Selasa, 03 Mei 2016

Pacaran di Paris

Pacaran di Paris

Pemandangan menara Eiffel dari tikungan jalan
Dear N,
Barangkali kamu tidak ingat persis apa yang terjadi malam itu. Ya aku maklum sih, ingatanmu kamu prioritaskan untuk hal-hal besar, seperti menyelamatkan dunia dari kebodohan dan semacamnya :p Hal-hal seperti roman menye barangkali cuma nyangkut sedikit di pikiranmu. Nggak ada salahnya kan aku ceritakan ulang, itung-itung untuk pemanasan anniversary kita yang ke... lima belas (moga-moga kamu nggak lupa berapa tahun persisnya kita bersama).   

Sungguh aku bangga sama kamu, mengirim empat paper dan semuanya diterima di konferensi yang cukup bergengsi di Paris ini. Karena kamu sibuk, aku sengaja nggak bikin itinerary rinci hari per hari. Biarlah aku yang momong anak-anak seperti biasanya, menjelajahi Paris bertiga naik metro dan jalan kaki. Cukup seru sih pengalaman kami. Meski tahu nggak, aku sengaja nggak masuk ke museum atau atraksi wisata yang berbayar. Lha gimana, duit kita udah habis buat sewa sepeda di Amsterdam, mengunjungi museum Van Gogh & NEMO, dan... buat beli tiket Disneyland Paris! Kurs Euro memang membuat kita bangkrut dengan cepat :D

Tapi di sela-sela hari-hari sibukmu, aku berharap kita bisa jalan berdua. Why? Lha ya why not, ini kan city of love gitu lho. Cocok banget buat pacaran, apalagi sama yang sudah halal ;)

Jadi begitu kamu setuju untuk keluar motret malam-malam, aku langsung bregas siap-siap. Maksudnya ya menyiapkan anak-anak biar makan dengan kenyang (thanks to rice cooker). Menyiapkan mood mereka agar gak rewel ditinggal (dengan sekotak Laduree). Biasanya kamu yang rewel soal keamanan anak-anak, tapi karena apartemen yang kita sewa ini menurutmu cukup aman, aku nggak perlu meyakinkan kamu lagi.
 
Pukul 20-an kita keluar dari apartemen. Ini musim panas, jadi matahari tidak terbenam sampai jam 21.30. Kamu sempat kecewa karena Galeries Lafayette sudah tutup. Padahal maksudmu ingin memotret sunset dari atapnya. Ya kali Mal di Indonesia yang buka sampai tengah malam. Ya sudah, kita langsung menuju menara Eiffel saja yang nggak bakalan tutup.

Kita kembali naik metro, sengaja turun beberapa stasiun sebelum Eiffel Tour biar bisa jalan kaki. Sesekali kamu berhenti untuk memotret sesuatu yang menarik perhatianmu. Ya memang tadi rencananya jalan untuk motret kok.


Rumah perahu
Melewati jembatan, menara Eiffel menghilang dari pandangan, tertutup pohon dan beton kota. Kita berjalan melewati beberapa restoran yang masih ramai, tampak hangat oleh perbincangan para pelanggannya. Ah, restoran Perancis, kamu nggak bakalan kenyang kalau nggak ada nasinya, hahaha.

Kita terus berjalan, melewati apartemen yang sama semua warnanya, krem dengan atap abu-abu dan railing balkon dari besi tempa berwarna hitam. Apartemen demi apartemen terlewati. Lama-lama kamu mulai sangsi apa kita masih di jalan yang benar (please, this is not a metaphor). Aku cek peta kertas, nggak nyasar kok. Satu blok kemudian ketika kita mau menyeberang jalan kecil, kita akhirnya bisa melihat menara itu, menyeruak dari atap apartemen abu-abu, kali ini sudah dihiasi dengan lampu-lampu. Kita berdua terkikik seperti anak kecil. Got you Eif!

Kamu sigap menyiapkan tripod. Tiba-tiba lampu di menara Eiffel berpendar dengan gemerisiknya yang khas. Atraksi kemepyar ini berlangsung selama sepuluh menit. Kita berdua mesam-mesem berpandangan, takjub. Tapi ternyata bukan hanya kita yang senyum-senyum geli seperti turis ndeso melihat Eiffel yang memang berpendar setiap jam di malam hari. Ada sepasang laki-laki yang juga senyum-senyum takjub melihat atraksi ini. Bedanya, mereka bergandengan tangan, sementara kita tidak :D

Setelah sukses memotret Eiffel dari gang, kita melanjutkan perjalanan. Udara cukup dingin meski ini musim panas. Kardigan tipis dan syalku tidak mampu melawan hawa dingin yang salah jadwal ini. Beberapa kali kamu melihatku mengerutkan tubuhku, sampai akhirnya kamu menawarkan jaketmu. Thanks but don't worry, I can manage. Kalau jaketmu kupakai, kamu mau pakai apa? Mosok pakai kardiganku yang unyu ini? But that just the way you show that you care.

Akhirnya sampai lah kita ke taman di depan Tour Eiffel, Champ de Mars. Ikon kota Paris ini menjulang tinggi di depan, tanpa terhalang apa-apa. Sampai kamu sadar ada panggung jelek yang menghalangi pandangan. Kemungkinan besar panggung untuk peringatan Bastille Day. Sudah menjelang tengah malam tapi suasana masih ramai. Beberapa orang tampak duduk di rerumputan setengah basah, mengobrol dan menyaksikan kemegahan Eiffel. Aku mengamati sekelompok orang yang berkerumun sambil menenteng replika eiffel-eiffel kecil. Mereka pedagang asongan rupanya, yang baru saja berkumpul untuk memulai shift malam. Tapi rombongan ini segera bubar begitu terlihat petugas berseragam (satpol PP cabang Paris) yang mengejar mereka dengan sepeda. Ah, kerasnya kehidupan imigran.

Paris dan tanah yang basah. Itu membuatmu sibuk memotret bayangan dari genangan. "Kamu mau foto yang kayak apa?" tanyamu. Terserah saja lah, sesukamu. Meski fotomu kadang terlalu nyeni dan nggak cocok untuk ilustrasi blogku, aku selalu suka jepretanmu. Kadang mengejutkan, bukan foto yang umum beredar di brosur wisata maupun blog perjalanan. Ngapain ke sini kalau cuma mau mereplika foto standar yang sama?

Ketika kamu sibuk mencari angle yang bagus, ada orang yang menyapa kita. "France? Spanish? Italy?" Aku masih bingung maksud mereka ketika kamu menjawab, "English. We speak English." Pak tua yang datang bersama keluarganya itu menyorongkan anak perempuannya. "She English." Si anak akhirnya mengutarakan maksud Pak Tua yang ternyata ingin tahu cara memotret Eiffel dari ujung ke ujung. Kamera mereka tidak bisa menangkap menara ini dengan utuh. Kamu dengan telaten menjelaskan pada mereka. Setelah puas, mereka mengucapkan terima kasih berkali-kali, dengan banyak bahasa.

Senang rasanya bisa membantu orang, meski komunikasi terbatas karena beda pemahaman bahasa. Omong-omong, mereka memandang kita sebagai apa ya? Sepasang kekasih yang pacaran? Kakak adik yang sedang liburan bareng? Atau malah bisa menebak dengan jitu kalau kita suami istri dengan dua anak, yang sulung sudah masuk SMP? Hehehe, kecil kemungkinan yang terakhir ;)

Aku selalu suka menyaksikan kamu sibuk dengan kameramu. Seperti ketika aku sedang sibuk menangkap ide yang berlarian di kepala untuk kutulis. Kamu menangkap cahaya dengan kamera. Aku menunggumu dengan duduk di bangku taman yang setengah basah. Ada beberapa pasangan yang meminta aku membantu mereka memotret. Dengan bahasa tarzan, tentunya. Aku senang melihat wajah-wajah yang sumringah di pelataran menara ini.

Sama seperti aku yang bahagia melihatmu bahagia, rileks dengan hobi kecilmu, menjauh sebentar dari jurnal dan buku-buku yang berat.

Menara Eiffel di malam yang basah
Di bawah menara Eiffel

Eiffel dan komidi putar
Trocadero
Kita lanjut berjalan melewati bawah menara. Orang-orang masih ramai ingin naik lift menuju puncak Eiffel. Aku tahu kamu takut ketinggian, jadi aku tidak pernah lagi mengajakmu untuk naik tower-toweran seperti ini. Sydney Tower, Eureka Skydeck di Melbourne, Taipei 101, tidak ada yang membuatmu tertarik untuk naik.

Persis di samping menara ini ada komidi putar. Romantisme masa kecil berpadu dengan simbol kota cinta, bikin baper nggak sih? Kita cuma jalan-jalan saja menyaksikan keramaian, orang yang berfoto dengan berbagai macam gaya.

Menyeberang sungai Seine, kita berjalan menuju Trocadero. Kawasan ini sebagian sudah dipagari untuk persiapan peringatan Bastille Day. Kamu gagal mengulang foto masa kecilmu ketika mengunjungi kota ini, 25 tahun yang lalu di tangga Trocadero. Sebenarnya bukan kamu yang pengen mengulang foto itu, tapi aku yang maksa, hahaha. Seperti aku paksa kamu dan anak-anak mengulang fotomu dengan ibu dan saudara-saudaramu di depan stasiun Amsterdam Centraal.

Di pelataran Trocadero kita berhenti sebentar. Kamu mengeluarkan keping-keping Euro untuk membeli minuman. Malam masih panjang, orang-orang masih berseliweran dan menara Eiffel tetap berpendar. Kita duduk sambil meneguk minuman dari botol. Lumayan juga ya kita jalan kakinya? Pantesan haus banget :D Ketika kamu genggam tanganku, aku tahu kamu lebih kedinginan daripada aku.
 
Di penghujung malam kita sudah ada di stasiun lagi. Aku baru sadar kalau sedari tadi kita nggak sempat foto berdua. Tapi sebenarnya nggak papa, toh kita sudah foto satu kali ketika pertama kali (buatku) melihat menara Eiffel ini, dalam rintik hujan yang labil. Sambil menunggu metro, kamu mencoba memotret bayangan kita di kaca. Sudah bisa diduga, foto yang gagal, hahaha. Ah, sudah lah, kita memang nggak pinter ber-selfie. Dear N, terima kasih sudah membawaku ke sini.



~ The Emak

Senin, 15 September 2014

Review Apartemen Airbnb Paris

Review Apartemen Airbnb Paris


Selama dua minggu jalan-jalan di Eropa, tujuh malam kami habiskan di Paris. Untuk menghemat pengeluaran makan, saya memilih akomodasi yang menyediakan fasilitas dapur agar bisa memasak sendiri. Di Paris, apartemen menjadi pilihan terbaik. 

Mencari apartemen bisa melalui website booking penginapan biasanya seperti Hotelscombined. Tapi biasanya yang muncul brand seperti Citadines dan Adagio, serviced apartment atau aparthotel yang tarifnya cukup mahal. Alternatif yang lebih murah adalah mencari via airbnb. Di airbnb, yang menyewakan apartemen adalah 'orang-orang biasa' yang punya tempat kosong untuk disewa dalam jangka pendek.

Cara mencari penginapan menggunakan airbnb sudah pernah saya tulis di sini.

Dari beberapa alternatif apartemen yang masuk ke wishlist kami, Si Ayah memilih yang tarifnya paling murah (of course!), sementara saya tentu memilih yang paling cantik :)) Apartemen yang kami sewa selama 7 hari ini milik Julien, letaknya sangat strategis di dekat taman Tuileries dan hanya tujuh menit jalan kaki ke Museum Louvre.

Untuk menginap tujuh malam di Paris, kami membayar Rp 11.135.446 dengan kurs 1 Euro = Rp 16.745 (ouch!). Rata-rata tarif per malam untuk apartemen yang kami tinggali adalah Rp 1.590.778 atau EUR 95 untuk 4 orang. Atau EUR 23,75 per orang per malam.
 
Lokasi apartemen yang sangat strategis. Klik untuk memperbesar.
Pemandangan gereja ini yang terlihat begitu membuka pintu depan
Lorong menuju pintu depan
Pintu kamar apartemen yang tersembunyi
Begitu pesanan kami via airbnb disetujui tuan rumah, saya langsung melihat lokasi apartemen dengan Google Street View. Saya sempat deg-deg-an kalau apartemen tersebut tidak ada atau cuma fiktif. Paranoid banget karena baru pertama kali menggunakan airbnb. Sebenarnya kekhawatiran itu tidak perlu, karena kami sudah memilih listing yang punya beberapa review. Artinya apartemen ini benar-benar ada dan pernah disewakan ke orang.

Kami mencapai Paris dari Stasiun Gare du Nord, naik kereta Thalys dari Amsterdam. Dari stasiun, saya memutuskan untuk naik taksi karena tidak ingin menggotong koper naik tangga dan menyusuri jalan yang belum kami kenal. Alhamdulillah kami mendapat sopir taksi yang sangat ramah, orang Perancis asli. Kami beruntung naik taksi ini, meski mobilnya butut, karena Si Sopir mau sedikit bercerita dan memberi rekomendasi tempat-tempat yang wajib kami kunjungi di Paris. A nice introduction. Biaya taksi ini hanya EUR 13 untuk perjalanan sekitar setengah jam.

Saya lega begitu sopir taksi menemukan alamat apartemen ini. Senyum saya semakin cerah ketika pintu abu-abu bernomor 193 berhasil kami buka dengan memasukkan kode dari Julien. Setelah melewati lorong yang panjang, akhirnya kami sampai ke pintu kamar apartemen yang sama persis dengan foto yang diunggah di listing airbnb. Pintunya bisa dibuka dengan kunci manual yang kami ambil dari kotak surat Julien. Yay! Tuan rumah memang tidak menyambut kami, jadi perjalanan mencari apartemen ini seperti teka-teki yang bikin deg-deg-an.

Kondisi apartemen persis sama dengan foto-foto di listing. Apartemen ini satu studio di lantai dasar dan satu kamar di bawah tanah. Kami bersyukur apartemen ini ada di lantai dasar, tidak perlu menggotong koper lewat tangga karena biasanya apartemen di bangunan lama Paris tidak ada lift-nya.

Apartemen ini sederhana dan tidak cantik, seperti listing lainnya. Tapi sudah cukup memenuhi kebutuhan kami. Anak-anak tidur di sofabed di ruang atas, yang sekaligus jadi ruang makan dan dapur. Kamar mandi kecil ada di sebelah dapur. Air hangat dari pancuran berfungsi normal. Julien menyediakan handuk untuk kami berempat dan juga selimut untuk sofa bed dan kasur di bawah.

Yang membuat kami senang adalah wifinya yang langsung nyambung dengan koneksi yang cepat. Wush... wush... TV yang salurannya berbahasa Perancis semua terpaksa kami cuekin :p

Dapur mungil apartemen ini juga membantu kami menghemat anggaran makan. Semua alat tersedia: kompor, microwave, pemanas air, panci, sudip, piring, gelas, sendok, bahkan mesin pembuat kopi. Satu alat yang rusak adalah pemanggang roti, jadi kami memanggang dengan wajan. Kalo rice cooker, saya bawa sendiri yang ukuran kecil :) Bahan-bahan makanan yang ada di pantry juga bisa kami gunakan, antara lain beras, kopi, gula, garam dan pasta. Saya pun meninggalkan sesuatu untuk penghuni berikutnya: kecap manis! :D 

Hidangan yang berhasil saya siapkan di dapur sederhana ini antara lain: fish & chips, gado-gado, chicken nugget, pasta, nachos, omelet, sardin, dan nasi goreng. Tak lupa ditambah hidangan nasional kita: Indomie goreng, hahaha. Saya tidak memasak sayur, hanya membuat salad dan lalapan. Kami juga selalu makan buah, membawa apel dan pisang untuk ganjal perut di perjalanan. Pilihan tempat belanja dekat apartemen adalah Carrefour Express (50 meter) atau Monoprix (250 meter).


Open plan studio. Foto dari listing Airbnb
Dapur dengan peralatan lengkap. Foto dari listing Airbnb
Big A dan Little A langsung merasa nyaman di sofabed
Tangga menuju kamar bawah tanah yang cukup curam
Kamar dengan double bed di ruang bawah tanah
Kami cukup nyaman di sini. Hanya saja kamar bawah terasa lebih dingin. Saya sampai harus menyalakan heater, padahal ini musim panas. Saya juga sempat mencuci baju dengan mesin cuci yang ada. Karena tidak ada pengeringnya, baju-baju kami gantung di mana-mana, termasuk kami angin-anginkan di dekat heater.

Selama tujuh malam di sini kami tidak pernah berpapasan dengan tetangga. Cuma sayup-sayup mendengar suara mereka. Suasana cukup sepi. Saya suka dengan pengalaman pertama airbnb Paris ini karena bisa merasakan tinggal di daerah yang Paris banget. Rue St Honore terletak di arrondissement (distrik) 1, atau kawasan tua di Paris. Bangunan-bangunan tetangga sangat khas dan cukup enak dipandang. Jalan-jalan di sekitarnya kecil, dipenuhi dengan butik dan kafe. Meski penginapan kami sendiri tidak mewah, kami mendapat lingkungan yang cukup keren :)

Apartemen ini saya rekomendasikan untuk keluarga yang ingin penginapan murah di pusat kota. Sofabed-nya cukup nyaman untuk dua anak atau satu orang dewasa. Tapi mungkin tangga yang curam ke ruang bawah tanah cukup berbahaya untuk anak balita dan akan merepotkan untuk orang yang sudah tua. Itu saja kekurangan apartemen ini. Kalau nilai plusnya yang pasti, dari sini kami tinggal jalan kaki ke mana-mana: minimarket Carrefour (50m), taman Tuileries (100m), stasiun Metro Tuileries (100m), stasiun Metro Pyramide (200m) dan museum Louvre (250m).
 
Kalau pengen dapat voucher $25 (lumayan, kan?) dari Airbnb, daftar pakai link ini: www.airbnb.com/c/akumalasari. Baca caranya di sini.


100m dari taman Tuileries

~ The Emak


Baca juga #EuroTrip:
VISA 
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga  
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen

TRANSPORTASI 
Berburu Tiket Pesawat Murah ke Eropa 
Tip Membeli Tiket Kereta Keliling Eropa  
Terbang Ke Eropa Dengan Emirates

ITINERARY
Pertama Kali ke Eropa? Ini Itinerarynya!
 
PENGINAPAN
Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb  
 
Review Novotel Off Grand Place Brussels
Review Hotel Meininger Amsterdam

 
PACKING  
Tip Packing Ke Eropa

Selasa, 22 Juli 2014

Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb

Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb

Pakai tautan "www.airbnb.com/c/akumalasari" untuk mendaftar Airbnb & dapatkan kupon $25

Ketika jalan-jalan ke Eropa bulan Juli lalu, kami menginap tujuh malam di Paris, di apartemen yang kami sewa dari Airbnb. Apartemen memang paling cocok untuk menginap bersama keluarga kalau lebih dari tiga malam. Selain tarifnya (untuk empat orang) lebih murah dari hotel, apartemen juga menyediakan dapur untuk memasak sehingga kami bisa menghemat anggaran makan.
 
Pernah mendengar tentang Airbnb? Layanan website ini memudahkan pemilik dan penyewa penginapan untuk melakukan transaksi. Airbnb berasal dari kata B&B atau bed and breakfast. Penginapan ala BnB biasanya kamar kosong ekstra yang disewakan pemiliknya untuk menginap dalam jangka pendek, berikut layanan sarapan. Di airbnb, tidak hanya kamar kosong yang disewakan, tapi bisa juga seluruh apartemen, studio atau bahkan rumah. Gampangannya, airbnb ini isinya perorangan yang menyewakan kamar atau apartemen ekstra, bukan profesional seperti pemilik motel atau hotel.

Lalu amankah menggunakan airbnb? Dari pengalaman saya, semuanya aman-aman saja. Anggota yang mendaftar di airbnb diverifikasi dengan berbagai macam identifikasi. Selain itu, pembayaran dilakukan dengan transaksi aman di websitenya, dana yang kita bayarkan akan dipegang oleh pihak airbnb, dan baru akan disampaikan ke pemilik penginapan setelah kita berhasil cek in di hari pertama.

1. Mendaftar
Cara mendaftar menjadi anggota airbnb gampang banget. Pertama, buka dulu website airbnb di sini. Lalu kita bisa sign up dengan tiga cara: facebook, akun gmail atau akun email lain. Paling gampang pilihan pertama. Dengan facebook, kita tidak perlu repot membuat nama akun dan password baru. Kita tinggal memasukkan email dan password FB seperti biasa dan klik log in. Nantinya Facebook akan meminta kita menyetujui menghubungkan app airbnb dengan akun facebook kita.



Nggak punya facebook? Daftarlah dengan email. Nanti airbnb akan mengirim email verifikasi. Setelah kita klik tautan verifikasi, maka akun airbnb kita sudah jadi. Penampakannya seperti ini.


Ketika kita klik dashboard (panel muka) dari dropdown nama akun kita, akan muncul halaman selamat datang, termasuk bonus kredit yang didapat sebesar $25 kalau mendaftar lewat tautan ini. Untuk mengubah bahasa dan mata uang, ada pilihan di pojok kiri bawah. Saya biasanya memakai bahasa Inggris karena terjemahan bahasa Indonesianya masih lucu :)

Setelah terdaftar, kita bisa langsung mencari-cari dan melihat penginapan yang tersedia. Airbnb ini bisa digunakan di seluruh dunia. Ketika mencari penginapan di Amsterdam dan Brussels, saya juga mengintip airbnb, sayangnya tidak ada yang cocok untuk menginap semalam dua malam. 

Tapi, bisa juga kita menahan diri dan melengkapi profil terlebih dahulu. Untuk menambah keamanan dan mencegah akun palsu, airbnb membuat macam-macam verifikasi. Antara lain dengan nomor ponsel, email, profil facebook dan linked in. Semakin banyak verifikasi kita, semakin dipercaya oleh anggota lain. Sebaiknya, akun facebook yang dijugakan juga nama asli. Kalau tidak ingin verifikasi sekarang, bisa dilakukan nanti ketika sudah siap memesan penginapan.

2. Mencari-cari penginapan
Bagian yang paling seru tentu browsing dan memilih penginapan. Meskipun rencana liburan masih lama, tidak ada salahnya melihat-lihat penginapan sekarang, sekalian untuk menghitung anggaran (budget). 

Untuk mencari penginapan, kita tinggal masukkan lokasi kota (misal: Paris), tanggal liburan (bisa dikosongkan atau diisi ngawur kalau belum punya tanggal pasti), dan tempat menginap untuk berapa orang (anak-anak dihitung, saya langsung isikan 4).

Nanti akan muncul tampilan seperti ini (klik untuk memperbesar). Di sebelah kiri adalah peta lokasi, di sebelah kanan adalah listing atau daftar penginapan yang tersedia. Kita bisa zoom in peta untuk melihat lebih jelas. Alamat yang ada di setiap listing belum alamat lengkap, sudah ada nama jalannya tapi belum ada nomornya. Setelah kita booking, baru kita diberi tahu alamat lengkapnya. Tapi melalui peta, kita sudah diberi ancer-ancer, penginapan tersebut ada di daerah mana.

Untuk mempersempit pencarian, gunakan filter atau saringan yang tersedia. Yang umum adalah kisaran harga. Batasi jumlah listing dengan harga sedikit di atas budget kita. Misal anggaran kita per malam 1 juta, gerakkan kursor kisaran harga sampai 1,5 juta. Selain itu kita bisa memilih tipe kamar: apakah seluruh apartemen, kamar pribadi (seperti kamar kos) atau kamar bersama. Untuk keluarga, saya sarankan memilih 'entire place' agar lebih punya privasi.

Filter lain boleh digunakan boleh tidak, tergantung kebutuhan kita. Saya sendiri menganggap akses internet penting, jadi saya centang wireless internet. Punya host yang bisa berbahasa Inggris juga penting karena saya tidak bisa berbahasa Perancis. Yang mahir menggunakan bahasa tarsan, filter ini tidak usah digunakan :)

Kalau tertarik pada suatu listing, tinggal klik saja untuk menampilkan profil properti tersebut. Berikut contoh listing yang akhirnya kami sewa di Paris: https://www.airbnb.com/rooms/1185329. Di profil properti kita bisa melihat foto-foto ruangan dan fasilitas apa saja yang tersedia. Kita juga bisa melihat harga per malam, biaya kebersihan dan apakah tambahan orang (biasanya mulai orang ketiga) dikenakan biaya. 



3. Memasukkan dalam wishlist
Kalau menemukan penginapan yang sreg, segera saja masukkan ke wishlist. Caranya dengan meng-klik tanda hati yang ada profil properti. Jangan takut terlalu banyak membuat wishlist, karena nanti tidak semua properti yang kita taksir tersedia pada tanggal yang kita perlukan. Wishlist ini sangat berguna untuk membandingkan satu properti dengan lainnya.

Sebelum menentukan pilihan, ada baiknya kita memberi catatan plus minus suatu penginapan. Yang perlu dipertimbangkan adalah:
- Lokasi. Di Paris, usahakan memilih penginapan yang dekat dengan stasiun metro. Paling jauh '5 menit' dari stasiun. Akan lebih baik kalau lokasinya dekat dengan salah satu atraksi wisata yang akan dikunjungi. Dalam kasus kami, apartemen yang kami sewa tinggal 7 menit jalan kaki ke Louvre.
- Review. Ada yang me-review artinya sudah ada yang pernah menginap di sini, artinya properti tersebut memang ada. Kita juga tahu sebaik apa layanan dari host dan apa kekurangan penginapan tersebut. Sebisa mungkin, hindari properti yang belum ada review-nya .
- Family friendly. Biasanya disebutkan di profil apakah mereka menerima anak-anak atau tidak.
- Harga total. Perhatikan biaya tambahan seperti biaya kebersihgan (cleaning service), biaya tambahan untuk orang ketiga (extra person) dan biaya servis airbnb (ini memang dibebankan ke semua penyewa, sekitar 10% dari harga total).
- Kebijakan Pembatalan. Cek apakah uang bisa kembali kalau pemesanan dibatalkan? Berapa persen yang bisa kembali? Biasanya service fee tidak bisa kembali. Apartemen yang kami sewa cancelation policy-nya moderate, artinya uang bisa kembali penuh kalau dibatalkan 5 hari sebelum hari H, kecuali service fee.
Selain itu semua, saya juga memilih penginapan yang ada koneksi internetnya dengan host yang bisa berbahasa Inggris agar komunikasi lancar.




4. Mengontak Host
Setelah menyortir pilihan penginapan dan mempunyai rencana yang jelas, saatnya melakukan aksi: mengontak host lewat layanan pesan dari website airbnb. Admin airbnb sendiri menyarankan kita mengontak host sebelum booking (memesan). Ini untuk memastikan ketersediaan penginapan di tanggal yang kita inginkan. Juga untuk berkenalan dengan tuan rumah. Kami (memakai akun Si Ayah) mengontak beberapa host sekaligus dari penginapan yang kami incar. Jangan takut mengirimkan pesan ke beberapa tuan rumah sekaligus, karena belum tentu tanggal yang kita inginkan tersedia. Ini juga disarankan oleh admin airbnb di laman "bantuan" mereka.

Message atau pesan sebaiknya berisi perkenalan singkat, alasan kunjungan kita ke kota tersebut, berapa orang yang akan menginap bersama kita, di tanggal berapa kita memerlukan penginapan tersebut. Dalam satu dua hari kami mendapat jawaban dari host, ada yang available ada yang tidak. Akhirnya setelah menimbang banyak faktor, kami memilih melakukan booking apartemen Julien.




5. Memesan (Booking)
Cara booking di airbnb sangat mudah. Setelah kita yakin dan bersedia membayar sesuai yang tertera, kita tinggal klik tombol Request to Book. Airbnb akan membawa kita ke halaman pembayaran. 

Pembayaran bisa dilakukan dengan kartu kredit, kartu debit atau paypal. Perhatikan bahwa ada service fee yang dikenakan oleh airbnb (semacam pajak) sebesar 10%. Coupon atau travel credit (yang bisa didapat jika mendaftar melalui tautan ini) juga otomatis sudah dimasukkan. Nantinya, kartu kredit kita akan ditagih seusai mata uang negara yang akan kita kunjungi, setelah tuan rumah menerima pesanan kita.

Untuk memasukkan nomor kartu yang digunakan untuk membayar, klik account setting >> payment methods >> add payment methods >> masukkan nomor kartu dan data lainnya >> klik Add Card. Kartu kredit yang diterima untuk pembayaran adalah visa, mastercard, amex dan discover. Kalau tidak punya kartu kredit, bisa pinjam punya orang lain. Saya memasukkan nomor kartu kredit punya suami di akun saya dan nggak masalah. Sementara untuk kartu debit, yang sudah saya coba masukkan dan diterima adalah kartu debit dari Permata Bank yang ada tulisannya VISA Electron. Kartu Debit dari Bank Mandiri ditolak. Coba aja deh semua kartu yang ada :)

Untuk menginap tujuh hari di Paris, kami membayar Rp 11.135.446 dengan kurs 1 Euro = Rp 16.745 (ouch!). Rata-rata tarif per malam untuk apartemen yang kami tinggali berempat adalah Rp 1.590.778 atau EUR 95.

6. Menerima Kwitansi dan Petunjuk
Begitu host menerima pesanan kita, airbnb akan mengirimkan itinerary dan kwitansi via email, yang bisa digunakan untuk mengajukan visa Schengen. Ya, saya memesan apartemen ini sebelum mendapat visa. Rencana kami di Paris sudah tetap dan kami juga sudah membeli tiket pesawat. Perhatikan bahwa di itinerary jelas tertulis penginapan untuk empat orang (meskipun tidak ada keterangan nama masing-masing). Ini harus ditunjukkan ketika mencari visa bahwa akomodasi untuk setiap anggota keluarga sudah terjamin.

Selain itinerary, kami juga mendapatkan alamat lengkap dan nomor telepon tuan rumah, sekaligus cara untuk mendapatkan kunci dll. Sebelum tanggal kita menginap, kita tetap bisa mengontak tuan rumah via telepon atau message di akun airbnb-nya.



Setelah booking kita beres, airbnb akan menawari kita untuk memberi tahu calon host yang lain, yang tadinya kita kontak untuk menanyakan ketersediaan penginapan mereka. Isi pesannya otomatis, kita tinggal memberi tanda centang saja: "Kami sudah mendapatkan penginapan, thanks ya." Agar mereka tidak merasa di-php-in gitu. Ada yang membalas dengan sopan dan ada yang cuek-cuek saja :D

 7. Menulis review
Setelah cek out dari apartemen, kita masih 'hutang' satu hal yaitu menulis review. Berikut review yang ditulis Si Ayah di laman profil penginapan yang kami sewa. Yang paling bawah, bukan yang di tengah.



Gampang kan caranya? Airbnb ini menjadi salah satu alternatif untuk mendapatkan penginapan murah dengan fasilitas seperti di rumah. Yang pengen mendapatkan travel credit alias diskon sebesar USD 25 (setara dengan Rp 300 ribuan, lumayan kan?) untuk penginapan airbnb pertamanya, sila daftar melalui tautan ini: www.airbnb.com/c/akumalasari. Yang belum perlu pun lebih baik daftar sekarang biar bisa browsing-browsing daydreaming sekalian membuat wishlist atau membuat proposal liburan untuk si penyandang dana :p

Yang masih kesulitan mendaftar atau pengen tanya hal-hal lain seputar airbnb, sila komentar di bawah ini ya. Review lengkap apartemen di Paris bisa dibaca di sini.

~ The Emak

Baca juga tulisan The Emak lainnya tentang perjalanan ke Eropa:
VISA
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga 
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen

TRANSPORTASI
Berburu Tiket Pesawat Murah ke Eropa
Tip Membeli Tiket Kereta Keliling Eropa
Terbang Ke Eropa Dengan Emirates
 
ITINERARY
Pertama Kali ke Eropa? Ini Itinerarynya!

PENGINAPAN
Review Novotel Off Grand Place Brussels
Review Hotel Meininger Amsterdam


PACKING 
Tip Packing Ke Eropa

Rabu, 18 Juni 2014

Tip Membeli Tiket Kereta Keliling Eropa

Tip Membeli Tiket Kereta Keliling Eropa

Tiket kereta ICE, dicetak di rumah
Saya dan Si Ayah tidak suka naik pesawat, ribet cek in, pemeriksaan sekuriti dan menunggu boarding. Ribetnya dikalikan dua kalau traveling dengan anak-anak. Karena itu, kami memilih moda transportasi kereta api untuk keliling Eropa. Harganya tidak selalu lebih murah, tapi lebih nyaman dan sama cepat dengan pesawat untuk jarak dekat.

Informasi tentang perkeretaapian di Eropa, bahkan di seluruh dunia tersedia lengkap di website Seat 61. Website yang dibuat oleh Mark Smith, pecinta kereta api ini, sangat mudah digunakan. Dari ini kita tahu kereta apa saja yang melayani rute yang akan kita perlukan nanti.  

Saya mulai browsing tiket kereta api setelah mendapatkan tiket pesawat ke Eropa. Rute, jadwal dan harga tiket kereta api penting untuk membuat itinerary. Sebenarnya, tiket kereta api bisa dibeli online sejak 3 bulan sebelum jadwal keberangkatan, sama seperti di Indonesia. Lebih awal membeli, harga lebih murah. Semakin mendekati tanggal keberangkatan, harga semakin mahal. Beli langsung (go show) di stasiun kereta akan mendapatkan harga termahal, sampai tiga kali lipat harga tiga bulan sebelumnya.

Saya sempat galau, haruskah membeli tiket kereta sebagai syarat pengajuan visa Schengen? Dari beberapa pengalaman travel blogger lain, ada yang bilang wajib melampirkan tiket pesawat/kereta antar negara Schengen yang akan dikunjungi. Namun ada juga yang tidak melampirkan tiket kereta api, dan tetap sukses mendapatkan visa. Dalam lembar itinerary yang kami lampirkan untuk visa, kami tulis dalam keterangan bahwa tiket kereta antar negara akan kami beli setelah mendapatkan visa. Begitu juga ketika diwawancara, dijawab seperti itu. Alhamdulillah, visa tetap lolos.

Tiket kereta saya beli setelah aplikasi visa diterima, sekitar satu bulan sebelum tanggal keberangkatan. Semua bisa dibeli online dengan kartu kredit, melalui website berikut:

1. SNCF untuk kereta dari dan ke Perancis
2. Thalys untuk kereta tujuan Paris, Brussels, Cologne, Amsterdam
3. Bahn untuk kereta dari dan ke Jerman
4. Capitaine Train untuk semua rute kereta di Eropa

Tiket kereta api di Eropa, berdasarkan fleksibilitasnya ada 3 macam. Tiket promo yang paling murah (no-flex) biasanya tidak bisa dikembalikan (non refundable) atau diubah jadwalnya. Tiket semi-flex bisa diubah jadwalnya atau dikembalikan dengan biaya tertentu. Tiket yang paling mahal sangat fleksibel, bisa diubah jadwalnya dan diuangkan kembali tanpa biaya apapun. Semua tiket yang saya beli termasuk yang harganya paling murah, non-flexible.

Berdasarkan kelasnya, kereta api di Eropa ada 2 macam: kelas 1 (comfort 1, alias eksekutif) dan kelas 2 (comfort 2, alias ekonomi). Tidak perlu ditanya lagi, semua tiket kami kelas 2, karena tempat duduk dan kenyamanan gerbong kelas 2 ini sudah setara kelas eksekutif kereta api Indonesia :)

Ada diskon khusus untuk anak-anak, remaja, pensiunan dan yang mempunyai railpass. Kami tidak memakai railpass karena keliling Eropanya hanya ke negara-negara dekat saja. Saya belum menghitung sih, bisa seberapa hematnya. Anak-anak di bawah 4 tahun bisa gratis naik kereta. Anak-anak antara 4-11 tahun memakai tarif anak, sementara remaja usia 12-25 juga mendapatkan diskon untuk remaja. Ada juga penawaran diskon untuk grup. Untungnya, kita tidak perlu repot-repot menghitung diskon ini, karena akan dilakukan otomatis ketika kita memasukkan usia penumpang di website pemesanan tiket. Kalau pergi dengan keluarga, mintalah tempat duduk 'family seating', nanti akan diberikan tempat duduk berdekatan. Kita bisa melihat tempat duduk kita di denah, tapi tidak bisa menggantinya.

Sebelum membeli tiket, saya mendaftar dulu kebutuhan kami. Hari pertama di Eropa, kami akan bermalam di rumah saudara di kota Lens, Perancis utara, kira-kira satu jam dari kota Lille. Saya mengecek rute kereta di website SNCF, ternyata kami perlu naik dua kereta, TGV dari airport CDG ke Lille, kemudian dilanjutkan dengan kereta regional TER dari Lille ke Lens. Untuk kereta regional seperti TER, tidak perlu membeli tiket terlebih dahulu karena harganya tetap dan tidak ada nomor tempat duduk. Karena itu kami hanya membeli tiket TGV.

Setelah semalam di Lens, kami akan langsung ke Brussels. Dari Lille ke Brussels, kami kembali naik TGV, hanya perlu 36 menit untuk melintasi batas negara Perancis menuju Brussels. Setelah semalam di Brussels, kami melanjutkan perjalanan ke Cologne, Jerman dengan kereta Thalys (1 jam 47 menit). Di Cologne, kami tidak menginap, hanya transit saja sekitar 3 jam untuk melihat-lihat Katedral Cologne yang terkenal itu. Rencananya, koper-koper akan kami titipkan di stasiun. Pada hari yang sama, kami akan melanjutkan perjalanan ke Amsterdam. Kali ini kami naik kereta ICE (2 jam 41 menit) yang bisa dipesan via website BAHN. Hanya menginap dua malam di Amsterdam, kami kembali ke Paris dengan kereta Thalys (3 jam 17 menit), yang tiketnya saya pesan di website resminya.

Cara memesan kereta di masing-masing website sangat mudah, mirip dengan memesan tiket kereta api di Indonesia. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Pilih layanan berbahasa Inggris, biasanya dengan mengklik gambar bendera di pojok kanan atas. Saya sendiri juga pusing kalau harus baca bahasa selain Inggris :)
2. Pilih negara asal: Indonesia atau kalau tidak ada pilihan, pilih "other countries"
3. Pastikan kita tahu nama stasiun asal dan stasiun tujuan (buka google map). Di beberapa negara, satu kota mempunyai dua nama dalam bahasa yang berbeda. Misal, Brussels juga dikenal sebagai Bruxelles. Cologne biasa disebut Köln. Stasiun Brussels untuk kereta dari wilayah Perancis adalah Brussels Midi, sementara stasiun Köln di dekat katedral adalah Köln Hbf. Untuk Amsterdam, kami turun di stasiun Amsterdam Centraal, dan di Paris, kami turun di stasiun Gare du Nord.
4. Cek harga tiket di beberapa website. Saya menemukan tiket kereta ICE lebih murah di website Bahn. Sementara harga tiket Thalys sama saja, di website resminya atau di SNCF.
5. Kadang website tertentu tidak bisa memroses booking dengan kartu kredit dari Indonesia. Coba booking di hari lain atau ganti booking di website lain. Saya berhasil memesan tiket TGV di website SNCF dari CDG ke Lille. Tapi begitu saya coba beli lagi dari Lille ke Brussels, website-nya tidak mau terima. Akhirnya saya booking via Capitaine Train.
6. Pilih 'cetak tiket di rumah'. Tiket yang dicetak sendiri ini tidak perlu ditukarkan dengan tiket asli. Nantinya cukup ditunjukkan ke petugas, disertai identitas.
7. Bila pilihan 'cetak tiket sendiri' tidak ada, pilih 'ambil tiket di mesin tiket/stasiun'. Kita akan mendapatkan nomor referensi yang bisa digunakan untuk mengambil tiket melalui mesin tiket di stasiun. Pembayaran dengan kartu kredit tetap dilakukan di website pemesanan.

Berikut adalah tiket yang saya booking online, dengan harga untuk berempat (2 dewasa, 1 remaja dan 1 anak) dan website pemesanannya. Semua dibayar dengan kartu kredit dari Indonesia.

# CDG Airport - Lille Europe, kereta TGV, €49.50, dipesan via web SNCF
# Lille Europe - Brussels Midi, kereta TGV, €72, dipesan via web Capitaine Train
# Brussels Midi - Köln Hbf, kereta Thalys, €69,50, dipesan via web Thalys
# Köln Hbf - Amsterdam Centraal, kereta ICE €77, dipesan via web Bahn
# Amsterdam Centraal - Paris Gare du Nord, kereta Thalys, €167,50, dipesan via web Thalys

Saya tidak membandingkan harga tiket kereta ini dengan tiket pesawat. Coba cek sendiri di website Skyscanner.
Ada yang pernah membeli tiket kereta keliling Eropa juga? Via website apa?

~ The Emak 

 

Baca juga:
#EUROTRIP
VISA
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga 
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen


TRANSPORTASI
Berburu Tiket Pesawat Murah ke Eropa
Terbang Ke Eropa Dengan Emirates
 
ITINERARY
Pertama Kali ke Eropa? Ini Itinerarynya!

PENGINAPAN
Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb  

Review Novotel Off Grand Place Brussels
Review Hotel Meininger Amsterdam


PACKING 
Tip Packing Ke Eropa