata uang, ada pilihan di pojok kiri bawah. Saya biasanya memakai bahasa Inggris karena terjemahan bahasa Indonesianya masih lucu :)

Setelah terdaftar, kita bisa langsung mencari-cari dan melihat penginapan yang tersedia. Airbnb ini bisa digunakan di seluruh dunia. Ketika mencari penginapan di Amsterdam dan Brussels, saya juga mengintip airbnb, sayangnya tidak ada yang cocok untuk menginap semalam dua malam. 

Tapi, bisa juga kita menahan diri dan melengkapi profil terlebih dahulu. Untuk menambah keamanan dan mencegah akun palsu, airbnb membuat macam-macam verifikasi. Antara lain dengan nomor ponsel, email, profil facebook dan linked in. Semakin banyak verifikasi kita, semakin dipercaya oleh anggota lain. Sebaiknya, akun facebook yang dijugakan juga nama asli. Kalau tidak ingin verifikasi sekarang, bisa dilakukan nanti ketika sudah siap memesan penginapan.

2. Mencari-cari penginapan
Bagian yang paling seru tentu browsing dan memilih penginapan. Meskipun rencana liburan masih lama, tidak ada salahnya melihat-lihat penginapan sekarang, sekalian untuk menghitung anggaran (budget). 

Untuk mencari penginapan, kita tinggal masukkan lokasi kota (misal: Paris), tanggal liburan (bisa dikosongkan atau diisi ngawur kalau belum punya tanggal pasti), dan tempat menginap untuk berapa orang (anak-anak dihitung, saya langsung isikan 4).

Nanti akan muncul tampilan seperti ini (klik untuk memperbesar). Di sebelah kiri adalah peta lokasi, di sebelah kanan adalah listing atau daftar penginapan yang tersedia. Kita bisa zoom in peta untuk melihat lebih jelas. Alamat yang ada di setiap listing belum alamat lengkap, sudah ada nama jalannya tapi belum ada nomornya. Setelah kita booking, baru kita diberi tahu alamat lengkapnya. Tapi melalui peta, kita sudah diberi ancer-ancer, penginapan tersebut ada di daerah mana.

Untuk mempersempit pencarian, gunakan filter atau saringan yang tersedia. Yang umum adalah kisaran harga. Batasi jumlah listing dengan harga sedikit di atas budget kita. Misal anggaran kita per malam 1 juta, gerakkan kursor kisaran harga sampai 1,5 juta. Selain itu kita bisa memilih tipe kamar: apakah seluruh apartemen, kamar pribadi (seperti kamar kos) atau kamar bersama. Untuk keluarga, saya sarankan memilih 'entire place' agar lebih punya privasi.

Filter lain boleh digunakan boleh tidak, tergantung kebutuhan kita. Saya sendiri menganggap akses internet penting, jadi saya centang wireless internet. Punya host yang bisa berbahasa Inggris juga penting karena saya tidak bisa berbahasa Perancis. Yang mahir menggunakan bahasa tarsan, filter ini tidak usah digunakan :)

Kalau tertarik pada suatu listing, tinggal klik saja untuk menampilkan profil properti tersebut. Berikut contoh listing yang akhirnya kami sewa di Paris: https://www.airbnb.com/rooms/1185329. Di profil properti kita bisa melihat foto-foto ruangan dan fasilitas apa saja yang tersedia. Kita juga bisa melihat harga per malam, biaya kebersihan dan apakah tambahan orang (biasanya mulai orang ketiga) dikenakan biaya. 



3. Memasukkan dalam wishlist
Kalau menemukan penginapan yang sreg, segera saja masukkan ke wishlist. Caranya dengan meng-klik tanda hati yang ada profil properti. Jangan takut terlalu banyak membuat wishlist, karena nanti tidak semua properti yang kita taksir tersedia pada tanggal yang kita perlukan. Wishlist ini sangat berguna untuk membandingkan satu properti dengan lainnya.

Sebelum menentukan pilihan, ada baiknya kita memberi catatan plus minus suatu penginapan. Yang perlu dipertimbangkan adalah:
- Lokasi. Di Paris, usahakan memilih penginapan yang dekat dengan stasiun metro. Paling jauh '5 menit' dari stasiun. Akan lebih baik kalau lokasinya dekat dengan salah satu atraksi wisata yang akan dikunjungi. Dalam kasus kami, apartemen yang kami sewa tinggal 7 menit jalan kaki ke Louvre.
- Review. Ada yang me-review artinya sudah ada yang pernah menginap di sini, artinya properti tersebut memang ada. Kita juga tahu sebaik apa layanan dari host dan apa kekurangan penginapan tersebut. Sebisa mungkin, hindari properti yang belum ada review-nya .
- Family friendly. Biasanya disebutkan di profil apakah mereka menerima anak-anak atau tidak.
- Harga total. Perhatikan biaya tambahan seperti biaya kebersihgan (cleaning service), biaya tambahan untuk orang ketiga (extra person) dan biaya servis airbnb (ini memang dibebankan ke semua penyewa, sekitar 10% dari harga total).
- Kebijakan Pembatalan. Cek apakah uang bisa kembali kalau pemesanan dibatalkan? Berapa persen yang bisa kembali? Biasanya service fee tidak bisa kembali. Apartemen yang kami sewa cancelation policy-nya moderate, artinya uang bisa kembali penuh kalau dibatalkan 5 hari sebelum hari H, kecuali service fee.
Selain itu semua, saya juga memilih penginapan yang ada koneksi internetnya dengan host yang bisa berbahasa Inggris agar komunikasi lancar.




4. Mengontak Host
Setelah menyortir pilihan penginapan dan mempunyai rencana yang jelas, saatnya melakukan aksi: mengontak host lewat layanan pesan dari website airbnb. Admin airbnb sendiri menyarankan kita mengontak host sebelum booking (memesan). Ini untuk memastikan ketersediaan penginapan di tanggal yang kita inginkan. Juga untuk berkenalan dengan tuan rumah. Kami (memakai akun Si Ayah) mengontak beberapa host sekaligus dari penginapan yang kami incar. Jangan takut mengirimkan pesan ke beberapa tuan rumah sekaligus, karena belum tentu tanggal yang kita inginkan tersedia. Ini juga disarankan oleh admin airbnb di laman "bantuan" mereka.

Message atau pesan sebaiknya berisi perkenalan singkat, alasan kunjungan kita ke kota tersebut, berapa orang yang akan menginap bersama kita, di tanggal berapa kita memerlukan penginapan tersebut. Dalam satu dua hari kami mendapat jawaban dari host, ada yang available ada yang tidak. Akhirnya setelah menimbang banyak faktor, kami memilih melakukan booking apartemen Julien.




5. Memesan (Booking)
Cara booking di airbnb sangat mudah. Setelah kita yakin dan bersedia membayar sesuai yang tertera, kita tinggal klik tombol Request to Book. Airbnb akan membawa kita ke halaman pembayaran. 

Pembayaran bisa dilakukan dengan kartu kredit, kartu debit atau paypal. Perhatikan bahwa ada service fee yang dikenakan oleh airbnb (semacam pajak) sebesar 10%. Coupon atau travel credit (yang bisa didapat jika mendaftar melalui tautan ini) juga otomatis sudah dimasukkan. Nantinya, kartu kredit kita akan ditagih seusai mata uang negara yang akan kita kunjungi, setelah tuan rumah menerima pesanan kita.

Untuk memasukkan nomor kartu yang digunakan untuk membayar, klik account setting >> payment methods >> add payment methods >> masukkan nomor kartu dan data lainnya >> klik Add Card. Kartu kredit yang diterima untuk pembayaran adalah visa, mastercard, amex dan discover. Kalau tidak punya kartu kredit, bisa pinjam punya orang lain. Saya memasukkan nomor kartu kredit punya suami di akun saya dan nggak masalah. Sementara untuk kartu debit, yang sudah saya coba masukkan dan diterima adalah kartu debit dari Permata Bank yang ada tulisannya VISA Electron. Kartu Debit dari Bank Mandiri ditolak. Coba aja deh semua kartu yang ada :)

Untuk menginap tujuh hari di Paris, kami membayar Rp 11.135.446 dengan kurs 1 Euro = Rp 16.745 (ouch!). Rata-rata tarif per malam untuk apartemen yang kami tinggali berempat adalah Rp 1.590.778 atau EUR 95.

6. Menerima Kwitansi dan Petunjuk
Begitu host menerima pesanan kita, airbnb akan mengirimkan itinerary dan kwitansi via email, yang bisa digunakan untuk mengajukan visa Schengen. Ya, saya memesan apartemen ini sebelum mendapat visa. Rencana kami di Paris sudah tetap dan kami juga sudah membeli tiket pesawat. Perhatikan bahwa di itinerary jelas tertulis penginapan untuk empat orang (meskipun tidak ada keterangan nama masing-masing). Ini harus ditunjukkan ketika mencari visa bahwa akomodasi untuk setiap anggota keluarga sudah terjamin.

Selain itinerary, kami juga mendapatkan alamat lengkap dan nomor telepon tuan rumah, sekaligus cara untuk mendapatkan kunci dll. Sebelum tanggal kita menginap, kita tetap bisa mengontak tuan rumah via telepon atau message di akun airbnb-nya.



Setelah booking kita beres, airbnb akan menawari kita untuk memberi tahu calon host yang lain, yang tadinya kita kontak untuk menanyakan ketersediaan penginapan mereka. Isi pesannya otomatis, kita tinggal memberi tanda centang saja: "Kami sudah mendapatkan penginapan, thanks ya." Agar mereka tidak merasa di-php-in gitu. Ada yang membalas dengan sopan dan ada yang cuek-cuek saja :D

 7. Menulis review
Setelah cek out dari apartemen, kita masih 'hutang' satu hal yaitu menulis review. Berikut review yang ditulis Si Ayah di laman profil penginapan yang kami sewa. Yang paling bawah, bukan yang di tengah.



Gampang kan caranya? Airbnb ini menjadi salah satu alternatif untuk mendapatkan penginapan murah dengan fasilitas seperti di rumah. Yang pengen mendapatkan travel credit alias diskon sebesar USD 25 (setara dengan Rp 300 ribuan, lumayan kan?) untuk penginapan airbnb pertamanya, sila daftar melalui tautan ini: www.airbnb.com/c/akumalasari. Yang belum perlu pun lebih baik daftar sekarang biar bisa browsing-browsing daydreaming sekalian membuat wishlist atau membuat proposal liburan untuk si penyandang dana :p

Yang masih kesulitan mendaftar atau pengen tanya hal-hal lain seputar airbnb, sila komentar di bawah ini ya. Review lengkap apartemen di Paris bisa dibaca di sini.

~ The Emak

Baca juga tulisan The Emak lainnya tentang perjalanan ke Eropa:
VISA
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga 
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen

TRANSPORTASI
Berburu Tiket Pesawat Murah ke Eropa
Tip Membeli Tiket Kereta Keliling Eropa
Terbang Ke Eropa Dengan Emirates
 
ITINERARY
Pertama Kali ke Eropa? Ini Itinerarynya!

PENGINAPAN
Review Novotel Off Grand Place Brussels
Review Hotel Meininger Amsterdam


PACKING 
Tip Packing Ke Eropa

Rabu, 18 Juni 2014

Tip Membeli Tiket Kereta Keliling Eropa

Tip Membeli Tiket Kereta Keliling Eropa

Tiket kereta ICE, dicetak di rumah
Saya dan Si Ayah tidak suka naik pesawat, ribet cek in, pemeriksaan sekuriti dan menunggu boarding. Ribetnya dikalikan dua kalau traveling dengan anak-anak. Karena itu, kami memilih moda transportasi kereta api untuk keliling Eropa. Harganya tidak selalu lebih murah, tapi lebih nyaman dan sama cepat dengan pesawat untuk jarak dekat.

Informasi tentang perkeretaapian di Eropa, bahkan di seluruh dunia tersedia lengkap di website Seat 61. Website yang dibuat oleh Mark Smith, pecinta kereta api ini, sangat mudah digunakan. Dari ini kita tahu kereta apa saja yang melayani rute yang akan kita perlukan nanti.  

Saya mulai browsing tiket kereta api setelah mendapatkan tiket pesawat ke Eropa. Rute, jadwal dan harga tiket kereta api penting untuk membuat itinerary. Sebenarnya, tiket kereta api bisa dibeli online sejak 3 bulan sebelum jadwal keberangkatan, sama seperti di Indonesia. Lebih awal membeli, harga lebih murah. Semakin mendekati tanggal keberangkatan, harga semakin mahal. Beli langsung (go show) di stasiun kereta akan mendapatkan harga termahal, sampai tiga kali lipat harga tiga bulan sebelumnya.

Saya sempat galau, haruskah membeli tiket kereta sebagai syarat pengajuan visa Schengen? Dari beberapa pengalaman travel blogger lain, ada yang bilang wajib melampirkan tiket pesawat/kereta antar negara Schengen yang akan dikunjungi. Namun ada juga yang tidak melampirkan tiket kereta api, dan tetap sukses mendapatkan visa. Dalam lembar itinerary yang kami lampirkan untuk visa, kami tulis dalam keterangan bahwa tiket kereta antar negara akan kami beli setelah mendapatkan visa. Begitu juga ketika diwawancara, dijawab seperti itu. Alhamdulillah, visa tetap lolos.

Tiket kereta saya beli setelah aplikasi visa diterima, sekitar satu bulan sebelum tanggal keberangkatan. Semua bisa dibeli online dengan kartu kredit, melalui website berikut:

1. SNCF untuk kereta dari dan ke Perancis
2. Thalys untuk kereta tujuan Paris, Brussels, Cologne, Amsterdam
3. Bahn untuk kereta dari dan ke Jerman
4. Capitaine Train untuk semua rute kereta di Eropa

Tiket kereta api di Eropa, berdasarkan fleksibilitasnya ada 3 macam. Tiket promo yang paling murah (no-flex) biasanya tidak bisa dikembalikan (non refundable) atau diubah jadwalnya. Tiket semi-flex bisa diubah jadwalnya atau dikembalikan dengan biaya tertentu. Tiket yang paling mahal sangat fleksibel, bisa diubah jadwalnya dan diuangkan kembali tanpa biaya apapun. Semua tiket yang saya beli termasuk yang harganya paling murah, non-flexible.

Berdasarkan kelasnya, kereta api di Eropa ada 2 macam: kelas 1 (comfort 1, alias eksekutif) dan kelas 2 (comfort 2, alias ekonomi). Tidak perlu ditanya lagi, semua tiket kami kelas 2, karena tempat duduk dan kenyamanan gerbong kelas 2 ini sudah setara kelas eksekutif kereta api Indonesia :)

Ada diskon khusus untuk anak-anak, remaja, pensiunan dan yang mempunyai railpass. Kami tidak memakai railpass karena keliling Eropanya hanya ke negara-negara dekat saja. Saya belum menghitung sih, bisa seberapa hematnya. Anak-anak di bawah 4 tahun bisa gratis naik kereta. Anak-anak antara 4-11 tahun memakai tarif anak, sementara remaja usia 12-25 juga mendapatkan diskon untuk remaja. Ada juga penawaran diskon untuk grup. Untungnya, kita tidak perlu repot-repot menghitung diskon ini, karena akan dilakukan otomatis ketika kita memasukkan usia penumpang di website pemesanan tiket. Kalau pergi dengan keluarga, mintalah tempat duduk 'family seating', nanti akan diberikan tempat duduk berdekatan. Kita bisa melihat tempat duduk kita di denah, tapi tidak bisa menggantinya.

Sebelum membeli tiket, saya mendaftar dulu kebutuhan kami. Hari pertama di Eropa, kami akan bermalam di rumah saudara di kota Lens, Perancis utara, kira-kira satu jam dari kota Lille. Saya mengecek rute kereta di website SNCF, ternyata kami perlu naik dua kereta, TGV dari airport CDG ke Lille, kemudian dilanjutkan dengan kereta regional TER dari Lille ke Lens. Untuk kereta regional seperti TER, tidak perlu membeli tiket terlebih dahulu karena harganya tetap dan tidak ada nomor tempat duduk. Karena itu kami hanya membeli tiket TGV.

Setelah semalam di Lens, kami akan langsung ke Brussels. Dari Lille ke Brussels, kami kembali naik TGV, hanya perlu 36 menit untuk melintasi batas negara Perancis menuju Brussels. Setelah semalam di Brussels, kami melanjutkan perjalanan ke Cologne, Jerman dengan kereta Thalys (1 jam 47 menit). Di Cologne, kami tidak menginap, hanya transit saja sekitar 3 jam untuk melihat-lihat Katedral Cologne yang terkenal itu. Rencananya, koper-koper akan kami titipkan di stasiun. Pada hari yang sama, kami akan melanjutkan perjalanan ke Amsterdam. Kali ini kami naik kereta ICE (2 jam 41 menit) yang bisa dipesan via website BAHN. Hanya menginap dua malam di Amsterdam, kami kembali ke Paris dengan kereta Thalys (3 jam 17 menit), yang tiketnya saya pesan di website resminya.

Cara memesan kereta di masing-masing website sangat mudah, mirip dengan memesan tiket kereta api di Indonesia. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Pilih layanan berbahasa Inggris, biasanya dengan mengklik gambar bendera di pojok kanan atas. Saya sendiri juga pusing kalau harus baca bahasa selain Inggris :)
2. Pilih negara asal: Indonesia atau kalau tidak ada pilihan, pilih "other countries"
3. Pastikan kita tahu nama stasiun asal dan stasiun tujuan (buka google map). Di beberapa negara, satu kota mempunyai dua nama dalam bahasa yang berbeda. Misal, Brussels juga dikenal sebagai Bruxelles. Cologne biasa disebut Köln. Stasiun Brussels untuk kereta dari wilayah Perancis adalah Brussels Midi, sementara stasiun Köln di dekat katedral adalah Köln Hbf. Untuk Amsterdam, kami turun di stasiun Amsterdam Centraal, dan di Paris, kami turun di stasiun Gare du Nord.
4. Cek harga tiket di beberapa website. Saya menemukan tiket kereta ICE lebih murah di website Bahn. Sementara harga tiket Thalys sama saja, di website resminya atau di SNCF.
5. Kadang website tertentu tidak bisa memroses booking dengan kartu kredit dari Indonesia. Coba booking di hari lain atau ganti booking di website lain. Saya berhasil memesan tiket TGV di website SNCF dari CDG ke Lille. Tapi begitu saya coba beli lagi dari Lille ke Brussels, website-nya tidak mau terima. Akhirnya saya booking via Capitaine Train.
6. Pilih 'cetak tiket di rumah'. Tiket yang dicetak sendiri ini tidak perlu ditukarkan dengan tiket asli. Nantinya cukup ditunjukkan ke petugas, disertai identitas.
7. Bila pilihan 'cetak tiket sendiri' tidak ada, pilih 'ambil tiket di mesin tiket/stasiun'. Kita akan mendapatkan nomor referensi yang bisa digunakan untuk mengambil tiket melalui mesin tiket di stasiun. Pembayaran dengan kartu kredit tetap dilakukan di website pemesanan.

Berikut adalah tiket yang saya booking online, dengan harga untuk berempat (2 dewasa, 1 remaja dan 1 anak) dan website pemesanannya. Semua dibayar dengan kartu kredit dari Indonesia.

# CDG Airport - Lille Europe, kereta TGV, €49.50, dipesan via web SNCF
# Lille Europe - Brussels Midi, kereta TGV, €72, dipesan via web Capitaine Train
# Brussels Midi - Köln Hbf, kereta Thalys, €69,50, dipesan via web Thalys
# Köln Hbf - Amsterdam Centraal, kereta ICE €77, dipesan via web Bahn
# Amsterdam Centraal - Paris Gare du Nord, kereta Thalys, €167,50, dipesan via web Thalys

Saya tidak membandingkan harga tiket kereta ini dengan tiket pesawat. Coba cek sendiri di website Skyscanner.
Ada yang pernah membeli tiket kereta keliling Eropa juga? Via website apa?

~ The Emak 

 

Baca juga:
#EUROTRIP
VISA
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga 
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen


TRANSPORTASI
Berburu Tiket Pesawat Murah ke Eropa
Terbang Ke Eropa Dengan Emirates
 
ITINERARY
Pertama Kali ke Eropa? Ini Itinerarynya!

PENGINAPAN
Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb  

Review Novotel Off Grand Place Brussels
Review Hotel Meininger Amsterdam


PACKING 
Tip Packing Ke Eropa